WARNING❗
CERITA INI BUAT YANG MAU-MAU SAJA.
TIDAK WAJIB BACA JUGA BILA TAK SUKA.
⚠️⚠️⚠️
Setelah hampir satu tahun menjalani pernikahan, Leon baru tahu jika selama ini sang istri tak pernah menginginkan hadirnya anak diantara mereka.
Pilihan Agnes untuk childfree membuat hubungannya dengan sang suami semakin renggang dari hari ke hari.
Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Debby, sahabat Leon yang sekian lama menaruh rasa yang tak biasa pada Leon.
Badai perpisahan pun tak bisa mereka hindari.
Tapi, bagaimana jika beberapa tahun kemudian, semesta membuat mereka kembali berada di bawah langit yang sama?
Bagaimana reaksi Leon ketika tahu bahwa setelah berpisah dari istrinya, Leon tak hanya bergelar duda, tapi juga seorang ayah?
Sementara keadaan tak lagi sama seperti dulu.
"Tega kamu menyembunyikan keberadaan anakku, Nes." -Leonardo Alexander-
"Aku tak pernah bermaksud menyembunyikannya, tapi ... " -Leony Agnes-
"Mom, where's my dad?" -Alvaro Xzander-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Perlu Ditunda
#14
“Begitu, Bu.” Rika mengakhiri kisahnya.
“Kamu yakin?”
“Yakin, Bu. Saya denger sendiri orangnya minta maaf sama Den Al, karena sudah kasih hadiah coklat.”
“Kamu lihat wajahnya, tidak?”
“Lihat, Bu. Ganteng, dan— ya ampun! Saya lupa! Wajahnya persis kayak Den Al. Tapi pas saya keluar dari sekolah, orang itu sudah pergi, pulang kali, takut sama saya, hehehe,” pungkas Rika bangga.
Deg!
Agnes memejamkan matanya, takdir Al dan Leon sudah diatur sedemikian rupa, dan Agnes tak ingin menghalanginya, biarlah semesta menuntun langkah kaki Al menghampiri ayah kandungnya.
“Ya, sudah, terima kasih, ya.”
“Iya, Bu. Sama-sama.”
Agnes menyimpan ponselnya kembali di dalam tas, sejenak mengabaikan takdir yang sedang menggiring putranya.
“Bu, sudah semua,” lapor Miska, asisten yang akan membantu Agnes di dapur tokonya.
“Oke, ayo kita bayar, setelah ini kita masih harus mencari icing sugar.”
Setelah membayar pesanan, Agnes segera memasukkan bahan baku kue ke dalam mobilnya.
Keduanya kembali berkeliling dari satu toko ke toko lain, karena bahan-bahan yang mereka butuhkan tidak semua ada di satu toko bahan kue.
Namanya juga baru memulai usaha, Agnes masih perlu mencari toko yang pas yang bisa dipercaya menjadi agen pemasok bahan baku toko kuenya.
•••
Sementara itu, Leon tiba kembali di rumah sakit, ia sangat terlambat untuk jadwal praktek rawat jalan. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, hati kecilnya terasa berisik karena terus mengutarakan banyak pertanyaan.
😸“Jadi benar itu anak Agnes?”
😈“Huh, ternyata dia sudah menikah lagi. Apalagi kini memiliki anak.”
😸“Tapi, kenapa anaknya memiliki alergi sepertiku? Mata dan rambutnya pun serupa denganku.”
😈“Hei, Leon. Jangan geer dulu, bisa saja Agnes menikah dengan bule? Memang cuma kamu yang punya mata biru dan rambut kecoklatan? Orang yang punya alergi coklat juga bukan kamu saja.”
😸“Dan lagi, jika itu anakmu, Agnes pasti sudah memberitahumu. Tapi ini? Jangankan bertemu, kirim pesan via chat saja tak pernah, padahal Leon tak pernah mengganti nomornya.”
😈“Halah! Nggak usah sok menyalahkan Agnes, kamu sendiri tak pernah menanyakan kabarnya, jangan harap dia mau menanyakan kabarmu.”
Begitulah bunyi suara hati Leon, saling tumpang tindih, antara satu pertanyaan dengan pertanyaan yang lain, seolah mereka memiliki banyak argumen yang siap untuk dipatahkan.
Akhirnya Leon hanya bisa berusaha sekuat tenaga mengusir suara-suara itu dari pikirannya.
“Dok, pasien Anda sudah mengantri sejak pagi,” kata Suster Riska yang sejak pagi mondar-mandir menghubungi Leon.
“Maaf semuanya, tadi ada sedikit urusan,” kata Leon pada antrian pasien yang sudah menunggunya di depan ruang praktek.
Setelah Leon masuk, satu per satu pasien di panggil masuk, ada yang memeriksakan diri, ada juga yang kontrol pasca operasi.
•••
Setelah berkeliling ke banyak toko, Agnes pun menemukan satu toko yang cocok, dan Agnes langsung menemui pemilik toko, menawarkan kerjasama yang saling menguntungkan.
“Pokoknya tenang saja, Bu. Kami sudah menjadi distributor ke banyak toko-toko kue di jakarta. Nanti jika mau pesan, kabari saja sehari sebelumnya, biar kami bisa siapkan semuanya.”
Wanita pemilik toko itu dengan ramah menyetujui permintaan Agnes, karena ia pun sudah puluhan tahun terjun ke dunia bahan baku kue dan makanan.
“Siap, Bu. Terima kasih sebelumnya.”
“Sama-sama.”
Agnes dan Miska pun pergi membawa bahan kue yang baru saja mereka dapatkan dari toko tersebut. Ya, memang cukup jauh, dan harganya pun sedikit lebih tinggi, tapi setelah diperiksa dengan cermat, kualitas bahan yang mereka tawarkan sesuai dengan standar bahan baku yang Agnes inginkan untuk toko kue nya.
•••
Sementara itu, di kota Medan.
“Aku mau selesaikan dengan cepat.”
Rama kembali mengulang perintahnya, dirinya sudah tak sabar kembali ke Jakarta, tapi banyak masalah di restoran cabang Medan yang mengharuskannya tinggal lebih lama.
Rama kembali berbalik ke dokumen yang ada di meja kerjanya, laporan keuangan restoran kacau, berdampak pada kualitas bahan makanan yang dipakai di dapur restoran. Semua akibat ulah manajer keuangan restoran yang menggelapkan dana hampir 1 Milyar rupiah.
Kini Setyo, sang mantan manajer restoran tengah menjadi buronan polisi, karena Rama sudah mengurus laporan tentang pria yang sudah membuat restorannya mengalami banyak kerugian finansial.
“Makan siang dulu,” kata Bu Salma yang masuk ke ruang kerja putranya.
“Iya, Bu. Sebentar lagi, aku mana bisa lapar kalau ada banyak masalah begini.”
Bu Salma memijat pundak Rama, “Ibu tahu, tapi otakmu perlu didinginkan, dan tenagamu perlu diisi ulang, biar pikiranmu tetap waras.”
Rama menghembuskan nafas seraya menyandarkan punggungnya yang lelah. “Aku ngebut begini, karena tak sabar kembali ke Jakarta, Bu,” curhatnya.
“Ibu mengerti, kok. Ayahmu juga mengeluh, karena kamu tak mengajak Al, seperti terakhir kali kalian datang.”
Rama tersenyum, Al memang terlalu menggemaskan untuk tak dirindukan.
“Dia baru mulai sekolah, Bu. Kapan-kapan, kalau libur sekolah, aku akan mengajaknya kemari.”
“Oh, iya, bagaimana rencana pernikahan kalian? Agnes tak bilang apa-apa?” tanya Bu Salma tak sabar ingin segera ngunduh mantu. Wanita sebaik Agnes tak boleh dilewatkan, di tambah lagi Agnes menerima kekurangan Rama, jadi Bu Salma dan Ayah Handoko makin sayang pada wanita itu dan Al.
“Agnes bilang, silahkan Ibu dan ayah rundingan mencari hari baik. Kami tinggal manut saja sama rencana Ayah dan Ibu.”
Bu Salma sumringah, “Benarkah? Padahal Ibu pikir Agnes akan rewel meminta ini dan itu sebagai seserahan, tak tahunya—”
“Bu, kalau Agnes seperti itu, mana mungkin aku mau sama dia. Tapi, andai dia materialistis sekalipun, aku tak keberatan. Tapi sayang, selama ini ia tak pernah terlihat demikian.”
“Jangankan ingin ini itu, toko barunya dan juga sewa rumah di Jakarta aja, Rama cuma bantu pilih lokasi strategis, semuanya dibayar pakai uang pribadinya.”
Bu Salma nampak lega, kini tak ada lagi yang harus ia ragukan, calon istri putra tunggalnya, adalah wanita terbaik yang dikirimkan Tuhan untuk mereka. “Syukurlah, Nak. Ibu senang mendengarnya, kalau begitu, tak ada lagi yang harus kita tunda, kan?”
Rama mengangguk yakin. “Iya, silahkan Ibu atur semuanya dengan bude-bude yang ada di Cirebon dan Solo. Aku dan Agnes, sepenuhnya manut opo jare sesepuh.”
•••
Kembali ke Jakarta.
Agnes kembali memacu mobilnya, karena pihak kafe bilang, ada masalah dengan rak display cake yang ia kirim kemarin lusa. Agnes tak sempat pulang menjumpai Al, karena harus memastikan keadaan aman agar besok ia bisa meletakkan cake buatannya dengan tenang, tanpa was-was.
Padahal nanti malam ia akan mulai mengolah bahan yang baru saja dibeli, agar besok etalase display tersebut bisa diisi dengan cake serta beberapa dessert lain yang akan ia buat.
Agnes berjalan cepat, agar ia tak menyia-nyiakan waktunya, untunglah ia mengenakan pakaian casual yang memudahkan pergerakannya. Tapi karena buru-buru dan berjalan sambil memeriksa ponselnya, Agnes jadi menabrak seseorang.
“Maaf, saya tak sengaja,” ucap Agnes ketika berbalik badan.
“Kau—”
Agnes terkesiap, diam sejenak seolah bumi berhenti berputar.
Orang yang ia tabrak pun tak bisa menahan rasa terkejutnya, bahwa tak pernah disangka ia akan bertemu Agnes di tempat ini.
ikutan perih ei.....
Apa Leon baru tersadar jika Agnes duduk di pelaminan sama Rama
kasihan kali kau leon, gak tahu apa-apa tapi seolah semua kesalahan tertimpa padamu... kamu yg ditinggalkan, ditolak, dan harus menanggung rasa sakit sendirian... huhuhu, sakit sakit sakitnya tuh di sini... kezaaaammm kezaaaammm, othor tega bikin ibu menangisss😭