NovelToon NovelToon
Di Antara Peran Dan Hati

Di Antara Peran Dan Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Model / Wanita Karir / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: Lucky One

Luna Amanda, seorang aktris terkenal dengan pesona yang menawan, dan Dafa Donofan, seorang dokter genius yang acuh tak acuh, dipaksa menjalani perjodohan oleh keluarga masing-masing. Keduanya awalnya menolak keras, percaya bahwa cinta sejati tidak bisa dipaksakan. Luna, yang terbiasa menjadi pusat perhatian, selalu gagal dalam menjalin hubungan meski banyak pria yang mendekatinya. Sementara itu, Dafa yang perfeksionis tidak pernah benar-benar tertarik pada cinta, meski dikelilingi banyak wanita.
Namun, ketika Luna dan Dafa dipertemukan dalam situasi yang tidak terduga, mereka mulai melihat sisi lain dari satu sama lain. Akankah Luna yang memulai mengejar cinta sang dokter? Atau justru Dafa yang perlahan membuka hati pada aktris yang penuh kontroversi itu? Di balik ketenaran dan profesionalisme, apakah mereka bisa menemukan takdir cinta yang sejati?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kebersamaan

Luna merasa bersalah. Ia tahu bahwa Dafa telah bekerja keras semalaman, dan sekarang ia terpaksa tidur dalam posisi yang jelas-jelas tidak baik. Perasaan hangat muncul dalam dirinya, bercampur dengan rasa kasihan. Perlahan-lahan, Luna bangkit dari tempat tidur, berusaha agar tidak mengeluarkan suara yang bisa membangunkan Dafa. Ia berjalan mendekat, melihat wajah Dafa yang tertidur nyenyak. "Maaf ya, Dafa... kamu pasti capek sekali," bisiknya pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri.

Luna ingin melakukan sesuatu untuk Dafa, sesuatu yang bisa sedikit membalas kebaikannya. Setelah berpikir sejenak, ia bergegas menuju dapur kecil di apartemennya. Meskipun ia bukan ahli dalam memasak, setidaknya ia bisa membuat sesuatu yang sederhana untuk sarapan. Setelah beberapa waktu, Luna berhasil menyiapkan dua porsi roti panggang dengan telur dan secangkir kopi hangat. Ia kembali ke kamar dengan hati-hati, meletakkan nampan sarapan di meja kecil. Dafa masih tertidur pulas, dan Luna merasa tidak tega membangunkannya.

Namun, ketika Luna menyentuh bahunya dengan lembut, Dafa terbangun perlahan. Matanya masih setengah terpejam saat ia mencoba memahami situasi di sekitarnya. "Luna? Kamu sudah bangun?" suaranya serak karena baru saja bangun tidur. Luna tersenyum lembut. "Iya, aku sudah bangun duluan. Aku lihat kamu masih tidur dengan posisi yang tidak nyaman, jadi aku bikin sarapan buat kita."

Dafa duduk tegak, sedikit terkejut. "Kamu nggak perlu repot-repot. Harusnya aku yang urus kamu, bukan sebaliknya." Luna tertawa kecil. "Aku cuma merasa kasihan melihatmu tidur seperti itu. Kamu sudah bantu aku banyak, jadi aku ingin membalas sedikit."

Dafa melihat ke arah nampan sarapan yang disiapkan Luna. Matanya kemudian bertemu dengan tatapan hangat Luna, dan sejenak suasana menjadi hening, diwarnai kehangatan yang tak terucap. "Terima kasih, Luna," ucap Dafa dengan senyum tipis. Mereka mulai menikmati sarapan bersama, meskipun hanya di kamar apartemen yang kecil. Luna merasakan suasana yang berbeda pagi itu. Meski semalam penuh dengan kecemasan dan rasa takut, kehadiran Dafa di sisinya membuatnya merasa aman dan nyaman.

Selesai makan, Dafa menatap Luna dengan tatapan serius. "Luna, setelah semua yang terjadi, aku ingin kita bicara lebih dalam soal hubungan ini. Aku tahu selama ini aku selalu ragu, tapi sekarang... aku merasa ada sesuatu yang berubah. Aku perlu waktu untuk menyelesaikan perasaanku." Luna terdiam, menatap Dafa dengan harapan di matanya. Meski perasaannya sudah lama tergantung, ada secercah harapan yang kembali muncul dengan perhatian yang Dafa tunjukkan. "Aku... aku akan menunggu, Dafa. Apa pun keputusanmu."Dafa mengangguk. "Aku hanya ingin memastikan bahwa ketika aku mengambil keputusan, itu bukan karena tekanan dari siapa pun. Tapi karena memang ini yang aku inginkan."

Luna tersenyum kecil, meskipun dalam hatinya ia masih dipenuhi kegelisahan. Tapi kali ini, ia merasa yakin bahwa perlahan-lahan, hubungan mereka akan menemukan jalannya. Hari itu dimulai dengan sarapan sederhana, tapi penuh dengan harapan yang tumbuh di antara keduanya.

Ketika mobil Dafa berhenti di lokasi syuting, suasana langsung menjadi hiruk-pikuk. Para wartawan yang sudah menunggu di sana segera mengarahkan kamera mereka ke arah mobil Dafa dan Luna. Saat keduanya turun dari mobil, kilatan lampu kamera mulai menyala tanpa henti, dan para wartawan berebut mengajukan pertanyaan.

"Luna! Apa benar Dafa adalah kekasihmu?" "Kalian terlihat sangat dekat, bagaimana dengan rumor pertunangan kalian?" "Bagaimana kabar hubunganmu dengan Arman, Luna?"

Luna yang sudah terbiasa dengan situasi seperti ini, hanya tersenyum tipis sambil berusaha menutupi rasa gugupnya. Di sisi lain, Dafa, yang tidak terbiasa dengan perhatian media, terlihat agak canggung. Ia hanya fokus memastikan Luna baik-baik saja di tengah kerumunan, dengan sikapnya yang selalu protektif. Produser film yang mengawasi dari kejauhan, langsung merasa panik. Gimik yang sudah direncanakan dengan hati-hati untuk mempromosikan film terbaru Luna bersama Arman bisa saja runtuh jika berita tentang kedekatan Luna dengan Dafa mencuat. Ia segera berjalan cepat menuju Luna dan Dafa.

"Luna!" panggil produser dengan nada yang sedikit tegang saat ia sampai di dekat mereka. "Bisa kita bicara sebentar?" sambungnya sambil melirik sekilas ke arah Dafa. Luna bisa merasakan kecemasan di wajah produsernya. Ia mengangguk dan meminta Dafa menunggunya sebentar. "Aku bicara dulu sebentar ya," ucap Luna dengan lembut sebelum melangkah mengikuti produsernya ke sudut yang lebih sepi. "Kenapa kamu bawa Dafa ke sini?" tanya produser dengan suara setengah berbisik tapi jelas penuh ketegangan. "Kamu tahu ini bisa menghancurkan gimik kita dengan Arman. Media akan langsung menyorot hal ini, dan seluruh strategi promosi kita bisa berantakan."

Luna menghela napas, merasa sedikit tertekan. "Aku nggak bisa menolak bantuan Dafa. Aku baru saja keluar dari rumah sakit, dan dia hanya ingin memastikan aku aman. Lagipula, aku nggak bisa terus berpura-pura tentang sesuatu yang nggak nyata. Dafa penting buatku." Produser menatap Luna dengan ekspresi campuran antara kecewa dan frustrasi. "Tapi kita sudah terlanjur menjual cerita ini ke media. Publik sudah percaya bahwa kamu dan Arman punya hubungan spesial. Kalau mereka tahu soal Dafa sekarang, kita bisa kehilangan momentum promosi film."

Luna merasa terjebak di antara perasaannya terhadap Dafa dan tuntutan profesinya. "Aku tahu ini sulit, tapi aku nggak bisa terus berpura-pura. Gimik ini harus berakhir cepat atau lambat." Produser menggelengkan kepala, tampak frustasi. "Luna, ini bukan hanya soal perasaan. Ini bisnis. Film ini bisa gagal kalau kita tidak memainkan kartu kita dengan benar. Aku minta tolong, setidaknya jangan biarkan media tahu terlalu banyak tentang kamu dan Dafa untuk saat ini. Fokus dulu pada film dan Arman. Kita butuh publisitas yang baik."

Luna mendesah, merasa semakin terbebani. "Baik, aku akan coba menjaga agar ini nggak terlalu mencuat. Tapi tolong, jangan paksa aku untuk terus berpura-pura dengan Arman." Produser mengangguk, meski wajahnya masih menunjukkan ketegangan. "Oke, kita lihat bagaimana situasinya berkembang. Tapi untuk sekarang, fokus pada syuting dan pastikan gimik dengan Arman tetap berjalan." Luna kembali ke Dafa dengan senyum yang agak dipaksakan. "Maaf ya, ada masalah kecil," ucapnya sambil mencoba terlihat tenang.

Dafa mengangguk, meski ia bisa merasakan ada sesuatu yang mengganggu pikiran Luna. "Kamu nggak apa-apa?" tanyanya lembut. Luna tersenyum tipis. "Aku baik-baik saja, kok. Makasih udah nganterin aku. Kamu harus balik ke rumah sakit, kan?" Dafa menatap Luna sejenak sebelum mengangguk. "Iya, tapi kalau ada apa-apa, jangan ragu untuk hubungi aku." Luna mengangguk, merasa lega meskipun masalah dengan produser masih menggantung di pikirannya. Saat Dafa pergi, wartawan kembali mengikuti gerak-geriknya, membuat suasana semakin riuh. Di kejauhan, Arman memperhatikan semuanya, ekspresinya sulit ditebak.

Di dalam studio, suasana syuting tampak lebih tegang dari biasanya. Luna harus bersikap profesional, meskipun pikiran dan perasaannya bercampur aduk. Sementara itu, Arman mendekatinya dengan senyum penuh percaya diri. "Kamu baik-baik saja?" tanyanya, berusaha menjaga perhatian.

Luna mengangguk pelan, meskipun hatinya masih terasa berat dengan semua masalah yang dihadapinya—baik dengan Dafa maupun gimik palsu bersama Arman. Syuting hari itu berlanjut, tapi perasaan Luna semakin terombang-ambing di antara kewajiban profesional dan hatinya yang tak bisa berpaling dari Dafa.

1
Sutarni Khozin
lnjut
Morani Banjarnahor
ditunggu lanjutannya thor
𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓
Hai semua...
gabung yu di Gc Bcm..
kita di sini ada event tertentu dengan reward yg menarik
serta kita akan belajar bersama mentor senior.
Jadi yu gabung untuk bertumbuh bareng.
Terima Kasih
✿🅼🅴🅳🆄🆂🅰✿
perhatikan dialog,agar tidak saling menempel....

cerita nya bagus thor,kalau dialog nya lebih rapi lagi,pasti tambah seru.../Smile/
✿🅼🅴🅳🆄🆂🅰✿: sami²/Applaud/
Lucky One: makasih saranya😊
total 2 replies
Sitichodijahse RCakra
Bila jodoh tdk kemana Dokter dan Artis
Sutarni Khozin
lnjut
bellis_perennis07
aku mampir... 🥰🥰🥰 jangan lupa mampir di cerita ku dan mohon dukungannya yaa.. 💜💜💜💜💜
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!