15 tahun berlalu, tapi Steven masih ingat akan janjinya dulu kepada malaikat kecil yang sudah menolongnya waktu itu.
"Jika kau sudah besar nanti aku akan mencarimu, kita akan menikah."
"Janji?"
"Ya, aku janji."
Sampai akhirnya Steven bertemu kembali dengan gadis yang diyakini malaikat kecil dulu. Namun sang gadis tidak mengingatnya, dan malah membencinya karena awal pertemuan mereka yang tidak mengenakkan.
Semesta akhirnya membuat mereka bersatu karena kesalahpahaman.
Benarkah Gadis itu malaikat kecil Steven dulu? atau orang lain yang mirip dengannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiny Flavoi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14 - Keputusan akhir
Kali ini mereka tak bisa mengelak. Kakek Hermawan sudah memergoki kedekatan mereka 2x meski nyatanya semua salah paham. Seorang Hermawan, orangtua yang konservatif tidak akan pernah mau mendengarkan pendapat orang lain yang menurutnya menyimpang dari perspektifnya. Menjelaskan pun rasanya sia-sia. Sang kakek sudah terlanjur geram dengan kelakuan dua anak manusia ini.
Hermawan memanggil Bunda Vania dan Galang ke rumah Steven. Mereka akan memusyawarahkan semuanya mumpung Rimba kali ini ada dan tidak bisa kabur-kaburan lagi.
"Kamu ini ya, lagi-lagi maluin keluarga!" gumam Vania berbisik kesal pada anak perempuannya itu.
Rimba tak bisa berkutik saat ini, ia hanya terdiam sambil menundukkan kepalanya. 'Sial! kenapa musti kaya gini terus sih? apa mereka sengaja ngejebak gue?' batinnya masih tak terima, namun tak bisa ia utarakan secara langsung.
Setelah sekian lama mereka bermusyawarah secara kekeluargaan, makan Hermawan dan Vania memutuskan untuk menikahkan segera Steven dan Rimba, yang awalnya 2 bulan dimajukan menjadi 2 Minggu. Dan selama 2 Minggu itu Steven maupun Rimba dilarang untuk bertemu.
"Gue sih seneng-seneng aja nggak ketemu dia, kalo boleh selamanya," gumam Rimba pada Galang yang duduk disebelahnya.
"Kamu tuh ya, bukannya mikir udah maluin Bunda gitu," balas Galang berbisik.
"Percuma aku mikir juga, toh keputusannya nggak bisa diganggu gugat lagi kan?"
"Yup, fix kamu dipingit," kekeh Galang puas.
Rimba mendelik kesal, karena kakaknya malah mendukung 100% pernikahan paksa ini. Ingin rasanya ia berlari dan kabur dari kenyataan ini, namun bagaimana nasibnya nanti diluaran sana. Rimba memang badung, tapi jika harus lontang Lantung di jalanan tanpa bekal apa-apa, ia pun tak berani sengsara. Selama ini hidupnya bisa dibilang sedang-sedang saja. Dibilang susah tidak, bergelimang harta pun juga tidak.
Sementara Steven yang samar-samar mendengar itu hanya bisa mengulum senyum. lelaki itu tidak menyangka, bahwa dengan kekonyolan Rimba yang terpeleset dikamar mandi tadi membawanya ke tujuan akhir yang lebih cepat.
"Stip, Neng Rimba, kalian setuju kan? Kakek cuma ingin kejadian seperti tadi teh nggak terulang lagi. 2 kali kakek pergokin kalian begituan," ujar Hermawan menatap Steven dan Rimba bergantian.
"Begituan gimana Kek?" gumam Rimba protes, dan langsung mendapat tatapan tajam penuh intimidasi dari Vania, yang mengisyaratkan kalau Rimba tak berhak mengeluarkan pendapatnya.
"Kakek tidak tau apa yang sudah kalian lakukan. Meskipun kalian beralasan A B C, tapi menurut pandangan kakek itu sudah diluar batas. Kontak fisik laki-laki dan perempuan dewasa yang bukan muhrimnya itu harom. Pokoknya kalian harus secepatnya menikah!" jelas si Kakek tak terbantahkan lagi.
"Kami minta maaf, mungkin sikap dan kelakuan kami membuat Kakek dan Ibu Vania kecewa. Namun perlu dijelaskan disini juga, kalau Saya dan Rimba tidak pernah berbuat hal-hal yang melanggar norma agama," kata Steven mulai berbicara.
"Betul," sahut Rimba ikut menyahuti.
"Dan saya tidak menolak jika memang keputusan Kakek dan ibu Vania untuk memajukan pernikahan kami 2 Minggu lagi. Kamu juga setuju kan Rim?" ucap Steven melirik Rimba yang ekspresinya langsung berubah.
"Hah?" Rimba memanyunkan bibir mungilnya.
"Rimba, aku tau kamu masih bimbang, tapi percaya deh, semua akan baik-baik saja," ucap perempuan cantik yang duduk disebelah Hermawan. Dia adalah Mitha, adik Steven.
Rimba hanya tersenyum samar seraya menganggukkan kepalanya terasa canggung. Ucapkan selamat tinggal buat kebebasan tak terbatas yang selama ini ia jalani sebagai gadis lajang. Karena menurutnya, jika seorang perempuan sudah menikah maka akan dibebani lebih banyak tanggung jawab dibandingkan ketika sebelum menikah. Ia juga harus menyesuaikan diri, dan banyak tuntutan kesadaran akan perannya sebagai seorang istri terhadap suaminya. Proses penyesuaian diri inilah yang membuat Rimba malas melakoninya.
***
Hari-hari pun begitu cepat berlalu, tak terasa dua hari lagi Rimba akan dipersunting Dokter tampan bernama Steven Arga Lewiss, 34 tahun. Usianya terpaut 12 tahun dengan Rimba yang baru 22 tahun.
"Weekend Rim, jalan yuk!" ajak Ellena saat keduanya baru saja meninggalkan kelas kuliah terakhirnya hari ini.
"Gue nggak bisa Elle, ada acara pengajian dirumah," sahut Rimba spontan.
"Pengajian? selametan apa?" tanya Ellena polos.
"Selametan gue."
"Hah? Lo ulang tahun? nggak bulan ini kan? apa jangan-jangan diem-diem Lo mau kawin ya?" cecar Ellena terbahak.
"Eh! ngaco Lo," sahut Rimba sadar tadi ia keceplosan ngomong.
"Terus Lo selametan apa?"
"Salah ngomong tadi gue. Itu, Kak Galang mau tunangan sama cewenya," ujar Rimba terpaksa berbohong.
"Seriusan? ceweknya yang kerja di BUMN itu? Siapa namanya, Pri...Priyanka?" tanya Ellena.
Rimba mengangguk. Ia terpaksa berbohong pada sahabatnya lantaran ia tidak ingin ada seorang pun yang tahu tentang pernikahan dadakannya dengan sang dosen tampan dambaan para mahasiswi kedokteran dikampus ini.
"Kalo gitu gue ke rumah Lo ya, lumayan kan bisa makan malem gratis," ucap Ellena terkekeh.
"Nggak boleh!" tolak Rimba cepat.
"Kenapa?"
"Hhmm, maksud gue... acara selametannya nggak dirumah gue, tapi di rumah kak Priya. Dan acaranya cuma dihadiri famili terdekat aja. Sorry ya Elle," lagi-lagi Rimba menambah kebohongannya. Kali ini ia mengkambing hitamkan Galang dan Priyanka, kekasih Galang yang sudah Tujuh tahun dipacarinya tapi belum mau diajak serius. 'Sori, Elle. gue nggak bermaksud bohongin Lo, sebetulnya gue pengen Lo dateng dan selalu ada disisi gue, tapi gue nggak siap kalo Lo tau yang sebenarnya kalo gue akan nikah secepat ini, sama si Om-om itu pula, Cihh!' batinnya lirih.
"Oh gitu ya," Ellena sedikit kecewa. "It's Oke, kalo gitu sampaikan salam gue buat Kak Galang, semoga lancar sampai hari H-nya," katanya tulus. Ellena memang sudah lama menaruh hati pada Galang, tapi apa mau dikata kalau kakak dari sahabatnya itu sudah memiliki kekasih.
"Oke sip! kalo gitu gue balik duluan ya," pamit Rimba setelah mendapat pesan dari Bunda Vania untuk segera pulang, dan diberi peringatan untuk tidak coba-coba kabur lagi. Kalau Rimba tetap nekad, ia sendiri yang akan menanggung segala akibatnya. Termasuk di usir dari rumah, stop biaya kuliah, dan jangan harap uang sakunya. 'Haish! kejam amat ibu suri!' batinnya merana.
.
.
.
Pertemuan adalah permulaan, tetap bersama adalah perkembangan, bekerjasama adalah keberhasilan.
** Jangan lupa like, komen and Vote-nya ya, tsay 🥰🙏💙