Alena adalah seorang gadis ceria yang selalu berbicara keras dan mencari cinta di setiap sudut kehidupan. Dia tidak memiliki teman di sekolah karena semua orang menganggapnya berisik. Alena bertekad untuk menemukan cinta sejati, meski sering kali menjadi sasaran cemoohan karena sering terlibat dalam hubungan singkat dengan pacar orang lain.
Kael adalah ketua geng yang dikenal badboy. Tapi siapa sangka pentolan sekolah ini termasuk dari jajaran orang terpintar disekolah. Kael adalah tipe orang yang jarang menunjukkan perasaan, bahkan kepada mereka yang dekat dengannya. Dia selalu berpura-pura tidak peduli dan terlihat tidak tertarik pada masalah orang lain. Namun, dalam hati, Kael sebenarnya sangat melindungi orang yang dia pedulikan, termasuk gadis itu.
Pertemuan tak terduga itu membuatnya penasaran dengan gadis berisik yang hampir dia tabrak itu.
"cewek imut kayak lo, ga cocok marah-marah."
"minggir lo!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addinia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mie ayam
Suasana sekolah mulai sepi, beberapa siswa terlihat membereskan buku di kelas atau bersiap pulang. Alena memasukkan buku-bukunya ke dalam tas dan berjalan keluar dari kelas.
Baru beberapa langkah keluar, seorang pria menghampirinya.
"Hai, Alena kan?" Sapanya.
Alena berhenti dan menatap pria itu dengan sedikit terkejut, tapi tetap sopan.
"Iya. Kenapa, ya?"
"Gue nggak bikin masalah lagi kan?" Ucap Alena dalam hati.
"Nggak ada apa-apa, gue cuma mau kenalan. Gue sering liat lo jalan sendirian di koridor."
"Gue nggak punya temen, makanya selalu sendirian."
"Oh ya? Keren."
Alena menoleh. "Apanya yang keren dari nggak punya temen?"
"Keren, karena lo jadi bisa apa-apa sendirian, semua orang bakal ngira lo cewek mandiri." Jawab Bintang.
Alena diam.
"Gue salah ngomong ya?" Tanya Bintang.
Alena menggeleng cepat, "nggak! gue cuma lagi mikir aja, apa iya semua orang nilai gue begitu."
Belum sempat Bintang menjawab, Alena langsung bertanya pada pria itu.
"Lo kelas mana?" Tanya Alena.
"12 IPA 2."
"Kelas lo lebih unggulan di banding kelas gue, yang pastinya lo jauh lebih pinter."
Bintang tertawa pelan, dan mereka mulai berjalan bersama menyusuri lorong. Pembicaraan mereka berlangsung santai dan mengalir. Alena merasa cukup nyaman berbicara dengan Bintang, sesuatu yang jarang ia rasakan.
"Kelas gue nggak seru, terlalu ambis. Nggak ada bercandanya sedikit." Ucap Bintang.
Alena jadi teringat Ghost Riders, yang mana mereka lah yang membuat kelas sedikit lebih asik.
"Lo nggak ambis juga emang?"
"Setengah-setengah." Jawab Bintang.
"Maksudnya?" Bingung Alena.
"Setengah ambis, setengah enggak."
Alena tertawa mendengarnya.
Sementara itu, dari kejauhan, Ghost Riders baru keluar dari kelas mereka. Kael berjalan di depan, diikuti Luka, Ronan, dan yang lainnya. Tawa dan obrolan mereka langsung berhenti ketika mereka melihat Alena berbicara dengan Bintang di lorong.
Luka menyenggol Kael. "Bu guru cinta kita lagi ngobrol sama cowok."
Ronan tertawa kecil. "Fiks, posisi lo semakin menurun, El."
"Dari penerawangan gue sih, tuh cowok kutu buku. Pasti tipe Alena banget." Bayu ikut mengompori Kael.
Kael melirik mereka dengan malas, tapi tatapannya tetap tertuju pada Alena dan Bintang.
"Berisik, orang cuma ngobrol doang."
"Cuma ngobrol? Dari sini aja keliatan mereka cocok banget. Muka mereka aja kayak poster drama remaja." Cibir Ezra.
Luka tertawa lebih keras, menepuk bahu Kael.
"Lo nggak panas, El? Nggak mau nyamperin dan ngusir tuh cowok?"
Kael tersenyum kecil. "Ngusir? Nggak ada urusan sama gue. Kalau dia emang bisa bikin Alena ketawa, ya bagus."
Tapi dalam hati, Kael merasa ada sedikit ketidaknyamanan. Ia tetap menatap mereka dari jauh, matanya menyipit saat melihat senyum Alena yang jarang ia lihat sebelumnya.
Alena dan Bintang sampai di parkiran setelah obrolan mereka yang menyenangkan di sepanjang lorong. Bintang berhenti di dekat motornya dan menoleh ke Alena dengan senyum ramah.
"Ayo, bareng."
Alena terdiam sejenak, ragu. Dia merasa nyaman dengan Bintang, tapi ada sesuatu yang membuatnya tidak ingin pulang bersama siapa pun hari itu.
"Makasih, tapi nggak usah. Gue pulang sendiri aja." Tolak Alena.
Bintang terlihat sedikit kecewa, namun ia tetap tersenyum dan mengangguk.
"Yaudah kalo gitu gue duluan, ya."
Alena tersenyum tipis. "Iya hati-hati."
Saat Alena mulai melangkah meninggalkan parkiran, dari kejauhan, Kael yang tengah berdiri di dekat gerbang sekolah melihat interaksi mereka. Senyum tipis muncul di wajah Kael saat mendengar penolakan Alena. Ia seolah merasa sedikit lega, meskipun tidak ingin mengakuinya.
Alena mulai berjalan santai menyusuri trotoar, mencoba mengabaikan suara riuh yang terdengar dari belakang. Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Nama "Papa" tertera di layar, dan hatinya langsung terasa berat.
Alena mengangkat teleponnya dengan wajah datar, mencoba menahan emosinya. Suara di ujung sana terdengar ceria, tapi bagi Alena itu justru membuatnya semakin kesal.
"Halo, Ale. Gimana kabar kamu?"
"Baik."
"Bagus kalo gitu, papa mau ngajak kamu ketemu. Papa kangen banget sama kamu."
Alena diam sejenak, gadis itu menghela napas pelan. "Ya, aku juga kangen."
"Gimana? kapan kamu punya waktu, sayang?"
"Nggak tau pa, banyak tugas sekolah."
"Tapi ada waktu buat papa kan? kita bisa jalan-jalan ke mall. Kamu bisa beli apapun yang kamu mau."
"Iya, nanti kita bicarain lagi."
Telfonan itu terasa panjang, membebani Alena, meskipun hanya percakapan singkat. Di tengah jalan, Alena memejamkan matanya, menahan emosi.
Alena akhirnya memutuskan telepon itu setelah beberapa menit. Ia merasa lega meskipun ada amarah yang masih tertinggal dalam dirinya.
"Setelah bertahun-tahun hilang tanpa kabar, tiba-tiba dateng setelah dia ngerasa semuanya udah baik-baik aja."
Alena menendang batu-batu kecil di jalan.
...----------------...
Alena memasuki warung mie ayam kecil yang terletak di pinggir jalan, tempat favoritnya untuk melampiaskan lapar sekaligus menenangkan diri. Udara sore yang sejuk membuatnya sedikit lebih rileks, dan aroma mie ayam yang khas menyambutnya saat ia duduk di meja dekat jendela. Ia memesan mie ayam seperti biasa, berharap makanannya bisa meredakan amarah yang masih tersisa dari percakapan dengan papanya.
"Cuma Mie ayam yang bisa bikin hati gue sedikit lebih baik." Ucap Alena dalam hati, sambil menunggu pesanannya datang.
Tiba-tiba, pintu warung terbuka dan seorang pria masuk. Dengan langkah santai, dia mendekati penjual dan memesan mie ayam.
"Mie ayam satu, buk." Ucap pria itu santai.
Alena terkejut saat mendengar suara itu, dan saat pria itu berbalik, ia langsung mengenalinya. Itu, Kael. Pria itu tersenyum sambil duduk di meja yang berada tepat di hadapannya.
Alena memandangnya dengan heran. "Ngapain lo di sini? Ini warung biasa, bukan tempat hangout lo." Ketus Alena.
Kael tersenyum santai. "Nggak ada larangan buat orang kayak gue makan di sini, kan?"
Alena mengangkat alisnya. "Lo.. Beneran suka mie ayam, apa cuma fomo doang?"
Kael tertawa kecil, menyandarkan punggung di kursi. "Gue emang lebih sering makan di tempat fancy, tapi mie ayam kadang lebih nikmat dan nggak bisa di tandingin dengan makanan lainnya."
"Gue nggak percaya!"
Kael menatap Alena dengan serius. "Kadang, yang sederhana itu yang paling pas."
Alena hanya diam, memandang Kael yang kini duduk di depannya. Ia merasa sedikit canggung, tapi tidak ingin menunjukkan kalau dia tertarik dengan percakapan itu.
"Jangan harap gue mau ngobrol sama lo. Gue nggak butuh teman ngobrol."
Kael memandangnya dengan santai, tanpa rasa terganggu. "Gue cuma pengen makan mie ayam. Kalau lo nggak mau ngobrol, ya nggak masalah. Tapi lo nggak bisa menghindar dari gue, karena lo nggak mungkin pergi sekarang ninggalin mie ayam lo kan?"
Alena hanya mendengus pelan, merasa sedikit jengkel dengan sikap Kael yang selalu santai menghadapi apapun.