Ganti judul: Bunda Rein-Menikah dengan Ayah sahabat ku
"Rein, pliss jadi bunda gue ya!!" Rengek Ami pada Rein sang sahabat.
"Gue nggak mau!" jawab Rein.
"Ayolah Rein, lo tega banget sama gue!"
"Bodo amat. Pokok nya, gue nggak mau!!" tukas Rein, lalu pergi meninggalkan Ami yang mencebik kesal.
"Pokoknya Lo harus jadi bunda gue, dan jadi istri daddy gue. Titik nggak pake koma!" ujarnya lalu menyusul Rein.
Ayo bacaa dan dukung karya iniii....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mey(◕દ◕), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Davin menatap Rein yang tampak sangat cantik malam ini. Sebenarnya bukan malam ini saja, tapi hari-hari lain pun wanita itu selalu tampil cantik.
Hanya saja saat ini Rein menggunakan sebuah dress hitam yang senada dengan jas nya menambah kesan cantik dan elegan membuat Rein sangat mempesona di mata Davin. Sengaja memang pria itu samakan, agar kedua nya terlihat lebih romantis pikirannya.
Mobil memacu dengan kecepatan sedang, Rein dengan rasa penasaran nya menoleh pada Davin. "Om kita mau kemana sih?" tanya nya dengan penasaran.
Davin terkekeh kecil, entah ini sudah kali ke berapa Rein menanyakan hal yang sama, namun Davin selalu menjawab. "Sudah nanti juga tahu sendiri. Sekarang duduk diam, sambil nikmati perjalanan saja." ucap nya yang entah kenapa terdengar menyebalkan di telinga Rein.
Wanita itu mengerucutkan bibirnya, kemudian terdengar helaan nafas kesal. Rein menatap sekeliling nya, karena sedang kesal, Rein tidak menyadari bahwa mereka baru saja memasuki sebuah bangunan mewah.
Davin tersenyum melihat raut muram Rein, jari telunjuk nya kemudian terangkat lalu menusuk pipi bulat Rein, membuat wanita itu menengok dan menatap nya.
"Kenapa?" Tanya nya malas.
Davin tertawa kemudian mengelus pipi Rein, ia tak ingin momen yang seharusnya romantis nanti menjadi terganggu karena Rein yang masih kesal dengan nya.
"Kita udah sampai, kamu nggak mau turun?" tanya nya.
Rein menoleh menatap sekeliling nya, ia tersentak kala melihat deretan mobil mewah terparkir dengan indah.
"Eh! Kita udah sampai?" Tanya nya baru sadar.
Davin tertawa kecil kemudian mengangguk. "Makanya jangan ngambek terus, nggak nyadar kan kalau kita udah sampai."
Rein menatap Davin tak enak kemudian mengangguk. "Iya iya maaf."
"Ayo turun?" Ajak Davin membuat Rein mengangguk sambil tersenyum manis.
***
"Woww!?" Decakan kagum terdengar dari bibir Rein.
Pemandangan indah bisa Rein tangkap ketika mereka menginjakkan kaki di lantai 67 the westin Jakarta.
View di Henshin Bar & Restauran sudah tidak bisa di ragukan lagi, Rein maupun Davin bisa melihat pemandangan langit Jakarta yang sangat indah saat malam hari.
Meskipun menguras kantong, Davin tak tanggung-tanggung untuk membuat kencan mereka ini terkesan romantis, pria itu bahkan sudah menyewa tempat itu, khusus untuk acara kencan keduanya.
"Ayo duduk," ucap Davin romantis di selingi tangan yang menarik bangku dan mempersilahkan Rein untuk duduk. Perlakuan Davin sukses membuat Rein merona malu.
"Terimakasih." balas nya sambil memberikan senyum semanis mungkin.
Davin mengangguk sambil menatap wanita yang kini duduk di hadapan nya ini dengan sayang.
Tak lama kemudian, dua orang masuk lalu menghidangkan menu yang sudah di persiapkan.
Lagi-lagi Rein terpukau melihat semua ini, jujur saja dalam hidup nya ini baru pertama kali ia di perlakukan dengan semanis ini.
"Ayo makan," ucap Davin pada Rein, membuat wanita itu mengangguk semangat.
Kedua nya menikmati hidangan yang ada dengan pikiran masing-masing. "Suka nggak?" tanya Davin di sela-sela makan.
Rein mengangguk antusias, ia sangat menyukai ini. "Suka banget, makasih om." Balas nya sambil tersenyum.
Davin menghela nafas, kemudian menatap Rein. "Bisa nggak, jangan panggil om mulai sekarang?" Ucap nya dengan raut kesal.
Rein mengerutkan keningnya, bukan nya pria di hadapannya ini sudah om-om. Lalu mengapa ia tidak ingin di panggil om?.
"Bukan nya om, emang udah om-om ya?" Tanya Rein pada Davin.
"Ya memang, tapi mulai sekarang, detik ini juga panggil aku yang lain, jangan om, kita kan sudah pacaran, kok masih om-om!" Rein mengangguk saja, ia tidak ingin mengacaukan momen manis ini. Lagian yang di katakan Davin juga ada benarnya, mereka kan sudah menjadi sepasang kekasih, bukan paman dan ponakan.
Davin tersenyum bangga sekaligus bahagia karena Rein . menuruti nya. "Sayang, tutup matanya dulu ya?" Pinta Davin sambil menggenggam tangan Rein di atas meja.
"Untuk apa om-eh mas?" Tanya Rein kikuk saat salah menyebut kan panggilan untuk Davin.
Davin berbinar mendengar nya. "Aku suka panggilan itu." Ucap nya jujur dengan raut bahagia.
Rein terkekeh kecil lalu mulai menutup matanya. Davin yang melihat itu dengan cepat berdiri kemudian menyambut sebuah buket bunga dan sebuah paper bag yang baru saja di berikan oleh seorang pelayan.
"Sayang, coba buka matanya?" Pinta Davin yang sudah berdiri di samping Rein.
Rein mengangguk dan dengan perlahan, wanita itu membuka matanya. Rein refleks menutup mulut kala Davin menyodorkan nya sebuah buket bunga mawar dan sebuah paper bag.
Rein memeluk Davin sambil mengucapkan terima kasih. "Makasih mas, astagaa bahagia banget!!" Ucap nya excited sampai meneteskan air mata.
Davin membalas pelukan Rein dengan tangan yang perlahan
merogoh saku celana lalu mengeluarkan sebuah kotak beludru.
Belum habis dengan kebahagian yang di berikan, Rein kini di kejutkan lagi dengan Davin yang tiba-tiba berlutut di hadapan nya.
"M-mas, ini apa?" tanya tak percaya, sambil menatap Davin dengan kaget.
"Mau menikah dengan ku?" Tanya Davin to the point, membuat Rein refleks memegang dada.
"Astaga mas, jangan tiba-tiba dong!! Tapi ini seriusan?"
Suasana yang tadi nya melow dan romantis, kini malah berubah kala Rein tiba-tiba bertanya.
Davin mengangguk mantap sambil menatap Rein. "Aku serius. Entah dari kapan, tapi perasaan ini perlahan muncul, membuat aku bertekad mengajak kamu untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius lagi." Ucap nya masih pada posisi yang sama.
Rein tersenyum kecil kemudian mengangguk. "Terimakasih. Aku nggak nyangka bisa dapat kejutan seperti ini. Tadi nya aku kira kita cuma mau kencan biasa, tapi ternyata di luar expetasi aku." Rein memeluk Davin dengan erat kala cincin itu terpasang indah di jari manis nya.
"Sama-sama. Maaf sudah buat kamu bimbang dan ragu akan perasaan aku. Mulai sekarang ayo kita saling terbuka satu sama lain. Kita bangun hubungan ini lebih serius lagi."
Rein mengangguk dengan perasaan senang yang tak terbendung.
***
"Daddy sama Rein lagi apa ya?" Ucap Ami. Wanita itu sedang duduk sambil menatap layar laptop nya.
Tek
Ami mempause video yang ia tonton, kemudian meraih ponselnya. Setelah menemukan nomor Rein, Ami langsung menekan tombol panggilan video.
Di seberang sana Rein baru saja tiba di rumah dengan Davin. Kedua nya langsung menduduki sofa. Rein dengan cepat merogoh isi tas nya lalu mengambil ponsel nya.
"Ami, nelfon mas?" Ucap nya sambil menatap Davin.
"Angkat. Aku kangen sama anak itu," titah Davin membuat Rein langsung mengangkat nya.
"Hallo bun, dad..." Pekikan keras itu sebagai pembuka obrolan. Rein dan Davin refleks mengelus dada.
Ami menatap Rein dan sang daddy yang tumben duduk berdua. Jangan-jangan mereka sudah....
"Daddy kok bisa duduk sama Rein?" ucap nya sambil menelisik kedua nya.
Rein refleks menatap Davin agar pria itu menjawab. "Oh tadi Daddy kebetulan lewat." Alibi nya, namun Ami masih saja menaruh curiga akan dua manusia ini.
Mata tajam nya menelisik kedua nya, hingga terhenti saat melihat sebuah benda yang berada di jari Rein, ketika wanita itu tak sengaja mengangkat tangan nya.
"Rein, cincin apa tuh?" tanya nya, membuat jantung Rein berdegup dua kali lebih cepat.
TBC....