NovelToon NovelToon
ARUNA

ARUNA

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: bund FF

Tidak ada yang bisa memilih untuk dilahirkan dari rahim yang bagaimana.
Tugas utama seorang anak adalah berbakti pada orang tuanya.
Sekalipun orang tua itu seakan tak pernah mau menerima kita sebagai anaknya.

Dan itulah yang Aruna alami.
Karena seingatnya, ibunya tak pernah memanjakannya. Melihatnya seperti seorang musuh bahkan sejak kecil.

Hidup lelah karena selalu pindah kontrakan dan berakhir di satu keadaan yang membuatnya semakin merasa bahwa memang tak seharusnya dia dilahirkan.

Tapi semesta selalu punya cara untuk mempertemukan keluarga meski sudah lama terpisah.

Haruskah Aruna selalu mengalah dan mengorbankan perasaannya?
Atau satu kali ini saja dalam hidupnya dia akan berjuang demi rasa cintanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bund FF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

sampah teriak sampah

"Selamat pagi, buk. Boleh saya masuk?" tanya Aruna yang terlambat masuk di pelajaran pertamanya.

Baru saja dia keluar dari kantor BP karena ketahuan sedang membolos bersama Tyo. Berita itu tersebar sangat cepat di grup WA sekolah.

"Silahkan. Lain kali jangan membolos lagi saat upacara ya Aruna" kata Bu guru mengingatkan.

"Iya Bu. Terimakasih" jawab Aruna lantas melangkah menuju mejanya di deretan paling belakang.

Pandangan sinis Mina nampak sangat mengintimidasi Aruna yang berjalan melewati mejanya. Sementara teman lainnya terdengar berbisik tak jelas.

Sepanjang pelajaran pagi ini membuat Mina tak tahan untuk segera jam istirahat. Dia sudah sangat ingin melabrak Aruna.

Sementara Aruna hanya bersikap cuek meski Mina sering sekali menoleh ke arahnya bahkan terlihat sesekali melotot padanya.

...****************...

Bel baru semenit yang lalu berdenting, bahkan Bu guru baru saja keluar kelas. Dan Mina sudah berdiri dan menghampiri meja Aruna bahkan sebelum teman sekelasnya pergi ke luar kelas di jam istirahat ini.

Bersama dua teman sejatinya, Mina sudah berkacak pinggang di depan meja Aruna.

"Ada apa?" tanya Aruna santai meski sangat terlihat kemarahan di wajah Mina yang biasanya kalem.

"Masih tanya lagi. Jangan sok bego deh, Aruna" bentak Mina.

Teman sekelasnya tak jadi keluar, ingin menonton reality show di kelasnya. Bahkan sudah ada yang memvideokan kejadian itu.

"Kenapa sih? Aneh banget" kata Aruna masih santai dengan senyum mengejek, bahkan masih meneruskan kegiatannya memasukkan buku ke dalam tas.

"Pertama, Lo harus ganti rugi mobil kak Tyo yang sudah Lo tabrak kemarin. Kedua, Lo jangan sok dekat sama pacar gue itu karena Lo sama sekali nggak pantas meski hanya sebagai pembantu di rumahnya kak Tyo. Dan ketiga..." kata Mina menjeda ucapannya sambil menarik nafas dalam-dalam.

"Gue bisa singkirin Lo dengan mudah dari sekolah ini kalau sampai Lo nggak mau dengerin omongan gue" bentak Mina yang dilanda cemburu.

Mendengar ucapan mengandung caci maki untuknya, tentu Aruna ikut naik pitam. Bagaimanapun dia hanya seorang remaja yang mudah tersulut emosi.

Aruna berdiri. Menatap tajam pada mata Mina dengan sedikit menunduk karena memang Mina lebih pendek darinya.

Sedangkan Mina yang anak manja merasa sangat terintimidasi dalam posisi itu. Sebenarnya dia merasa takut.

"Pertama, Kak Tyo si pemilik mobil itu nggak minta ganti rugi sepeserpun dari gue. Jadi kenapa Lo yang sibuk?" kata Aruna dengan nada rendahnya, sangat berbeda dengan kebiasaannya yang pendiam apalagi tangannya ikut menunjuk ke wajah Mina.

"Kedua, gue nggak berminat merebut pacar Lo itu apalagi sampai jadi pembantunya" lanjut Aruna.

"Ketiga, gue sama sekali nggak takut sama ancaman yang keluar dari mulut sampah kayak mulut Lo" kata Aruna masih dengan tatapan tajam menghunus, seolah Mina merasa dingin hingga ke ulu hatinya.

Mina tentu merasa sangat tersinggung karena disamakan dengan sampah.

"Apa Lo bilang? Mulut gue sampah?" tanya Mina penuh ejekan.

"Lo tuh yang bau sampah. Dasar miskin" bentak Mina.

"Masih mending gue bau sampah tapi nggak gangguin orang daripada Lo yang mulutnya seperti sampah dan kelakuan Lo lebih buruk daripada sampah" kesal Aruna yang belum separuh hari tapi sudah mengeluarkan begitu banyak kata sejak pagi tadi.

"Berani banget Lo sama gue" kata Mina yang siap memukul Aruna. Tapi tentu kejadian sejelas itu bisa segera Aruna hadapi.

Tangan Aruna menangkap tangan Mina yang sudah mendekati pipinya. Dengan gerakan cepat, Aruna memutar tangan itu hingga Mina terlihat seperti sedang menari.

Setelah Mina kembali menghadap ke arah Aruna, gadis itu malah berjongkok dan mengangkat tubuh Aruna seperti seorang anak yang ditangkap penculik.

Mina yang terkejut karena sudah berada dipundak Aruna menjerit takut sambil memukuli punggung Aruna yang seolah tak dirasa oleh Aruna.

"Lepasin nggak! Lo mau apa sih, Run?" kesal Mina karena temannya tak ada yang menolong.

Malah mereka terlihat menertawakan tindakan Aruna dengan kamera ponsel dalam posisi video.

Aruna masih saja berjalan keluar kelas dengan Mina di pundaknya. Seolah tak merasa berat sama sekali.

Terang saja karena Aruna sudah biasa memanggul semen dan bahan bangunan berat lainnya setiap hari. Ototnya terlatih dengan sempurna.

Banyak sudah teman yang menyoraki perilaku Aruna, menertawakan dan ikut berjalan di belakangnya. Dan ternyata Aruna menuju ke belakang sekolah, dekat dengan pagar tembok.

Tempat dimana biasanya sampah akan dikumpulkan menjadi satu agar petugas kebersihan kota bisa dengan mudah membawa sampah dari sekolahnya ke Tempat Pembuangan Akhir.

"Lepasin Run, Lo mau bawa gue kemana sih?" tanya Mina yang tak digubris Aruna.

Dan setelah sampai di tempat yang Aruna tuju, segera saja Aruna menurunkan Mina diatas tumpukan sampah yang sudah menggunung karena petugas kebersihan belum mengambilnya.

Brugh!

"Aahhhh" teriak Mina yang sudah tiduran diatas sampah.

"Disini tempat yang seharusnya buat orang-orang kayak Lo" bentak Aruna lantas balik badan dan berlalu pergi.

Meninggalkan Mina yang memandang jijik ke sekitarnya. Bahkan dia sudah duduk diatas sampah basah yang sudah berbau.

"Aaahhh... Jijik sekali mama" teriakan Mina membuat teman-temannya bersorak dan menertawakan nya.

Jelas saja sampah itu bau dan basah, karena sudah sejak hari Jum'at kemarin belum ada petugas kebersihan datang karena sekolah yang libur. Dan biasanya akan diambil Senin sore.

"Tolongin gue, dong" kesal Mina pada kedua temannya yang daritadi hanya diam.

"Jijik gue, Min" kata salah satu temannya.

"Lo berdiri sendiri, deh" kata temannya yang lain.

"Aahhh... Kalian berdua memang sialan" kesal Mina yang berusaha bangkit.

Dan mendapati teman-temannya menutupi hidung karena bau yang tertinggal di tubuhnya.

Sementara Aruna sudah bisa meredam emosi. Berjalan santai meski masih kesal menuju kelasnya.

"Gue dengar cerita tentang keributan tadi, Run" kata Ferdi yang baru tiba dengan minuman dingin di tangannya, lalu menyodorkan pada Aruna.

"Thank's ya Fer" kata Aruna lantas menenggak cairan bening dari dalam botol pemberian Ferdi.

Aruna paham akan keterlambatan Ferdi karena dia memakai seragam olahraga. Jarak dari gedung olahraga cukup jauh untuk ke kelas Aruna.

Kini keduanya duduk di bangku depan kelas Aruna. Mengobrol santai seolah tak terjadi sesuatu meski teman-temannya yang lewat memandangi Aruna dengan tatapan yang beraneka ragam.

"Hari ini hari apa sih, Fer?" tanya Aruna.

"Senin" jawab Ferdi malas.

"Salah. Hari sial" kata Aruna dengan senyum sinis.

"Dari pagi ada saja kejadian yang bikin gue jadi banyak bicara" lanjutnya.

"Memangnya banyak ngomong bikin sakit magh Lo kambuh?" tanya Ferdi.

"Cg! Gue capek kalau banyak ngomong. Lebih baik bongkar semen" kata Aruna yang masih saja bicara, padahal katanya capek. Dasar wanita, sulit dimengerti.

"Run, bisa ngobrol sebentar?" tanya Tyo yang sudah berdiri dihadapan Ferdi dan Aruna.

"Astaga... Ada apa lagi ini?" kesal Aruna dalam hati sementara dia hanya bisa mendengus kesal.

"Maksudnya ngobrol tanpa gue, gitu?" tanya Ferdi.

"Terimakasih kalau Lo sudah paham" jawab Tyo.

"Gimana Run?" tanya Ferdi.

"Terserah Lo, Fer" jawab Aruna malas karena sudah bisa menebak.

"Oke deh, gue balik ke kelas saja. Bentar lagi juga bel. Gue ke kelas deh, Run" kata Ferdi lantas berdiri dan pergi meninggalkan Tyo yang masih berdiri di tempatnya.

"Maafin gue ya, Run" ujar Tyo sepeninggal Ferdi, mendudukkan diri disamping Aruna

"Ngapain minta maaf?" tanya Aruna berlagak polos.

"Gara-gara gue Lo jadi ribut sama Mina" jawab Tyo.

"Lo sudah tau ya kak" kata Aruna dengan sedikit senyuman.

"Kalau Lo sudah paham, lebih baik memang seharusnya Lo jauhi gue deh kak. Keinginan Lo buat jadi teman gue itu bikin masalah di hidup gue tambah banyak" kata Aruna sebal.

"Masalah hidup gue sudah setumpuk gunung, gue mohon sama Lo jangan nambah masalah lagi, ya" lanjut Aruna memelas.

Tyo menghela nafasnya. Sesulit itukah untuk mewujudkan keinginannya yang hanya ingin menjadi teman untuk Aruna?

"Gue cuma pingin jadi teman Lo doang, Run. Dan Mina itu bukan pacar gue, dia cuma anak dari teman bokap gue" kata Tyo menjelaskan statusnya dengan Mina.

"Tapi Mina sudah bilang kalau dia pacar Lo" jawab Aruna.

"Padahal semua orang pasti mau loh jadi teman gue, Run" kata Tyo, entahlah, dia sendiri heran juga kenapa ngotot sekali mau berteman dengan Aruna.

"Gue enggak" kata Aruna lantas menenggak habis air dalam botol plastiknya.

"Aruna, bisa ikut ibu ke ruang BP?" sebuah suara panggilan dari guru BP membuat Aruna menoleh malas.

"Tuh kan, satu lagi masalah gara-gara Lo yang mau berteman sama gue" kata Aruna yang yakin jika perbuatannya tadi sudah sampai di telinga guru BP.

"Iya Bu" jawab Aruna berdiri, lantas berjalan pelan mengekor pada guru BP yang sebentar-sebentar menoleh padanya, takut Aruna kabur rupanya.

Rupanya Tyo tak ingin berdiam diri, malah ikut berjalan ke ruang BP meski tak ada yang mengajaknya.

1
Azizah Hazli
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!