Apa jadinya jika seorang gadis remaja sudah bisa mengeluarkan ASI? Ya hal itu yang dialami oleh Shireen. Entah keajaiban darimana, tiba-tiba gadis berparas cantik nan manis itu bisa mengeluarkan ASI. Ia sadar dengan keanehannya, setelah sesaat ia bangun dari koma. Ia memberikan ASInya itu kepada bayi kembar seorang duda. Siapa sangka justru pertemuan Shireen dengan Sugar Daddy itu menjadi sebuah ikatan cinta.
Lantas siapakah seorang duda itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berbincang Hangat
Malam hari.
Setelah mandi, Shireen beranjak untuk ke kamar Samuel. Ia takut kedua bayi itu haus lagi. Mungkin sekarang ia harus sigap dalam menangani bayi itu saat menangis. Ya, alasan mereka menangis apalagi jika bukan karena haus.
Saat sudah menepaki satu anak tangga, tiba-tiba ia terhenti tatkala telinganya mendengar ucapan dari Lisa.
"Mulai gak sopan ya, gue aja adiknya sendiri gak berani masuk-masuk sembarangan ke kamar kak Sam!"
"Iya, mana attitudenya sebagai orang baru? Hargai tuan rumah dong!" cetus Lia.
Shireen menurunkan satu langkah kakinya, lalu ia menatap kedua gadis itu. "Maaf ya Nona-Nona cantik, kalian tau 'kan aku ini sebagai ibu ASI keponakan kalian. Jadi, apa salah jika aku mau menyusui mereka?"
Ucapan yang tandas itu, membuat keduanya terdiam. Shireen pun langsung melanjutkan kembali langkahnya menuju kamar Samuel.
"Lihat Kak itu, dia udah mulai kurang ajar sama kita!" ucap Lia.
"Kita harus ngadu ini sama mami!"
***
Shireen mulai melakukan pekerjaannya seperti biasa. Namun, ia hanya menyusui Azel, karena saudara kembar baby itu tengah tertidur pulas.
"Nona kita kembali ke dapur yah. Sebentar lagi makan malam, kita harus menyiapkan untuk orang rumah," ucap pelayan itu.
"Iya Bik."
"Hmm tidak apa-apa kita titip mereka? Jika kerepotan segera panggil kita ya, Nona."
"Iya Bik, tenang aja. Shireen bisa kok."
"Baiklah. Nanti, kalau sudah selesai dan Nona Azel sudah tidur. Nona langsung ke meja makan yah, untuk makan malam bersama."
Shireen berpikir sejenak. Rasanya sungguh malas melihat kedua gadis tadi. Lebih baik ia menahan lapar sampai malam nanti, dan berniat untuk mengisi perutnya sendiri setelah mereka selesai makan malam.
"Mmm, aku gak ikut makan malam ya Bik. Nanti kalau Kak Arkan nanyain aku, bilang aja aku udah makan."
"Lho, memangnya kenapa Nona?"
"Aku masih kenyang Bik."
"Baiklah. Yasudah, kita tinggal yah."
Kini Shireen menatap Azel yang sedang ia susui. Ternyata bayi itu sudah tertidur pulas. "Cepet banget tidurnya, kayak gue muehehehe ...."
Shireen meletakkan Azel di samping kakaknya, yaitu Azriel. Ia ikut merebahkan tubuhnya di samping mereka. Menatap mereka dengan tatapan layu, disertai senyuman yang tak terputus.
Namun senyuman itu perlahan pudar, tatapannya pun semakin layu. Entah kenapa matanya begitu berat. Sampai pada akhirnya ia pun tertidur bersama mereka.
ZZzzz .... ZzZzzzz ....
Sudah hampir tengah malam Samuel pulang. Belakangan ini ia sering pulang telat karena urusan kantor.
Merasa tidak ada yang perlu dicemaskan di rumah, jadi Samuel bebas untuk pulang kapanpun. Sekarang sudah ada Shireen, ia berpikir anaknya pasti akan baik-baik saja setelah menyusu. Dulu ia selalu cemas dengan kedua bayinya yang tak cocok dengan berbagai macam susu.
Sekarang jika ingin bermalam di club pun ia tak ada kendala. Namun, belakangan ini ia tak berselera untuk menepi di bar ataupun menyewa perempuan di sana. Ia lebih memilih untuk menghabiskan waktu dengan anaknya, sebab itu adalah suatu hal yang tidak membuang waktu.
"Hmm, jika kedua bayiku di dalam kamar gadis itu, sebaiknya aku ke kamar terlebih dahulu untuk mandi dan makan," gumamnya.
Setelah ia masuk. Ternyata, perkiraannya salah. Gadis itu dan anak-anaknya berada di kamarnya.
Ia melangkah dengan perlahan, guna untuk tak membangunkan mereka. Namun, pada akhirnya telinga Shireen yang seperti lintah mampu mendengar kedatangannya.
"Eh, Om sudah pulang?" Shireen pun refleks bangun dan berdiri. Ia berniat untuk keluar dari kamar ini. Ia takut keberadaannya mengganggu waktu istirahat Samuel.
"Mau kemana?"
Karena nyawanya masih belum kumpul sepenuhnya, Shireen merasa bingung dengan pertanyaan itu. "Mau ke kamar, Om," jawab ia, sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Kau sudah makan?"
"Ss-sudah. Ya, sudah!" Ia menjawab dengan ragu-ragu.
"Aku bisa mendengar suara perutmu."
Shireen pun tercengang. Bisa-bisanya telinga pria ini setajam itu, hingga mendengar cacing di perutnya yang demo. Niat hati, setelah dari sini ia mau singgah ke dapur untuk mengisi perut.
"Hehe, iya Om Shireen belum makan."
"Kenapa? Apa kau merasa terganggu dan tidak nyaman dengan kedua adikku?"
'Dia sekolah dukun di mana ya? Kayak cenayang sumpah.'
"Ngga kok Om! Shireen nyaman-nyaman aja sama mereka. Soalnya, sebelum menyusui tadi, Shireen belum merasa lapar."
"Ya sudah, mari makan bersamaku di balkon sana!" Samuel menunjuk ke arah tempat santai, yaitu di balkon yang terlihat sejuk di luar sana.
"Tapi, Om ...."
"Aku 'kan sudah bilang, aku tidak suka penolakan."
"Oke baiklah. Biar Shireen yang siapkan untuk makanannya. Sekarang sebaiknya Om mandi dulu." Samuel pun mengangguk iya.
"Perlu disiapkan air hangatnya?" tanja Shireen.
"Tidak perlu, kau bukan istriku yang menyiapkan semua kebutuhanku." Samuel menuju kamar mandi, tanpa melihat ekspresi wajah Shireen saat ini.
Dengan mata terbuka, dan mulut yang rapat. Shireen tercengang dengan ucapan Samuel itu.
"Cuma nyiapin air hangat jadi peran istri? Gue malah ngiranya itu pekerjaan pembantu," gumamnya.
Tak mau berbanyak membuang waktu untuk bergumam, Shireen pun segera ke dapur dan menyiapkan makanan untuk dihidangkan di balkon.
Setelah sudah siap, ia melihat-lihat Samuel yang tak kunjung keluar dari kamar mandinya.
"Hmm apakah sudah siap?"
"Eh Om!"
Lagi-lagi kemunculan Samuel ini membuat terkejut Shireen. Macam hantu, tapi berwujud dewa.
"Apakah aku semenakutkan itu? Sampai kau begitu terkejut dengan kehadiranku," ucap Samuel. Ia menduduki kursi dan mulai menyantap makanannya.
"Hmm, nggak kok Om. Aku cuma kaget, karena Om datang dengan tiba-tiba."
Sedikit tidak fokus dengan seri wajah Samuel saat ini. Rambut basah, wajah bersih dan tercium bau wangi sabun di badannya. Terlebih saat ini pria itu hanya mengenakan kimono tebal yang menutupi tubuh atletisnya. Seakan mencuci mata dan membersihkan indra penciumannya.
'Hmm, benar-benar hot daddy.'
"Apa yang ingin kau tanyakan tadi?" ucap Samuel di sela makannya.
"Oh, nggak jadi Om. Shireen udah tau," balas Shireen. Ia pun melanjutkan makannya.
"Memang apa yang ingin kau tanyakan?"
"Shireen cuma ingin tanya kemana istri Om. Bukannya lancang ingin tahu tentang pribadi Om, tapi apa salahnya jika aku ingin mengetahui ibu dari bayi yang sudah aku susui," balas Shireen.
"Lalu siapa yang memberitahumu?"
"Bibik Inah."
"Apa yang kau dapat darinya tentang mantan istriku?"
Shireen meletakkan alat makan, lalu ia minum. Sedikit menarik napas, kemudian cemberut. "Kecewa, kesel dan sedih!" celetuknya.
"Whay?"
"Because, sikap istri Om itu keterlaluan. Kecewaku kenapa dia meninggalkan Om dan si kembar hanya dengan demi sebuah karir, padahal jelas-jelas Om kaya. Apa lagi yang dia butuhkan? Dan kesalnya dia tega meninggalkan bayinya yang masih menyusu. Sedihnya, aku tak tega mendengar cerita bahwa anak Om harus sakit-sakitan selama mencari ASI yang cocok untuk mereka," cerocos Shireen.
Samuel pun menghentikan makannya hanya untuk menyimak kata-kata yang keluar dari mulut gadis ini.
"Jika kau saja yang menjadi istriku, bagaimana?"
"Hah?"
Bersambung ....