Jasmine D'Orland, seorang duchess yang terkenal dengan karakter jahat, dituduh berselingkuh dan dihukum mati di tempat pemenggalan di depan raja, ratu, putra mahkota, bangsawan, dan rakyat Kerajaan Velmord.
Suaminya, Louise, yang sangat membencinya, memenggal kepala Jasmine dengan pedang tajamnya.
Sebelum kematiannya, Jasmine mengutuk mereka yang menyakitinya. Keluarganya yang terlambat hanya bisa menangisi kematiannya, sementara sebagian bersorak lega.
Namun, enam bulan sebelum kematian itu, Jasmine terlahir kembali, diberi kesempatan kedua untuk mengubah nasibnya yang tragis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengagumi Duchess Jasmine dari Sisi Lain
Jasmine memanggil Lianne. "Anne, tolong ambil dokumen yang sudah kusiapkan."
Anne mengangguk, lalu segera menuju ke tas yang dibawa, untuk mengambil berkas yang dimaksud. Beberapa menit kemudian, ia kembali dengan dokumen tebal yang diikat dengan pita emas. Jasmine mengambilnya dengan tatapan penuh tekad.
"Ayah, Ibu, Kakak," Jasmine berkata sambil menyerahkan dokumen itu kepada Edgar, kepala keluarga D'Orland. "Ini adalah dokumen mahar yang kalian berikan saat aku menikah dengan Duke Louise."
Edgar membuka dokumen itu perlahan, didampingi Elise dan Victor. Matanya menyipit saat membaca daftar harta yang tertera di dalamnya.
"Apa maksudmu, Jasmine?" tanya Edgar dengan nada bingung.
"Aku ingin kalian perhatikan baik-baik," Jasmine menjelaskan sambil menunjuk beberapa bagian dokumen. "Bandingkan apa yang tertulis di dokumen asli dengan dokumen satunya yang berisi mahar yang ada di kediaman Clair. Beberapa barang yang kalian berikan telah hilang, dan bahkan ada yang diganti dengan barang palsu. Aku sudah mengumpulkan bukti-bukti ini selama ini."
Elise menutup mulutnya dengan tangan, terlihat terkejut. "Jasmine, apa kau yakin? Ini tuduhan yang sangat serius."
"Aku yakin, Ibu," Jasmine menjawab tegas. "Barang-barang ini sebagian besar diambil oleh pelayan dan pengawal yang dibawa oleh Lady Cecilia DNA sebagian lainnya adalah pelayan dan pengawal dari kediaman Duke Louise clair. Mereka bukan hanya mengganti barang-barang mahal dengan yang palsu, tetapi juga menjual beberapa dari mereka untuk keuntungan pribadi."
"Beruntung dikehidupan pertamaku, aku telah tahu ini dan belum sempat memberitahu Duke semua ini, aku sudah mati duluan, huft sungguh bodoh." ucap Jasmine dalam hati.
Victor memukul meja kecil di depannya dengan keras, matanya membara. "Kurang ajar! Bagaimana mereka bisa melakukan ini?!"
"Karena mereka tahu aku tidak punya kekuatan di sana," Jasmine menjawab dengan tenang namun penuh emosi. "Tapi sekarang, aku ingin kejahatan ini dibawa ke pengadilan kerajaan. Aku ingin semua yang terlibat dihukum."
Dalam hati Duchess Jasmine, "Dan aku ingin melihat betapa malunya Duke Louise dihadapan raja dan rakyatnya, melihat kejahatan di depan matanya dan ketidakbecusannya menjadi kepala keluarga Clair dan sebagai Duke di Clair."
Edgar mengepalkan tangannya, mencoba menenangkan amarahnya. "Baik, putriku. Aku akan mengurus ini. Dengan bukti ini, kita bisa membawa kasus ini ke hadapan raja."
"Terima kasih, Ayah," kata Jasmine dengan tulus. "Aku ingin tahu bagaimana wajah Duke Louise nanti, saat mengetahui bahwa pelayan dan pengawal di rumahnya sendiri melakukan kecurangan seperti ini. Apalagi sebagian mereka adalah orang-orang yang dibawa oleh Lady Cecilia."
Victor tersenyum sinis. "Duke Louise pasti akan kehilangan muka."
"Itu yang aku inginkan," Jasmine menjawab sambil mengepalkan tangannya. "Aku ingin mereka bertengkar. Aku ingin mereka saling tidak percaya satu sama lain. Meski butuh waktu dan usaha, aku akan memastikan kejahatan mereka terbongkar satu per satu."
Elise menggenggam tangan putrinya dengan lembut. "Kau sangat berani, Jasmine. Tapi bagaimana dengan dirimu di Clair? Kau butuh orang-orang yang mendukungmu di sana."
"Itu sebabnya aku juga ingin meminta bantuan kalian," kata Jasmine sambil menatap ayah dan kakaknya. "Aku membutuhkan beberapa prajurit, pengawal, dan pelayan dari D'Orland untuk mendukungku. Di Clair, hampir tidak ada satu pun orang yang berada di pihakku, hanya Anne yang selalu di pihakku. Mereka semua lebih memilih untuk berpihak pada Lady Cecilia. Yah meskipun beberapa bersikap netral sih."
Edgar mengangguk tegas. "Tentu saja, putriku. Aku akan memilih orang-orang terbaik untuk menemanimu kembali ke Clair."
Victor menambahkan, "Aku akan memastikan mereka loyal sepenuhnya padamu. Tidak ada lagi ruang untuk pengkhianatan."
Jasmine menghela napas lega. "Terima kasih, Ayah, Kakak. Dengan dukungan kalian, aku merasa lebih kuat. Aku akan membersihkan namaku dan menghancurkan semua kebohongan mereka. Setelah itu, aku akan menceraikan pria brengsek dan tak tau diri itu, lalu aku akan kembali kesini, bersama kalian dan rakyat D'Orland."
Elise menarik Jasmine ke dalam pelukannya. "Kami selalu ada di pihakmu, sayang. Kau tidak sendiri dalam perjuangan ini."
Jasmine cukup puas mengungkap kebenaran dan ingin merebut kembali martabatnya. Jasmine merasa lebih kuat dari sebelumnya, karena kali ini, ia tidak lagi berjuang sendirian.
📍Gazebo Taman
Sementara di gazebo taman yang teduh, James dan Markus duduk di bangku kayu yang menghadap ke taman bunga yang terawat dengan indah. Di atas meja kecil di hadapan mereka, terhidang makanan ringan berupa kue-kue kecil dan segelas teh hangat. Keduanya baru saja menghela napas lega setelah perjalanan panjang yang penuh ketegangan, terutama dengan pertemuan yang penuh emosi di kediaman D’Orland. Dan sedang menunggu kedatangan temannya, Oliver yang telah melaksanakan perintah dari sang Duchess.
Markus, sang kusir, memandangi taman di sekitarnya, mengagumi keindahan tempat itu. Ia menyesap teh hangatnya pelan-pelan, lalu melirik James yang tampak termenung.
“Apa yang kau pikirkan, James?” tanya Markus, memecah keheningan.
James mengangkat bahu, menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Aku hanya merenungkan sesuatu. Kau lihat sendiri bagaimana rakyat di wilayah D’Orland memperlakukan Duchess Jasmine. Mereka menghormatinya seperti seorang pahlawan, seperti keluarga mereka sendiri.”
Markus mengangguk setuju, menaruh cangkir tehnya kembali ke meja. “Ya, aku juga memperhatikan itu. Tidak ada rasa ragu atau cemoohan seperti yang biasa kita dengar di wilayah Clair. Mereka tidak terpengaruh oleh rumor-rumor buruk yang menyebar.”
James melihat ke arah Markus. “Itu memang benar. Rakyat D'Orland lebih bijaksana dalam menilai. Meskipun banyak rumor buruk tentang Duchess, mereka tetap menunjukkan rasa hormat.”
Markus mengangguk pelan, tidak menanggapi langsung, namun pikirannya melayang pada kenyataan yang ada.
“Ya, meskipun rumor buruk tentang Duchess Jasmine tersebar ke seluruh penjuru kerajaan Kingswell, rakyat D'Orland tetap menunjukkan penghormatan yang tulus. Mereka tahu siapa dia sebenarnya. Bahkan meskipun kita bekerja di bawah bendera Duke Clair, kita tidak bisa menutup mata bahwa yang dikatakan sang Duchess tadi itu benar.”
James terdiam, tampaknya tidak bisa menyangkal kenyataan itu. Ia berpikir kembali tentang sikap rakyat D'Orland yang tidak menghakimi Duchess Jasmine, meskipun dia telah lama meninggalkan keluarga dan wilayah ini. Mereka lebih memilih untuk menilai berdasarkan interaksi mereka dengan sang Duchess, bukan berdasarkan gosip yang beredar.
James berbicara dengan suara pelan, hampir seperti bergumam, “Memang, di sini tak ada yang meragukan integritas Duchess Jasmine. Mereka hanya tahu kebaikannya. Tapi, di Clair...”
James menatap jauh ke depan, seolah melihat masa lalu yang sulit, ketika ia dan Markus bekerja di bawah kekuasaan Duke Clair. Mereka tahu betul bahwa banyak hal yang tidak terlihat seperti yang dikatakan oleh rumor. Tapi, mereka harus menerima kenyataan bahwa Duke Louise Clair adalah penguasa yang memegang kendali wilayah Clair, sementara Duchess Jasmine tidak bisa membela dirinya sendiri, bahkan tidak ada yang dipihaknya.
“Rakyat di Clair hanya mendengarkan satu sisi cerita, Markus,” jawab James, lebih tenang. “Kita tahu apa yang terjadi di balik semua itu. Namun, jika kita kembali pada nilai-nilai yang benar, kita juga tahu siapa yang benar-benar pantas dihormati.”
Markus mengingat kata-kata Duchess Jasmine yang penuh keyakinan. “Tapi, kita hanya seorang kusir dan pengawal yang bekerja disana. Meskipun kita tahu kebenaran, kita tetap terikat pada perintah.”
“Kebenaran tetap kebenaran, Markus. Dan jika sudah waktunya, kita akan tahu apa yang harus kita lakukan,” ujar James dengan suara yang lebih berat, mencerminkan keraguan yang ada dalam hatinya.
Rakyat D'Orland memang berbeda. Mereka lebih memilih untuk menilai langsung berdasarkan perilaku dan kebaikan seseorang daripada membiarkan diri mereka terjerat dalam perangkap rumor. Itu adalah hal yang tak bisa mereka pungkiri, meskipun mereka bekerja di bawah Duke Clair, yang jauh berbeda dalam sikap dan pengaruh politiknya dibandingkan dengan Duke D'Orland.
Markus menghela napas panjang. “Aku setuju. Di Clair, aku merasa tidak ada ikatan yang kuat antara para bangsawan dan rakyatnya. Orang-orang hanya peduli pada status dan keuntungan. Tapi di sini, di D’Orland, aku bisa merasakan hubungan yang berbeda. Rakyatnya benar-benar menghormati keluarga D’Orland, bukan karena takut atau terpaksa, tapi karena cinta dan rasa bangga.”
Keteguhan hati Duchess Jasmine, yang tampak tidak terpengaruh oleh rumor, hanya mempertegas keyakinan bahwa keadilan dan kebenaran suatu saat akan terungkap. Dan rakyat D'Orland, yang sudah mengenalnya lama, adalah bukti bahwa kebaikan selalu lebih diterima daripada kebohongan yang tersebar.
James mengangguk perlahan, pikirannya kembali pada sambutan rakyat D’Orland sepanjang jalan tadi. “Kau tahu, Markus, tadi aku merasa malu. Ketika Duchess berkata bahwa rakyat D’Orland tahu bagaimana membedakan kebenaran dan kebohongan, aku merasa dia sedang menyindir kita. Dan aku rasa dia benar. Kita berasal dari Clair, dan aku akui, aku pernah mempercayai sebagian rumor itu.”
Markus terdiam sejenak, memandangi teh di cangkirnya. “Aku juga, James. Tapi setelah perjalanan ini, aku melihat sisi lain dari Duchess Jasmine. Dia bukan seperti yang selama ini digosipkan. Dia tegas, cerdas, dan penuh keberanian. Aku mengerti sekarang kenapa rakyat D’Orland begitu mencintainya.”
James mengangguk lagi, wajahnya serius. “Ya, aku setuju. Dia memang berbeda. Dan aku rasa, dia akan membawa perubahan besar, baik untuk D’Orland maupun untuk Clair, jika diberi kesempatan. Kita beruntung bisa melayani seseorang seperti Duchess hari ini.”
Markus tersenyum tipis, menyandarkan tubuhnya ke kursi. “Semoga saja rakyat di Clair suatu hari nanti bisa melihat siapa Duchess Jasmine yang sebenarnya, seperti yang kita lihat hari ini.”
Keduanya terdiam sejenak, menikmati suasana taman yang tenang. Percakapan mereka menggambarkan perbedaan mencolok antara dua wilayah itu, namun juga menyiratkan harapan bahwa mungkin suatu hari, keadilan dan kebenaran akan mengubah cara pandang rakyat Clair terhadap Duchess Jasmine.
Angin sepoi-sepoi menghembuskan aroma mawar yang tumbuh di sekitar taman, memberikan suasana tenang di tengah percakapan mereka.
Tak lama kemudian, seorang pengawal D'Orland datang, membawa seorang pria bertubuh tegap dengan pakaian hitam yang berdebu. Pria itu adalah Oliver, salah satu pengawal yang dibawa Duchess Jasmine ke wilayah D'Orland bersama mereka.
"Oliver, kau kembali," sapa James sambil bangkit dari duduknya.
"Ya," jawab Oliver sambil tersenyum tipis. Ia menjabat tangan James, lalu menoleh pada Markus, yang juga menyambutnya hangat. "Bagaimana? Ada kabar lain selama aku pergi?"
"James menggeleng sambil tersenyum kecil, namun Markus yang tampak lebih bersemangat langsung menyahut. "Sebelum kau tanyakan itu, bagaimana hasil tugasmu?"
Oliver membalas dengan tegas, "Sudah, semuanya telah aku lakukan sesuai perintah Duchess. Aku juga sudah menyerahkan laporan lengkap tentang para pembunuh bayaran itu beserta bukti kejahatan mereka. Setelah itu, aku menemani mereka mengambil jasad para pembunuh bayaran itu dan memastikan semuanya selesai tanpa ada masalah. Lalu aku melanjutkan perjalan kesini tanpa hambatan, hingga sampai disini dihadapan kalian. Sekarang, giliran kalian, apa yang terjadi di sini selama aku pergi?"
Markus, yang dikenal lebih suka bercerita, mengambil alih. Wajahnya berseri-seri saat mengingat perjalanan mereka ke wilayah D’Orland. "Oh, perjalanan kami ke D’Orland adalah pengalaman yang menyentuh. Kau harus melihat bagaimana rakyat di sini memperlakukan Duchess Jasmine. Mereka begitu menghormatinya, Oliver. Setiap desa yang kita lewati, selalu ada ucapan doa dan dukungan dari rakyat D'Orland. Banyak yang meneteskan air mata haru saat mereka melihat Duchess kembali ke tanah kelahirannya."
James mengangguk, menambahkan. "Tidak hanya rakyatnya, Oliver. Keluarga D’Orland juga sangat terbuka dan hangat. Saat Duchess datang, semua orang berjejer rapi menyambut nya. Tangis haru menyelimuti kediaman D'Orland, cinta mereka untuk Duchess benar-benar tulus. Aku bahkan tadi ikut meneteskan air mata."
Oliver mendengarkan dengan saksama, ekspresinya berubah menjadi penuh penghormatan. "Aku sudah lama tahu betapa luar biasa Duchess Jasmine sebelum Duchess masuk ke kediaman Clair, tapi mendengar cerita ini membuatku semakin yakin bahwa dia adalah seorang wanita yang kuat dan dihormati di wilayah D'Orland ini."
James berkata dengan bangga, "Kau tau, aku masih teringat peristiwa tadi. Pertarungan kita melawan bandit gunung, namun ternyata mereka adalah pembunuh bayaran. Duchess Jasmine benar-benar mengagumkan saat bertarung dengan mereka."
Markus yang duduk di samping mereka, terlihat penasaran. Sebagai seorang kusir tanpa kemampuan bela diri, ia tidak banyak bicara, hanya mendengarkan saja.
"Duchess ternyata memiliki kemampuan bela diri yang luar biasa," jawab Oliver sambil mengenang. "Dia begitu cekatan dan penuh perhitungan. Gerakannya cepat, pukulannya kuat, bahkan beberapa pembunuh terjatuh hanya dalam beberapa serangannya. Jika dibandingkan dengan kami, aku yakin dia jauh lebih unggul."
James tertawa kecil. "Aku setuju. Aku sudah bertahun-tahun berlatih bela diri, tapi saat melihat Duchess Jasmine bertarung, aku merasa seperti amatir. Dia bukan hanya tangguh, tapi juga memiliki ketenangan dan strategi yang matang."
Oliver menambahkan, "Aku sendiri tidak pernah menyangka bahwa wanita yang selama ini dianggap lemah di Clair sebenarnya adalah seseorang yang sangat kuat dan berani. Perubahan pandanganku tentang Duchess Jasmine benar-benar terjadi saat itu."
Mereka bertiga asyik mengobrol sambil menunggu kedatangan Duchess Jasmine untuk mengajak mereka pulang ke wilayah Clair kembali.