Alina harus menikah dengan laki laki yang usia nya jauh di atas nya karena sang kakak tiba tiba membatalkan pernikahan di saat acara akan di mulai.
demi nama keluarga, Alina merelakan masa muda nya dan menggantikan sang kakak untuk menikahi laki-laki yang bahkan tak ia kenal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon anis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Kekecewaan Alina
Selesai masak, Alina buru buru masuk ke kamar dan membersihkan diri dan bersiap untuk pergi ke sekolah.
Meski sudah tak ada pelajaran, karena hari kemarin sudah mendapatkan pengumunan kelulusan, namun jika di rumah, Alina akan merasa sangat bosan, karena tak ada yang mau mengajak nya bicara. Jadi lebih baik diri nya pergi ke sekolah dan bertemu teman teman nya.
Drt...
Drt...
Drt...
Ponsel nya tampak bergetar, nama Gara tertera di layar. Buru buru gadis itu mengambil ponsel nya yang sejak tadi berada di atas ranjang dan menempelkan benda pipih yang layar nya sudah retak itu di dekat telinga.
" Halo Gara ".
" Lo berangkat ke sekolah hari ini Lin ?".
" Iya, ini aku lagi siap siap ".
" Oke kalau gitu !".
Tut...
Panggilan di putus secara sepihak, Alina menatap ponsel nya dengan bingung.
Gara menghubungi nya hanya ingin menanyakan hal itu dan langsung mematikan sambungan telfon nya begitu saja.
" Random banget si Gara, telfon cuma mau nanyain itu aja ". Gumam Alina, gadis itu kembali meletakan ponsel nya dan melanjutkan kegiatan nya yaitu menyisir rambut panjang nya lalu ia kuncir tinggi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
" Pagi ma, pa, kak ". Sapa Alina tersenyum tipis menatap keluarga nya yang sudah duduk di meja makan.
" Sok manis banget sih ". Ketus Karina, tangan nya sibuk mengambil nasi goreng dan di letakan di piring.
Adam dan Dini hanya menatap sekilas ke arah Alina, lalu kembali sibuk dengan sarapan masing masing. Tanpa repot menjawab sapaan sang putri.
Bahkan mereka tak ingin repot repot menunggu Alina yang sudah susah payah memasak untuk sarapan mereka.
Mereka seolah tak menganggap Alina ada, apalagi tak ada satupun orang di rumah ini yang membela nya. Alina hanya tersenyum miris, namun gadis itu berusaha bersikap biasa saja dan ikut duduk lalu memulai sarapan.
" Ma, pa. Boleh gak kalau setelah ini aku mau lanjut kuliah di kampus yang aku inginkan, aku juga dapat beasiswa dari sekolah ?". Tanya Alina menatap mama dan papa nya.
Adam menatap putri nya yang juga menatap nya dengan penuh harap. Laki laki paruh baya itu meneguk segelas air, sebelum menjawab pertanyaan sang putri.
" Kenapa harus kuliah, perusahaan papa sedang mengalami penurunan, papa tidak ingin karena keinginan mu untuk lanjut kuliah membuat keuangan perusahaan makin terpuruk !". Ucap Adam datar.
" Udah lah gak usah lanjut kuliah, buang buang duit aja !".
" Sok sok an mau kuliah, nyusahin papa sama mama aja !". Celetuk Karina tanpa menatap wajah adik nya.
Deg
Alina yang mendengar respon dari keluarga nya hanya bisa menunduk dalam, padahal dua kakak nya juga dulu berkuliah setelah lulus SMA tapi kenapa diri nya tak di izinkan.
" Kamu kalau mau kuliah, gimana mau bantu beres beres di sini, lagian mama udah gak mau ya ngeluarin uang lagi buat kamu, harus nya kamu bisa bantu keuangan dengan bekerja, seperti kakak kakak kamu, bukan malah jadi beban mama dan papa terus terusan !".
Nyess
Ucapan mama nya makin menambah luka di hati nya, diri nya hanya di anggap beban bagi keluarga nya, padahal selama ini Alina selalu menurut dan tak pernah menuntut mereka. Alina juga selalu membantu mengerjakan pekerjaan rumah, seperti memasak dan beres beres rumah, tidak seperti kedua kakak nya yang selalu sibuk di luar dan pulang malam, dengan alasan bekerja.
" Aku berangkat dulu ya ma, pa. Udah siang soal nya !". Pamit Alina buru buru pergi, tak ingin keluarga nya melihat nya menangis.
" Gitu aja ngambek, dasar anak manja !" Cibir Vania saat melihat adik nya buru buru pergi, bahkan tak menyentuh sedikitpun sarapan nya.
" Udahlah biarin aja, dia kan emang gitu !".
" Sudah sudah, kalian lanjut makan saja, setelah ini kalian harus pergi kerja kan !".
" Iya ma ". Mereka pun kembali melanjutkan sarapan, tanpa peduli salah satu anggota keluarga mereka merasa lapar karena belum makan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di luar, Alina tampak menghapus air mata yang tiba tiba turun. Gadis itu tak ingin membuat Mang Dadang, sopir yang juga suami bi Mun tahu jika diri nya sedang menangis.
" Pagi pak !". Sapa Alina dengan senyum palsu.
" Pagi neng Alina, wah udah cantik aja nih. Mau ke sekolah ya neng ?".
" Iya nih pak, aku berangkat duluan ya pak, takut telat !".
" Iya neng, hati hati ya neng !".
" Siap pak !". Alina berjalan menuju motor nya yang memang sudah di siapkan pak Dadang sebelum nya, tapi kening nya tampak mengernyit saat mendengar suara mesin motor yang tampak familiar di telinga nya.
" Loh Gara, kamu ke sini ?". Tanya Alina saat tahu jika motor tersebut milik sahabat nya Gara.
" Ayo naik, hari ini kamu gak usah bawa motor !".
" Loh, tapi ".
" Udah ayok naik, ntar keburu telat !".
" Udah neng naik aja, biar gak capek juga bawa motor sendiri !". Kata pak Dadang.
Alina pun mau tak mau naik ke motor Gara, tak lupa memakai helm terlebih dahulu.
" Mari pak !". Ucap Gara ramah pada pak Dadang.
" Iya den, hati hati !". Motor besar itu perlahan melaju meninggalkan kediaman Alina, membelah jalanan pagi yang masih tampak sejuk.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...