"Kamu tidak perlu menikah dengan ku hanya karena rasa kasihan. Aku tidak butuh!"
Aiden seorang playboy yang mempermainkan perasaan berbagai wanita, saat dia benar-benar jatuh cinta pada Yuniar yang polos, dirinya ditolak berulang kali.
Hingga sebuah kecelakaan yang disebabkan oleh Yuniar membuat kedua kaki Aiden lumpuh.
Gadis yang baik hati ini akhirnya menyetujui lamaran Aiden, namun Aiden yang sangat terpukul karena kelumpuhannya pun menolak dengan keras.
Apakah Aiden dan Yuniar berhasil menikah ?
Bagaimana Aiden yang lumpuh akan melanjutkan cintanya kepada Yuniar ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15. Mencari Muka
Yuniar yang dari tadi hanya diam pun menatap Aurora yang menatap dirinya dan melempar pertanyaan pada dirinya.
"Iya, nyonya,"sahut Yuniar tersenyum tipis, terlihat kikuk.
"Kok, kamu ada di sini?"tanya Aurora seraya memicingkan sebelah matanya menatap Yuniar.
Aurora merasa heran dengan keberadaan Yuniar di rumah peninggalan kedua orang tuanya itu. Apalagi Aiden yang biasanya jarang pulang ke rumah itu tiba-tiba pulang ke rumah. Walaupun mungkin alasan Aiden pulang ke rumah peninggalan kedua orang tua mereka karena saat ini kaki Aiden lumpuh.
Biasanya kakaknya itu hanya akan pulang ke rumah itu, jika dirinya menginap di rumah itu. Jika tidak, kakaknya akan tinggal di apartemen bersama Roni sang asisten.
"Saya.."
"Dia bekerja padaku,"ucap Aiden memotong kata-kata Yuniar.
"Bekerja pada kakak? Bekerja sebagai apa?"tanya Aurora jadi penasaran.
"Katanya dia ingin bekerja paruh waktu. Jadi, aku menawari dia untuk bekerja merawat aku,"sahut Aiden dengan santai. Pria itu sibuk menciumi keponakannya yang selalu terkekeh jika dicium perutnya.
"Ohh.. Begitu. Jadi, kamu bekerja sampai jam berapa, Yun?"tanya Aurora, karena hari sudah malam, tapi Yuniar masih berada di rumah kakaknya.
"Dia tinggal di sini,"Aiden yang malah menjawab pertanyaan Aurora.
"Tinggal di sini?"Aurora nampak terkejut mendengar Yuniar tinggal di rumah itu.
"Kenapa aku merasa adik Tuan Aiden ini seperti curiga dengan keberadaan ku di rumah ini, ya?"gumam Yuniar dalam hati nampak canggung.
"Sayang, kamu banyak sekali bertanya. Pertanyaan kamu itu seperti sedang mengintrogasi mereka?"sahut Rayyan yang melihat Yuniar tidak nyaman dan Aiden juga seperti menutup-nutupi sesuatu.
Sudah dari sejak kecil Rayyan menjadi sahabat Aiden. Rayyan bisa melihat, jika Aiden seperti tidak ingin istrinya bertanya lebih banyak lagi tentang keberadaan Yuniar di rumah itu. Walaupun sebenarnya Rayyan juga merasa aneh dengan keberadaan Yuniar di rumah itu.
"Aku hanya ingin tahu saja, sayang,"kilah Aurora menyengir bodoh,"Ngomong- ngomong, pelayan muda cucunya Pak Wanto itu, sudah berapa lama tinggal di sini, kak?"tanya Aurora yang teringat dengan cucu kepala pelayan di rumah mereka itu.
"Kenapa kamu bertanya soal pelayan itu?"tanya Aiden yang merasa aneh karena Aurora menanyakan soal pelayan di rumah mereka.
"Entah mengapa aku langsung tidak suka padanya, kak,"sahut Aurora jujur.
"Ternyata nyonya Aurora juga tidak suka dengan pelayan itu,"gumam Yuniar dalam hati.
"Aku sebenarnya juga tidak terlalu suka padanya. Tapi, dia sudah tidak memiliki orang tua lagi. Hanya Pak Wanto lah keluarganya. Sedangkan Pak Wanto sudah mengabdi pada keluarga kita selama puluhan tahun. Pak Wanto merawat dan menjaga rumah ini dengan baik selama kita tinggalkan. Jadi, aku nggak enak hati jika tidak mengizinkan cucunya tinggal di sini, Ra,"sahut Aiden.
"Jika begitu ceritanya, memang tidak enak jika tidak mengizinkan gadis itu tinggal di sini. Tapi, kamu harus hati-hati pada gadis itu. Entah mengapa aku merasa, dia itu seperti pelayan Aurora yang dulu aku pecat. Pelayan Aurora itu berani menggoda aku. Dan aku sangat benci dengan yang namanya perempuan penggoda,"sahut Rayyan yang jadi teringat dengan pelayan Aurora yang di pecat nya karena berani menggoda dirinya.
"Benar kata suamiku, kak. Kakak harus berhati-hati dengan perempuan itu,"timpal Aurora yang sependapat dengan suaminya. Aurora lalu menatap Yuniar yang sedari tadi hanya duduk diam menjadi pendengar setia mereka,"Yun, berhubung kamu tinggal di sini, tolong jaga kakak ku, ya! Jangan biarkan perempuan itu menggoda, apalagi menjebak kakakku. Dari gelagatnya, gadis itu sepertinya orang yang licik,"pinta Aurora dengan wajah serius.
"Iya,"sahut Yuniar singkat,"Walaupun tidak dipinta sekalipun, aku akan tetap menjaga Tuan Aiden dari gadis itu. Mana mungkin aku membiarkan suamiku di goda gadis seperti Saminten itu,"gumam Yuniar dalam hati.
"Tok! Tok! Tok!"
"Tuan, makan malam sudah siap,"terdengar suara Pak Wanto setelah ketukan pintu berhenti.
"Ayo, kita makan malam dulu!"ajak Aiden,"Emm.. Ra, aku masih rindu pada Zayn. Kalian akan menginap di sini, 'kan?"tanya Aiden penuh harap adiknya akan menginap di rumah mereka bersama keluarga kecilnya.
Aurora menatap Rayyan, Rayyan yang mengerti dengan arti tatapan Aurora pun mengangguk.
"Baiklah.Kami akan menginap di sini,"sahut Aurora tersenyum hangat.
Rayyan mendorong kursi roda Aiden dengan Zayn yang masih ada di dalam pangkuan Aiden. Sesekali terdengar tawa Zayn dan Aiden. Zayn memang murah senyum, tidak seperti ayahnya atau ibunya. Mungkin mewarisi watak Aiden dan Hendrik yang merupakan paman kandungnya dari pihak ayah dan ibunya. Entah bayi itu kelak akan mewarisi sifat Casanova dari kedua pamannya itu atau tidak.
"Tuan Aiden terlihat akrab dan bahagia sekali dengan keponakannya. Bayi itu juga terlihat sangat lucu dan menggemaskan,"gumam Yuniar yang melihat interaksi antara Aiden dan Zayn.
"Ayo, kita ke ruang makan!"ajak Aurora seraya mendekati Yuniar.
"Sa.. Saya makan nanti saja,"sahut Yuniar yang merasa canggung berada di antara keluarga Aiden yang merupakan orang kalangan atas. Selain itu, selama ini Yuniar juga belum pernah makan bersama Aiden.
Yuniar tidak pernah memikirkan hal ini sebelumnya. Saat dirinya bersikeras untuk menikah dengan Aiden. Hanya rasa berhutang budi, tanggung jawab dan rasa bersalah saja dalam hatinya. Yuniar sampai lupa bahwa status sosial dirinya dan Aiden jauh berbeda. Dan saat ini Yuniar baru teringat dengan hal itu.
"Kenapa nanti? Sekarang saja. Ayo, kita makan bersama-sama!"Aurora menarik tangan Yuniar agar ikut keluar bersama dirinya menuju ruang makan.
"Tapi, saya di sini hanya sebagai perawat Tuan Aiden. Saya tidak pantas makan bersama kalian semua,"ucap Yuniar yang masih di tarik Aurora.
"Kamu adalah adik dari kakak ipar ku, sekaligus adik dari sahabat ku. Tidak ada alasan untuk menolak makan bersama kami,"ujar Aurora tidak mau Yuniar menolak ajakannya.
Akhirnya, mau tidak mau Yuniar pun ikut ke ruangan makan bersama Aurora, menyusul Aiden yang lebih dulu ke ruangan makan bersama Rayyan dan Zayn. Canggung. Itulah yang dirasakan oleh Yuniar saat ini.
"Bik, tolong jaga Zayn, ya!"pinta Aiden pada Bik Sari.
"Iya, Tuan,"sahut Bik Sari dengan senyuman cerah mengambil Zayn dari Aiden. Melihat Zayn yang begitu lucu dan menggemaskan, membuat Bik Sari sangat senang saat diminta menjaga Zayn.
"Biar aku saja, Bik,"ucap Saminten yang ingin mencari muka di depan Aiden. Gadis itu langsung mengambil paksa Zayn dari Bik Sari.
"Akkh! Akkh!"pekik Zayn seraya memukul wajah Saminten dan menjambak rambut Saminten yang mengambil paksa dirinya dari gendongan Bik Sari.
Saminten pun meringis menahan sakit karena ulah Zayn itu. Bahkan rambut Saminten terlihat rontok karena di jambak oleh Zayn.
"Tuan muda nggak mau di gendong sama kamu,"ketus Bik Sari yang terlihat tidak suka, karena Saminten mengambil paksa Zayn dari gendongannya. Bik Sari langsung mengambil Zayn dari Saminten,"Gadis ini! Pasti dia ingin mencari muka pada Tuan Aiden,"gumam Bik Sari yang merasa kesal pada Saminten.
"Sialan! Bayi itu malah menolak untuk aku gendong,"gerutu Saminten dalam hati. Merasa kesal karena Zayn terlihat marah saat di gendongnya.
Sedangkan Rayyan, Aurora dan Aiden juga terlihat tidak suka dengan Saminten yang mengambil paksa Zayn dari Bik Sari. Apalagi saat Zayn menunjukkan rasa tidak sukanya pada Saminten dengan memukul wajah dan menjambak rambut Saminten.
Pak Wanto hanya bisa menghela napas panjang melihat tingkah cucunya itu. Pria tua itu bisa melihat tatapan tidak suka dari majikannya pada cucunya.
"Ayo, makan!"ucap Aiden mencairkan66 suasana.
Aurora mengambilkan makanan untuk suaminya. Yuniar juga bergegas mengambil piring Aiden untuk mengisinya dengan makanan yang tersaji di meja makan. Namun, tiba-tiba Saminten memegang piring Aiden yang di pegang oleh Yuniar.
"Nona duduk saja. Biar saya saja yang mengambilkan makanan untuk Tuan Aiden,"ujar Saminten dengan senyuman manis di bibirnya. Senyum yang dipaksakan, karena sejak awal Saminten memang tidak menyukai Yuniar.
"Tugas Yuniar adalah merawat kakakku. Jadi, Yuniar yang akan mengurus semua keperluan kakakku. Kamu kerjakan saja pekerjaan kamu,"cetus Aurora yang semakin tidak suka melihat Saminten yang terlihat mencari muka di depan kakaknya.
Aiden dan Rayyan menatap tidak suka ke arah Saminten. Membuat nyali Saminten menciut.
"I.. Iya, nyonya,"sahut Saminten gelagapan dengan senyuman yang di paksakan.
"Gadis ini benar-benar ingin cari muka di depan semua orang,"gumam Yuniar dalam hati.
"Syukurin! Sok cari muka, sih!"gumam Bik Sari dalam hati.
Akhirnya mereka pun makan malam dengan tenang. Yuniar melayani Aiden dan Aurora melayani Rayyan. Setelah selesai makan malam, mereka duduk di ruang keluarga.
"Kak, bagaimana kakak bisa mengenal Yuniar? Sudah berapa lama kalian saling mengenal?"tanya Aurora tiba-tiba.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued