Maula, harus mengorbankan masa depannya demi keluarga.
Hingga suatu saat, dia bekerja di rumah seorang pria yang berprofesi sebagai abdi negara. Seorang polisi militer angkatan laut (POMAL)
Ada banyak hal yang tidak Maula ketahui selama ini, bahkan dia tak tahu bahwa pria yang menyewa jasanya, yang sudah menikahinya secara siri ternyata...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14
Sebuah mini cafe, orang biasa menyebutnya taman anggur, sebab di seluruh sudut maupun halaman cafe tertanam banyak pohon anggur.
Cafe ini sangat terkenal, sangat cocok untuk semua lintas generasi. Dari mulai usia belia, remaja hingga paruh baya.
Banyak sekali orang-orang yang lebih memilih nongkrong di sini. Selain bisa menikmati makanan ringan, juga di perbolehkan memetik anggur untuk sekedar mencicipi.
Suasananya begitu nyaman, membuat orang yang duduk di sana merasa betah. Apalagi di suguhi dengan pemandangan pohon anggur, dimana setiap pohonnya tumbuh buah berwarna ungu itu, seakan orang pun enggan jika harus segera pergi dari tempat seperti ini.
Memasuki area cafe, atensiku langsung tertuju ke arah meja bernomor tiga. Di sana bisa ku lihat seorang wanita paruh baya dengan perawakan agak gemuk, berambut pendek dengan sepasang mata di lingkupi kaca mata silinder.
Terlihat sangat berwibawa, high class dan tampak dermawan. Tidak ada raut judes tersirat di wajahnya, jadi aku tak terlalu merasa gugup berhadapan dengannya.
"Selamat sore, bu Ela" Wanita yang tadi fokus ke layar ponsel, kini pandangannya terangkat, dan senyum tipis langsung terbit begitu mendapatiku berdiri di depannya.
"Mbak Maula" Sapanya, seraya bangkit dari tempat duduknya.
Ku julurkan tangan untuk berjabat.
"Iya bu, saya Maula"
"Saya Ela" Sahutnya. "Silakan duduk!"
Aku mengangguk dan langsung mengambil posisi duduk di kursi yang bersebrangan dengannya.
"Maaf bu, sudah membuat ibu menunggu"
"Ah nggak apa-apa mbak Maula, saya terlalu bersemangat ingin bertemu denganmu, jadi saya datang lebih awal. Mumpung bapaknya cucu saya kebetulan lagi ada di rumah, jadi saya bisa pergi sebentar buat menemui mbak Maula"
Ku ulas senyum tipis untuk menanggapi kalimat panjangnya.
"Oh iya, saya dapat informasi mengenai mbak Maula dari bu Ira, dan pas bu Ira mengirimi foto mbak Maula, saya pribadi langsung cocok"
"Saya senang, akhirnya ada yang bersedia menjadi guru privat cucu saya" Tambah bu Ella begitu antusias.
"Kalau boleh tahu, usia berapa cucu bu Ella?" Tanyaku sedikit ragu.
"Yang pertama sepuluh tahun, laki-laki namanya Naka, dia kelas lima. Yang kedua Hazell, usia enam tahun, dia kelas satu SD. Nama depannya sama kaya kamu, Maula. Yang cewek agak sedikit manja, masih suka nangis juga kalau di tinggal ayahnya tugas negara" Wanita itu tak henti-hentinya mengulas senyum saat bercerita mengenai cucunya. "Mbak Maula sendiri, sudah menikah?"
"Belum, bu"
"Selagi belum menikah, mau ya jadi guru privat cucu saya, terutama untuk Hazell, dia sedikit susah soalnya, maunya sama ayahnya"
"Insya Allah saya bersedia bu"
"Alhamdulillah kalau gitu" Balasnya lega. "Sebenarnya si sudah pernah ada guru privat yang datang ke rumah, tapi karena nggak sabaran, akhirnya anak saya memecatnya"
"Saya sangat berharap kalau mbak Maula bisa bertahan lama ya, karena menurut penglihatan saya, mbak Maula ini orangnya cukup sabar. Dan kata anaknya bu Ira memang benar kalau mbak Maula orangnya baik dan penyabar"
"Jangan berlebihan, bu. Sebenarnya tidak terlalu sabar juga"
"Ah tapi saya yakin mbak Maula pasti bisa ngadepin cucu perempuan saya"
"Akan saya usahakan, bu"
"Saya senang mendengarnya" Ucapnya. "Oh iya silakan di minum, sudah saya pesankan jus jeruk dan beberapa makanan ringan" Bu Ella menatap makanan fast food yang baru saja di sajikan oleh pramusaji.
"Terimakasih bu"
Bu Ella mengangguk, lalu menyesap jus jeruk di depannya.
"Untuk gaji, kira-kira mbak Maula minta berapa?"
"Saya manut saja bu, yang penting sesuai dengan pekerjaan yang saya lakukan"
"Kalau begitu, kira-kira kalau merangkap jadi pengasuh mereka gimana?"
Aku diam, tak langsung menjawab.
"Bukan semacam baby sitter, bukan" Ralatnya seakan mengerti akan kebisuanku. "Kalau mbak Maula bersedia, saya ingin mbak Maula bisa tinggal di rumah saya menemani mereka, nanti gajinya saya kasih dobel, dan untuk kebutuhan mbak Maula seperti sabun dan makan, saya yang tanggung, gimana?"
"Tapi apakah orang tua anak-anak sudah setuju jika saya tinggal di rumah ibu?"
"Tenang saja, mereka setuju. Nanti bisa sekaligus temani saya di rumah. Soalnya suami dan anak saya seringnya tidak di rumah, mereka harus tugas negara yang kadang di luar kota"
"Di rumah seringnya cuma ada saya, ART, dan cucu saya, jarang sekali ada suami dan anak saya di rumah" Imbuhnya.
"Kalau untuk jadi guru privat anak-anak, saya bersedia bu, tapi kalau untuk tinggal di rumah ibu sekaligus menjaga cucu ibu, akan saya fikirkan. Bersedia atau tidaknya, besok saya kabarin ibu"
"Iya, ada baiknya memang di fikirkan matang-matang" Bu Ella mengangguk-anggukkan kepalanya ringan.
"Mengenai gaji, untuk guru privat dua anak, satu bulan saya kasih tiga juta, dan kalau bersedia tinggal di rumah, saya tambah tiga juta lagi, jadi total satu bulan mbak Maula dapat gaji enam juta, gimana?"
"Baik bu, saya manut saja. Tapi saya baru bisa bekerja minggu depan. Ada banyak hal yang harus saya urus, dan mungkin butuh waktu kurang lebih seminggu"
"Soal itu nggak masalah mbak Maula, toh anak-anak lagi libur sekolah"
"Terimakasih, bu"
"Saya yang harusnya berterimakasih" Wanita di depanku tersenyum sumringah seakan satu beban terlepas dari hidupnya.
"Ayo di makan dulu mbak Maula, kasihan makanannya di anggurin"
"Iya bu" Aku mengangguk canggung, lalu meminum jus jeruk di dalam gelas.
Mungkin lebih baik aku tinggal dulu di rumah bu Ella, selain lebih hemat karena nggak harus bayar kost, dan makan juga di tanggung bu Ella, aku bisa tenang tanpa gangguan lelaki yang mengaku berinisial F.
Entah siapa namanya, dia pasti takut menyebutkan indentitasnya karena dia seorang POMAL.
Dalam aturan kedisiplinan di lingkup TNI, jelas kalau menikah siri atau menyewa wanita malam pasti ada sanksinya, apalagi menduakan istrinya, bisa kena pasal berlapis.
Ah kenapa dari kemarin aku nggak kepikiran mengancamnya saja. Aku bisa ancam dia kalau dia macam-macam padaku, iya kan?
Ku aduk jus jeruk selagi pikiranku traveling entah kemana.
Sampai satu jam kemudian, aku berpamitan pada bu Ella karena harus menemui Lulu di restaurannya.
Ada banyak hal yang ingin aku sampaikan mengenai pertemuanku dengan bu Ella pada Lulu. Ingin sekalian berterimakasih karena lewat dia aku bisa bekerja di rumah bu Ella.
"Mari bu!" Pamitku setelah bersalaman.
"Silakan, mbak Maula. Hati-hati"
"Iya, bu"
***
sama aku pun juga
next Thor.... semakin penasaran ini