"Ma, Papa Anin masih hidup atau sudah pergi ke Sur_ga?" tanya bocah cantik bermata sayu yang kini berusia 5 tahun.
"Papa masih hidup, Nak."
"Papa tinggal di mana, Ma?"
"Papa selalu tinggal di dalam hati kita. Selamanya," jawab wanita bersurai panjang dengan warna hitam pekat, sepekat hidupnya usai pergi dari suaminya lima tahun yang lalu.
"Kenapa papa enggak mau tinggal sama kita, Ma? Apa papa gak sayang sama Anin karena cuma anak penyakitan? Jadi beban buat papa?" cecar Anindita Khalifa.
Air mata yang sejak tadi ditahan Kirana, akhirnya luruh dan membasahi pipinya. Buru-buru ia menyeka air matanya yang jatuh karena tak ingin sang putri melihat dirinya menangis.
Mendorong rasa sebah di hatinya dalam-dalam, Kirana berusaha tetap tersenyum di depan Anin.
Sekuat tenaga Kirana menahan tangisnya. Sungguh, ia tak ingin kehilangan Anin. Kirana hanya berharap sebuah keajaiban dari Tuhan agar putrinya itu sembuh dari penyakitnya.
Bagian dari Novel : Jodoh Di Tapal Batas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 - Terancam Diusir dari Kontrakan
"Papanya Anin juga kerja kok. Hanya saja kerjanya jauh," jawab Kirana seraya tetap tersenyum hangat di depan Kenzo.
"Harusnya Papa Anin saja yang kerja cari uang. Tante di rumah jagain Anin yang sakit. Kayak Bundaku yang gak kerja. Jadi semua tugas papa buat cari uang,"
"Kamu lucu banget sih, Nak. Hehe..." ucap Kirana secara refleks tertawa kecil sembari mengusap ujung rambut Kenzo yang berada di atas dahi.
"Tante juga menyenangkan sama kayak Anin,"
Akhirnya ibu dan anak itu pun saling berpamitan. Kirana pergi meninggalkan sekolah Anin. Sedangkan Kenzo masuk ke kelasnya.
Namun sebelum masuk kelas, Kenzo sempat menoleh kembali dan menatap punggung Kirana yang sedang berjalan ke arah parkiran sekolah.
"Sepertinya aku pernah lihat Mama Anin, tapi di mana? Apa di mimpi?" batin Kenzo.
☘️☘️
Setibanya di rumah kontrakannya, Kirana bergegas mandi lalu bersiap untuk berangkat kerja.
Tiba-tiba...
"KIRANA !!"
DOR...DOR...DOR...
Suara teriakan dan gedo_ran pintu rumahnya seketika membuat Kirana yang masih berada di dalamnya otomatis terkejut. Aisha sedang berada di rumah sakit menjaga Anin.
"Seperti suaranya Bu Catur. Apa dia datang mau nagih uang kontrakan?" gumam Kirana.
"KIRANA !!"
Kirana segera berjalan ke arah pintu, lalu membukanya.
Ceklek...
Derit pintu terbuka dan menampilkan sosok Bu Catur sesuai dugaan Kirana sebelumnya.
"Bu Catur," sapa Kirana ramah.
"Gak usah basa-basi atau sok ramah! Mana uang kontrakan!" bentak Bu Catur.
"Silahkan masuk dulu, Bu." Kirana mempersilahkan Bu Catur untuk masuk karena ia tak ingin permasalahannya sampai harus terdengar di tetangga sekitar.
"Gak perlu!" tolak Bu Catur. "Biar semua tetangga tau kalau kamu itu wanita gak tau diuntung! Sudah aku bantu kasih diskon buat tinggal di kontrakan milikku tapi lama-lama sering ngelunjak!" sungutnya.
"Maafkan saya, Bu. Saya belum gajian. Nanti kalau memang sudah tanggal gajian saya keluar, pasti saya lunasi ke Bu Catur."
"Halah dari dulu kamu itu suka janji-janji palsu! Kalau kata anak-anak sekarang itu doyan PHP in orang!"
"Saya janji, Bu." Kirana berusaha meyakinkan Bu Catur.
"Lebih baik kamu bereskan barang-barang mu hari ini juga! Besok aku mau pasang iklan biar kontrakan ini cepat laku ke orang lain saja yang punya duit, bukan kayak kamu yang ke_reee!"
Kirana hanya mampu mengelus dada dan menahan rasa sebah di hatinya atas ca_ci maki dari Bu Catur barusan.
Selama lima tahun keterpurukan yang menjadi teman hidupnya sudah berhasil menempa Kirana menjadi wanita yang kuat. Ia berusaha menu_likan telinganya atas hinaan dari orang lain yang ditujukan untuk dirinya dan keluarganya, salah satunya seperti yang dilakukan Bu Catur.
Kirana bersyukur saat ini sedang tidak ada Anin di rumah, sehingga putrinya itu tak perlu mendengarkan hinaan dan ca_cian yang terlontar dari mulut Bu Catur.
Saat Bu Catur terus mengomel pada Kirana, mendadak ada seseorang menyela pembicaraan mereka.
"Biar aku yang lunasin utang Kirana!" seru seorang wanita yang usianya tak jauh beda dari Kirana.
"Mia," gumam Kirana.
"Ngapain kamu ikut campur urusanku sama Kirana!" desis Bu Catur pada Mia.
Mereka semua saling bertetangga di lingkungan kampung yang sama. Otomatis sudah saling mengenal satu sama lain.
Kirana dan Mia bukan berteman atau bertetangga dekat. Hanya saja Mia sering membelikan Anin jajan ketika Kirana sibuk bekerja.
Mia kasihan melihat kehidupan Kirana, Aisha dan Anin. Mia merasa satu nasib. Mia rela meninggalkan kampung halaman untuk pergi ke kota besar demi membiayai sekolah adik-adiknya. Mia juga sudah yatim piatu sama seperti Kirana.
"Tadi kan Bu Catur nagih utang ke Kirana. Berapa jumlah utangnya? Saya mau bayarin," ucap Mia.
"Maaf, aku enggak mau terima uangmu!" tolak Bu Catur.
"Lah kenapa, Bu? Apa uangku palsu?"
"Uangmu ha_ram! Nanti bikin sial keluargaku sampai tujuh turunan!"
"Ha_ram dari mana, Bu? Apa ibu pernah lihat saya jual diri?" cecar Mia tak terima.
Kirana berusaha mendekati Mia dengan menggandeng lengan wanita muda yang menjadi tetangganya itu. Ia ingin menenangkan Mia agar tidak terpancing emosi mendengar ocehan Bu Catur.
Kebetulan kosan Mia hanya berjarak dua rumah dari kontrakan Kirana. Jadi, suara Bu Catur yang menggelegar sontak terdengar di telinganya yang kebetulan sangat mengganggu Mia yang sedang istirahat.
"Kamu itu kan kerja di karaoke plus-plus. Jadi secara otomatis uangmu itu ha_ram!"
"Saya di sana cuma kerja ngantar minum saja ke pengunjung. Gak pernah mau terima bookingan pria hidung be_lang! Apalagi jual selang_kangan saya! Jangan suka nuduh orang sembarangan, Bu! Saya bisa tuntut Bu Catur secara hukum!" balas Mia.
"Ngeles terus kayak bajaj!" cibir Bu Catur.
"Kalau mau jadi selingkuhan suami orang yang berdompet tebal, udah dari dulu pasti saya lakukan. Saya juga gak mungkin ngekos dengan cari harga murah di kampung ini, Bu! Mending saya tinggal di apartemen mewah yang tetangganya gak julid!" balas Mia yang sudah jengah melihat kesombongan Bu Catur selama ia tinggal di sana.
Beruntung Mia tinggal di kosan yang bukan punya Bu Catur. Ibu kos Mia masih kategori baik dan tidak sombong seperti Bu Catur.
Mia pun tak banyak basa-basi. Ia mengambil uang segepok yang sudah ditaruh dalam saku piyama tidurnya. Jumlahnya sebesar dua juta lima ratus ribu rupiah.
"Saya rasa uang itu udah lebih dari cukup bayar tunggakan kontrakan Kirana!" desis Mia seraya memberikan uangnya pada telapak tangan Bu Catur.
Bibir Bu Catur terus ko_mat-ka_mit mengomeli Mia. Namun anehnya, jari-jemarinya tetap menghitung segepok uang yang diberikan Mia padanya.
Jumlahnya bahkan kelebihan empat ratus ribu rupiah dari utang biaya kontrakan Kirana. Per bulan harga kontrakan Kirana sebesar tujuh ratus ribu rupiah.
Tiga bulan menunggak, maka Kirana seharusnya membayar dua juta seratus ribu rupiah. Mia sengaja membayar Bu Catur lebih dari jumlah utang Kirana. Berharap Kirana tak jadi diusir oleh Bu Catur dari sana.
"Aku sebenarnya malas terima uang dari wanita model L C kayak kamu!" cibir Bu Catur. "Karena aku kasihan sama Anin, jadi aku terima uang ini!" imbuhnya.
"Dasar ijo matanya lihat duit! Pakai bawa-bawa kasihan Anin segala! Dasar tetangga lam_ pir!" sungut Mia dalam hatinya.
Bersambung...
🍁🍁🍁
*Bersiap ya, mereka bertemu di tempat tak terduga.
siapa ya yg fitnah kirana , kasian kirana yg sabar ya ki😭
kasian bgt bumil di dorong polisi ko gitu ya
astagfirullah, cmn bisa inhale exhale
Pen jambak Aldo boleh gak sih?? Tapi takut dimarahin pak Komandan...
Do, bnr² lu yee, suami gak bertanggung jawab!!! Pantes kmrn nangis sesunggukan, merasa berdosa yak... Tanggung Jawab!!! Kudu dibwt bahagia ntu si Kirana sama anak²nya sekarang!!!
lanjutkan.....
Hamil 1 ajah berat, apalagi ini hamil kembar dah gt gak ada support system... hebat kamu Kirana, mana cobaan datang bertubi² 👍👍👍 saLut
alasanya jelas karena dia merasa kecewa karena Kirana tidak lagi bisa digunakan sebagai boneka balas dendamnya pada Aldo