Li Shen, murid berusia 17 tahun dari Sekte Naga Langit, hidup dengan dantian yang rusak, membuatnya kesulitan berkultivasi. Meski memiliki tekad yang besar, dia terus menjadi sasaran bully di sekte karena kelemahannya. Suatu hari, , Li Shen malah diusir karena dianggap tidak berguna. Terbuang dan sendirian, dia harus bertahan hidup di dunia yang keras, mencari cara untuk menyembuhkan dantian-nya dan membuktikan bahwa ia lebih dari sekadar seorang yang terbuang. Bisakah Li Shen bangkit dari keterpurukan dan menemukan jalan menuju kekuatan yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chp 31
Setelah suasana kota mulai tenang, sebuah pertemuan eksklusif diadakan di paviliun besar milik Klan Bai. Di ruangan megah itu, duduk para pemimpin dari tiga kekuatan besar Qinghai—Yuan Jian dari Sekte Pedang Emas, Bai Tian dari Klan Bai, dan Lei Zhen dari Klan Lei. Di tengah mereka, Li Shen duduk dengan tenang, sikap santainya tetap mencolok di antara atmosfer serius pertemuan tersebut.
Bai Tian membuka pertemuan dengan suara tenang namun tegas. "Li Shen, tanpa bantuanmu, mungkin malam itu akan menjadi akhir bagi kota Qinghai. Kami semua di sini berutang besar padamu. Untuk itu, kami mengundangmu untuk mendiskusikan bentuk penghargaan yang pantas untukmu."
Yuan Jian mengangguk. "Setuju. Bagi kami, apa pun yang kau minta, selama itu berada dalam batas kemampuan kami, akan kami berikan. Peranmu tidak hanya menyelamatkan kota ini tetapi juga memastikan kestabilan keempat kekuatan besar."
Lei Zhen yang biasanya serius, juga berbicara dengan nada penuh penghargaan. "Kau adalah pahlawan di mata semua orang di Qinghai, Li Shen. Jadi, sebutkan apa yang kau inginkan, dan kami akan berusaha memenuhinya."
Li Shen menyandarkan tubuhnya ke kursi, terlihat berpikir sejenak sebelum akhirnya berbicara dengan nada santai. "Jujur saja, aku tidak terlalu peduli dengan gelar atau penghargaan yang mewah. Tapi ada satu hal yang aku cari—sebuah artefak yang berisi kekuatan kuno. Aku tidak tahu apakah kalian memiliki informasi tentang itu, tetapi itu adalah sesuatu yang sangat penting bagiku."
Ruangan seketika menjadi hening. Bai Tian dan Lei Zhen saling bertukar pandang, sementara Yuan Jian mengernyit, tampak berpikir keras. Setelah beberapa saat, Bai Tian akhirnya angkat bicara.
"Ada sesuatu yang ditemukan di markas Sekte Lingxiao setelah perang. Sebuah artefak misterius yang tidak diketahui asal-usulnya. Artefak itu memancarkan energi yang sangat besar, bahkan para tetua kami tidak dapat memahaminya. Kami memutuskan untuk menyimpannya karena khawatir akan dampaknya."
Li Shen mengangkat alis. "Artefak itu... apakah kalian sudah mencoba meneliti lebih jauh?"
Lei Zhen menjawab, suaranya berat namun penuh keyakinan. "Belum banyak yang bisa kami lakukan. Artefak itu terlalu berbahaya untuk disentuh sembarangan. Tapi jika kau merasa itu yang kau cari, maka kami bersedia menyerahkannya kepadamu. Lagi pula, tanpa dirimu, kami bahkan tidak akan memiliki kesempatan untuk memilikinya."
Li Shen tersenyum tipis. "Bagus. Aku ingin artefak itu. Selain itu..." Dia berhenti sejenak, memasang ekspresi setengah bercanda. "Aku juga butuh uang. Banyak uang. Perjalanan panjang membutuhkan bekal yang cukup, bukan?"
Yuan Jian tertawa kecil. "Kau benar-benar unik, Li Shen. Mengalahkan musuh dengan kekuatan luar biasa, lalu meminta artefak dan uang sebagai imbalan? Tentu saja. Kami akan memberikan apa yang kau butuhkan."
Bai Tian menambahkan dengan nada ramah, "Semua rampasan dari Sekte Lingxiao yang tidak memiliki nilai strategis akan kami gunakan untuk pembangunan kembali kota Qinghai. Namun, sebagian hasilnya juga akan kami alokasikan untuk memenuhi kebutuhanmu. Pertolonganmu pada kota ini sudah cukup menjadi alasan untuk itu."
Li Shen mengangguk puas. "Itu sudah cukup bagiku. Pastikan saja kalian menggunakan rampasan itu dengan baik untuk membangun kota ini. Qinghai punya potensi besar, dan aku ingin melihatnya berkembang di masa depan."
Setelah diskusi selesai, Bai Tian memerintahkan artefak itu dibawa ke paviliun. Ketika artefak itu akhirnya diletakkan di hadapan mereka, Li Shen dapat merasakan energi luar biasa yang memancar darinya. Artefak itu berbentuk kristal emas dengan ukiran berbentuk naga yang berpendar samar, seolah menyimpan rahasia yang sangat besar.
"Ini menarik," gumam Li Shen sambil menatap artefak itu dengan penuh minat. "Terima kasih atas kepercayaan kalian. Dengan ini, aku bisa melanjutkan pencarianku."
Pertemuan itu ditutup dengan anggukan hormat dari para patriark. Li Shen, meski tetap dengan sikap santainya, meninggalkan paviliun dengan artefak di tangan dan kantong penuh koin emas, bersiap untuk babak baru dalam perjalanannya.
Setelah pertemuan selesai dan hadiah yang dijanjikan telah diterima, Li Shen memutuskan untuk berjalan-jalan mengelilingi kota Qinghai. Malam sebelumnya, ia sudah mendengar tentang betapa parahnya kerusakan yang disebabkan oleh pertempuran besar itu. Kini, ia ingin melihat sendiri bagaimana keadaan kota itu—dan bagaimana orang-orangnya mulai bangkit dari kehancuran.
Langit cerah dengan matahari bersinar hangat, namun suasana kota masih terasa suram. Puing-puing bangunan yang runtuh memenuhi jalanan, beberapa area berubah menjadi tanah tandus yang retak akibat serangan energi yang begitu dahsyat. Namun, di tengah kehancuran itu, pemandangan orang-orang yang bekerja sama untuk membangun kembali kota memberikan sedikit harapan.
Li Shen berjalan santai di sepanjang jalan utama, mengenakan jubah hitamnya yang berkelas. Tubuhnya yang tegap dan aura khasnya menarik perhatian banyak orang. Dalam perjalanan, ia sering mendengar bisikan pelan dari warga yang mengenalinya.
"Itu dia... itu Li Shen, orang yang mengalahkan Zhao Liang."
"Dia pahlawan kita. Kalau bukan karena dia, Qinghai mungkin sudah hancur seluruhnya."
"Lihat betapa muda dia... bagaimana bisa dia mengalahkan seseorang seperti Zhao Liang?"
Li Shen pura-pura tidak mendengar semua itu, meski senyuman tipis tersungging di sudut bibirnya. Ia memang tidak terbiasa dengan perhatian semacam ini, namun juga tidak merasa terganggu.
Di salah satu sudut jalan, ia berhenti untuk mengamati sekelompok pekerja yang sedang membangun kembali sebuah rumah besar. Seorang pria paruh baya, yang tampaknya pemimpin kelompok itu, mendekat padanya dengan wajah penuh hormat.
"Tuan Li Shen," sapa pria itu dengan nada sungkan. "Kami... kami semua sangat berterima kasih atas apa yang telah Anda lakukan untuk kota ini. Tanpa Anda, kami tidak tahu bagaimana nasib kami."
Li Shen mengangkat alis, sedikit terkejut pria itu mengenalinya secara langsung. "Aku hanya melakukan apa yang perlu dilakukan. Kalianlah yang bekerja keras untuk membangun kembali kota ini. Aku hanya melewati jalan ini."
Pria itu tersenyum lebar, namun masih tampak canggung. "Tetap saja, kami berutang nyawa pada Anda. Jika suatu hari Anda membutuhkan sesuatu dari kami, jangan ragu untuk meminta."
Li Shen hanya mengangguk, kemudian melanjutkan perjalanannya. Saat ia terus berjalan, semakin banyak orang yang mendekatinya—beberapa hanya untuk sekadar mengucapkan terima kasih, sementara yang lain mencoba menawarkan makanan atau minuman sebagai tanda penghargaan.
Ketika ia tiba di pusat kota, tempat pertempuran besar terjadi, pemandangannya benar-benar memukul hatinya. Area itu sekarang seperti padang tandus luas dengan sedikit sisa bangunan yang berdiri. Li Shen berhenti di tengah-tengahnya, menatap tanah yang pernah menjadi pusat aktivitas dan kehidupan masyarakat.
Seorang anak kecil yang sedang membantu ibunya membawa bahan bangunan berhenti di dekatnya dan menunjuk ke arah Li Shen. "Itu dia, Bu! Orang yang mengalahkan monster besar!"
Sang ibu tersenyum lembut dan membungkuk sedikit ke arah Li Shen. "Kami semua sangat bersyukur, Tuan Li Shen. Anak-anak kami bisa tidur dengan tenang lagi karena Anda."
Li Shen menghela napas pendek, kemudian menepuk kepala anak kecil itu. "Jadilah kuat. Kota ini membutuhkan orang-orang sepertimu kelak."
Anak itu tersenyum cerah, sementara Li Shen melanjutkan langkahnya, merasa sedikit lebih ringan. Meski Qinghai masih jauh dari pulih, ia bisa merasakan semangat yang kuat dari orang-orangnya. Mereka adalah jiwa kota ini, dan ia yakin bahwa suatu hari Qinghai akan kembali menjadi tempat yang megah dan damai.
--------
Setelah berkeliling dan memastikan keadaan kota, Li Shen kembali ke kamar tempat ia tinggal di kediaman megah Klan Bai. Di tangannya, ia menggenggam artefak misterius itu, kristal emas dengan ukiran naga yang tampak seperti hidup. Energi yang terpancar dari artefak itu begitu kuat dan kuno, membuat bulu kuduknya meremang hanya dengan menyentuhnya.
"Baiklah, mari kita lihat apa yang sebenarnya kau sembunyikan," gumam Li Shen sambil duduk bersila di tengah ruangan. Ia mengambil napas dalam-dalam, menenangkan pikirannya. Dengan menggunakan kuku jarinya, ia melukai ujung jari dan meneteskan setetes darah segar ke permukaan kristal itu.
Tingggg!!
Seolah-olah terbangun dari tidur panjang, artefak itu langsung bereaksi. Cahaya emas menyala terang, menenggelamkan ruangan dalam kilauan magis. Li Shen merasakan pusaran energi yang begitu kuat menyedot kesadarannya. Tubuh fisiknya tetap duduk diam, namun jiwanya tiba-tiba ditarik ke dalam kegelapan.
Li Shen membuka matanya, dan ia menemukan dirinya berada di sebuah koridor tanpa ujung yang dipenuhi simbol-simbol bercahaya. Udara di sekelilingnya bergetar dengan energi misterius yang terasa berat namun juga menggetarkan semangatnya.
Di ujung koridor, muncul sesosok makhluk raksasa—seekor naga emas yang sangat besar. Tubuhnya bersinar seperti matahari, dengan sisik-sisiknya yang tampak seperti permata yang dipahat dengan sempurna. Matanya yang tajam menatap langsung ke arah Li Shen, memancarkan aura keagungan dan kekuatan.
"Manusia, siapa yang berani memanggilku dari tidur panjangku?" suara naga itu menggema seperti guntur yang membelah langit.
Li Shen tidak menunjukkan rasa takut, meski ia terpesona oleh kehadiran makhluk itu. "Aku Li Shen. Artefak ini menjadi milikku, dan aku datang untuk mengambil kekuatan yang kau jaga."
Naga itu mengeluarkan suara tawa rendah yang mengguncang koridor. "Kekuatan yang kupegang bukan untuk sembarang orang. Apakah kau layak, manusia kecil?"
Li Shen tersenyum tipis, tatapannya penuh keyakinan. "Coba saja aku."
Seketika, naga itu mengarahkan cahaya emas dari matanya ke arah Li Shen. Energi luar biasa langsung menghantam tubuh jiwanya, seperti badai yang berusaha menghancurkan setiap inci keberadaannya. Namun, Li Shen berdiri teguh, menahan tekanan itu dengan seluruh kekuatan jiwanya.
"Hmph, keberanianmu luar biasa," gumam naga itu akhirnya. "Baiklah, manusia. Aku adalah Spirit Naga Langit, pelindung dan penghuni artefak ini. Kau telah membuktikan bahwa jiwamu cukup kuat untuk menahan kekuatanku. Ambillah, dan buktikan bahwa kau layak menggunakannya."
Tubuh Li Shen tiba-tiba diselimuti oleh cahaya emas, dan ia merasakan kekuatan luar biasa masuk ke dalam dirinya. Suara naga itu menggema sekali lagi. "Kekuatan ini adalah pedang bermata dua. Gunakan dengan bijak, atau kau akan dihancurkan olehnya."
Li Shen membuka matanya, dan saat itu juga tubuhnya memancarkan aura emas yang begitu intens. Energi di sekitarnya bergetar liar, dan dari tubuhnya muncul pilar cahaya emas yang menjulang ke langit. Cahaya itu begitu terang sehingga seluruh Qinghai bisa melihatnya.
Di luar, warga kota, termasuk para tetua dan patriark aliansi, menatap langit dengan mata melebar.
"Apa itu?!" seru salah satu tetua Klan Lei. "Energi ini... apakah seseorang menerobos ke ranah Transformasi Langit?!"
Bai Tian, yang sedang berdiri di balkon paviliunnya, mengerutkan kening. "Itu datang dari arah paviliunku..."
Di dalam ruangan, Li Shen menguatkan dirinya, mengarahkan seluruh fokusnya untuk menyerap kekuatan yang masuk ke tubuhnya. Cahaya emas melilit tubuhnya seperti ular, menembus meridiannya dan memperkuat setiap sudut tubuhnya. Saat energi itu akhirnya stabil, Li Shen merasakan kekuatan barunya yang meluap-luap.
Ia membuka matanya, menghela napas dalam-dalam, dan bergumam pelan, "Ranah Transformasi Langit... tahap awal."
Aura kuatnya berangsur-angsur mereda, dan senyuman kecil muncul di wajahnya. "Sepertinya aku akhirnya mulai bermain di liga yang lebih besar."
gq nyqmbung bahasa bart nya..
pantas ga ada yg baca