Kecelakaan yang menimpa Nasya bersama dengan calon suaminya yang menghancurkan sekejap kebahagiaanya.
Kehilangan pria yang akan menikah dengan dirinya setelah 90% pernikahan telah disiapkan. Bukan hanya kehilangan pria yang dia cintai. Nasya juga kehilangan suaranya dan tidak bisa berjalan.
Dokter mengatakan memang hanya lumpuh sementara, tetapi kejadian naas itu mampu merenggut semua kebahagiaannya.
Merasa benci dengan pria yang telah membuat dia dan kekasihnya kecelakaan. Nathan sebagai tersangka karena bertabrakan dengan Nasya dan Radit.
Nathan harus bertanggung jawab dengan menikahi Nasya.
Nasya menyetujui pernikahan itu karena ingin membalas Nathan. Hidup Nasya yang sudah sepenuhnya hancur dan juga tidak menginginkan Nathan bisa bahagia begitu saja yang harus benar-benar mengabdikan dirinya untuk Nasya.
Bagaimana Nathan dan Nasya menjalani pernikahan mereka tanpa cinta?
Lalu apakah setelah Nasya sembuh dari kelumpuhan. Masih akan melanjutkan pernikahan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Perhatian Manis.
"Saya mohon doa dari semuanya. Agar proses pengobatan Nasya berjalan dengan lancar," ucap Nathan.
"Pasti! kami semua berada di sini memberikan doa yang terbaik untuk kalian berdua dan kamu juga semoga diberikan kemudahan atas segala niat tulus kamu," sahut Raden.
Wajah Nasya begitu sangat kesal saat orang tuanya memberikan pernyataan bahwa Nathan begitu tulus dan pada kenyataannya Nathan adalah pria yang berpura-pura.
"Kamu hati-hati Nathan dan kamu jangan terlalu memaksakan diri untuk melakukan apapun. Kamu juga harus memikirkan kesehatan kamu. Mama tidak ingin terjadi sesuatu pada kamu," ucap Santi dengan raut wajah yang sedih tampak mengkhawatirkan putranya.
"Santi kamu sangat berlebihan mengatakan seperti itu," tegur Ibrahim yang tidak enak dengan besannya.
"Mama tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa. Aku dan Nasya pasti akan baik-baik saja dan seperti apa yang aku katakan sebelumnya. Jika kami akan kembali ke Jakarta jika Nasya sudah sembuh," ucap Nathan.
"Kami berharap apa yang kamu katakan sama dengan apa yang akan kamu lakukan!" sahut Andre.
Nathan yang tidak mengatakan apa-apa lagi dan berpamitan sekali lagi begitu juga dengan Nasya yang dipeluk oleh Malika dan akhirnya Nathan mendorong kursi roda tersebut dan sementara koper mereka di bawah oleh petugas Bandara
Wajah Malika tampak sedih yang harus melepaskan putrinya. Tetapi dia berusaha untuk kuat karena semua itu demi kebaikan Nasya.
"Aku tidak percaya jika Nathan benar-benar sangat patuh pada gadis itu. Bagaimana mungkin hidup putraku harus berakhir di tangan wanita yang cacat," batin Santi yang masih saja kesal kepada Nasya karena sudah sangat kurang ajar kepada dirinya.
***
Nasya dan Nathan yang sudah berada di dalam pesawat yang pasti mereka berada di pesawat bisnis class agar mendapatkan tempat ternyaman bagi Nasya yang sekarang duduk di samping Nathan dengan posisi kursi Nasya sedikit diturunkan agar Nasya bisa nyaman berbaring.
Pesawat juga sudah mengudara dan sejak tadi Nathan hanya diam yang melihat tablet. Dia juga memiliki banyak pekerjaan yang mana tidak pernah disentuh semenjak menikah dengan Nasya karena harus meladeni semua tingkah Nasya.
"Tuan. Kami membawakan makan malam," ucap pramugari yang menghampiri mereka berdua.
Nathan menganggukkan kepala dan memasang meja di depannya sebagai tempat untuk makanan yang akan disajikan.
"Nona saya bantu untuk menegakkan kursinya," pramugari tersebut berjongkok yang akhirnya membuat kursi Nasya kembali tegak dengan posisi duduk agar bisa menikmati makan malam yang disiapkan di pesawat.
Pramugari cantik itu langsung menyiapkan makanan tersebut meletakkan di atas meja yang sebelumnya juga sudah dia pasang untuk Nasya.
"Apa tuan dan Nona masih membutuhkan sesuatu?" tanya pramugari itu dengan sangat ramah setelah selesai menghidangkan semua makanan itu.
"Tidak! nanti jika saya membutuhkan sesuatu saya akan memanggil kamu," jawab Nathan.
"Baiklah kalau begitu silakan dinikmati makanannya. Saya permisi dulu!" ucap pramugari tersebut yang langsung pergi.
Nathan yang mulai menyendokkan makanan tersebut dan sebelum itu dia menoleh ke arah Nasya yang mana Nasya masih diam.
"Kamu tidak suka makanannya? Apa aku harus menyuruh pesawat ini berhenti dan pulang ke rumah untuk membawakan makanan yang dimasak Bundamu?" sindir Nathan yang pasti masih mengingat kejadian sewaktu di rumah sakit.
Nasya langsung melihat ke arah Nathan dengan menatap suaminya itu horor. Baru bisa jadi pesawat dia sudah dibuat sangat kesal.
"Tapi sepertinya kali ini aku tidak bisa menuruti keinginanmu. Pesawat ini tidak mungkin kembali ke Jakarta. Jadi makanlah apa yang ada," ucap Nathan yang langsung menikmati makanannya dan sementara Nasya masih begitu kesal yang menatap makanan itu.
"Mentang-mentang aku sudah tidak bersama dengan orang tuaku ada yang dia sekarang seenaknya berbicara kepadaku, berkali-kali menyindirku," batin Nasya dengan kesal.
Nasya yang mau tidak mau harus makan, mungkin saja perutnya juga lapar tangannya mulai mengambil sendok dan menyentuh makanan yang terdapat nasi putih, ada sayuran, ada lalapan timun, ada salmon dan juga terdapat sup.
Nathan melirik ke arah Nasya yang melihat bagaimana Nasya menyisihkan daun bawang di atas sup tersebut yang sepertinya Nasya tidak menyukai daun bawang.
Nathan menghela nafas yang tiba-tiba mengambil makanan Nasya yang membuat Nasya sedikit kaget. Nathan yang mengambil alih untuk menyisihkan semua daun bawang tersebut.
Dan setelah benar-benar sudah dipastikan tidak ada Nathan mengembalikan kemeja Nasya. Nathan juga mengambil salmon dari piring Nasya dan menukarnya dengan ayam milik Nathan.
"Makanlah!"
"Makanan yang ada di depan kamu sama sekali sudah tidak bermasalah dan tidak akan membuat kamu alergi," ucap Nathan. Nasya mengerutkan dahinya.
"Apa dia tahu jika aku alergi makan salmon?" tanya Nasya di dalam hati.
Tetapi apapun itu Nasya benar-benar sangat terbantu dengan Nathan yang sudah berbaik hati menyisihkan daun bawang yang menjadi masalah.
***
Akhirnya mereka sampai juga di Swiss. Nathan dan Nasya yang di jemput supir di Bandara. Mobil yang berhenti di depan rumah berlantai 2 itu. Rumah dengan bangunan klasik Eropa yang terlihat begitu estetis dan di sekelilingnya dipenuhi dengan pohon dan tanaman yang indah.
Nathan yang mendorong kursi roda Nasya dan sementara sopir mengeluarkan barang-barang dari dalam bagasi mobil. Pintu rumah terbuka yang memperlihatkan seorang wanita sekitar berusia 50 tahunan.
"Tuan sudah tiba," ucap wanita itu dengan menundukkan kepala dan mengangkat kepala kembali yang melihat ke arah Nasya dengan tersenyum yang menyambut Nasya dengan sangat baik.
"Iya. Bi, kamu bantu masukkan barang-barang ke dalam," ucap Nathan.
"Baik tuan! Saya juga sudah menyiapkan kamar tuan dan Nona," ucap Bibi. Nathan hanya menganggukkan kepala.
Di bayangan Nasya wanita yang dikatakan Nathan akan membantu di rumahnya adalah wanita muda yang mungkin seperti suster sekitar berusia 20 tahunan dan ternyata sudah ibu-ibu.
"Kita langsung masuk saja," ucap Nathan. Nasya tidak merespon apapun dan Nathan langsung mendorong kursi roda Nasya.
Kepala Nasya berkeliling melihat rumah yang akan dia tempati dan Nathan. Setiap dinding yang dilapisi dengan kaca yang dapat melihat keindahan di luar sana. Warna di dalam rumah juga terlihat netral dengan berbagai furniture klasik.
"Kamu pasti capek! Kamu langsung istirahat saja," ucap Nathan yang mendorong kursi roda tersebut menuju salah satu pintu yang terbuka yang mungkin saja menjadi kamar mereka.
Nasya hanya patuh saja dan sepertinya dia harus menjaga tingkah, karena tidak ada orang yang dekat dengan dirinya di sana dan takut jika Nathan kehilangan kesabaran padanya.
Kepala Nasya kembali melihat di sekitar dalam kamar, terdapat ranjang king size dengan warna spray biru tua, terdapat juga sofa di dekat jendela, ada televisi lemari dan juga printilan lainnya.
"Kamu bisa beristirahat di sini dan aku akan tidur di kamar lain," ucap Nathan yang membuat Nasya dengan cepat melihat ke arah Nathan dengan dahi berkerut.
Ternyata mereka akan pisah kamar dan hal itu pasti tidak diduga Nasya.
"Kenapa? kamu keberatan jika kita berdua pisah ranjang. Kamu ingin kita satu kamar?" tanya Nathan dengan satu alis terangkat.
Nasya merespon hanya dengan wajah kesal dan kembali mengalihkan pandangannya, ekspresi wajahnya sudah menjelaskan bahwa dia tidak Sudi dengan semua itu.
Bersambung......