"Aletha jangan pulang terlambat!"
"Aletha jangan berteman dengan dia, dia tidak baik!"
"ALETHA!"
"KAKAK! Tolong berhenti mengatur hidupku, hidupku ya hidupku. Tolong jangan terus mengaturnya seolah kau pemilik hidup ku. Aku lelah."
Naraya Aletha, si adik yang sudah lelah dengan sikap berlebihan kakak tiri nya.
Galang Dwi Ravindra, sang kakak yang begitu membutuhkan adiknya. Dan tidak ingin sang adik berpaling darinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asmawi97, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Davin menutup dokumen data siswa yang sejak tadi di teliti nya. Dan dia menghela napasnya saat ternyata dugaan nya salah besar. "Ternyata Naraya bukan adikku. Tidak ada nama Mama Hana dalam data keluarga nya."
Davin menyandarkan punggungnya pada kursi dan memijit kening nya. "Haaah ku pikir dia Naraya ku, mereka sangat mirip bahkan nama nya juga sama. Apa ini hanya kebetulan saja?"
Davin menghela napasnya kasar."Hah sebenarnya kalian dimana? Mama Hana, Naraya, aku merindukan kalian..."
.
.
.
.
Naraya lagi lagi di seret saat telah sampai di halaman rumah Ravindra. Galang dengan wajah datar nya menyeret adiknya itu untuk masuk ke dalam rumah.
"Kakak lepas...sakit..." ucap Naraya memohon agar Galang melepaskan cengkraman nya. Pergelangan tangannya sakit karena terus Galang cengkram.
Setelah sampai di kamar Naraya, Galang langsung menghempaskan tangan adiknya itu. Naraya langsung mengusap pergelangan tangannya yang memerah. Memandang takut pada Kakak nya itu.
"Kamu tahu apa kesalahan mu Raya?!" tanya Galang dengan tatapan tajam nya.
Naraya menundukkan kepala nya, tidak berani memandang Kakak nya itu. Karena Kak Galang benar-benar menyeramkan jika sedang marah. "Maaf. Aku bermain tanpa meminta ijin dari Kakak." jawab Naraya dengan nada suara nya yang terdengar bergetar karena takut, dia benar-benar menyesal karena tindakan nya berefek buruk seperti sekarang. Kak Galang pasti akan menghukum nya setelah ini.
Napas Galang terdengar memburu karena emosi nya. "Bukan hanya itu! Kau! Kau membuat Kakak menunggu mu di depan sekolah selama satu jam! Membuat Kakak khawatir! membuat Kakak takut!Kakak TAKUT KAU TERLUKA NARAYA!!"
Naraya langsung memejamkan kedua matanya mendengar bentakan Galang. Dia takut, namun Galang yang marah juga membuat nya khawatir. Takut jika karena emosi nya, Galang melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya sendiri. Karena Kak Galang yang marah tidak akan pernah menyakiti Naraya, namun justru melukai dirinya sendiri. Itu yang di takut kan oleh Naraya.
"Kakak jangan marah~maafkan aku~ aku tahu aku salah Kakak ~Maaf aku bener-bener minta maaf Kak..." ucap Naraya sambil menggosokan kedua tangannya seperti meminta ampun.
"KAU MEMBOHONGI KAKAK RAYA!!"
Naraya menggelengkan kepalanya. Emosi Galang jelas tidak boleh naik, itu tidak baik untuk kesehatan mental nya. Naraya takut kakak nya itu akan menyakiti dirinya sendiri. Galang dulu memang pernah menjalani perawatan, namun hanya sebentar karena Galang enggan meneruskan perawatan tersebut. Itu sebabnya, Galang sebenarnya belum sembuh betul dari trauma nya. Galang terkadang masih suka menyakiti dirinya sendiri, jika terjadi sesuatu yang tidak di kehendaki nya.
"Jangan marah Kakak~" mohon Naraya lagi.
"TAPI KAU SENDIRI YANG MEMBUAT KAKAK MARAH NARAYA!!"
"Hiks maaf~" Naraya akhirnya menangis, tidak mau terjadi sesuatu yang buruk pada Kakak nya karena Kakak nya benar-benar marah sekarang.
"Dan setiap kamu melanggar peraturan yang Kakak buat. Kakak jelas akan menghukum mu! Selama tiga hari ini, Kakak tidak akan mengijin kan mu keluar dari kamar ini! Mengerti?!"
Naraya membulatkan kedua bola matanya mendengar penuturan kakak nya itu. "Apa?! Lalu Kakak, bagaimana dengan sekolah ku?"
"Kakak akan mengirim surat ijin. Gampang kan? Sekarang, diam saja disini. Dan renungi kesalahan mu!" Galang berbalik. Dengan cepat menutup pintu kamar Naraya dan langsung mengunci nya.
KLIK
Bunyi suara suara kunci yang berputar membuat Naraya membulatkan kedua bola matanya. Dia langsung berlari menuju pintu dan mencoba membuka nya. Namun tidak bisa, sepertinya Kak Galang benar-benar mengunci nya.
"KAKAK KAKAK! BUKA PINTUNYA! AKU TAKUT KAKAK NARAYA MOHON~" Naraya memukul pintu di depan nya berharap Galang berubah pikiran dan tidak mengunci nya seperti ini.
"Kakak! Buka pintu nya....hiks" tubuh Naraya merosot karena tidak mendengar jawaban apapun dari Galang. Naraya yakin, Kakak nya itu sudah pergi ke kamar nya, namun yang Naraya takut kan bukan hanya dirinya yang sedang di kunci. Tapi juga Galang yang mungkin akan menyakiti dirinya sendiri. Naraya tidak mau Kakak nya itu terluka.
"Aku mohon, jangan menyakiti dirimu sendiri. Maaf karena aku nakal. Tapi aku mohon, jangan menyakiti dirimu."
"Hiks Mama, Naraya kangen sama Mama~"
.
.
.
Angga langsung pulang dari kantor nya setelah Naraya menghubungi nya bahwa Galang sedang menghukum anak itu dengan mengurung nya di dalam kamar. Namun yang Angga sesali adalah, Naraya yang masih mengkhawatirkan keadaan Galang meskipun Galang tengah menghukum nya.
Angga langsung memasuki kamar Galang. Putranya itu nampak sedang duduk di meja kerja nya. Memeriksa beberapa berkas kantor.
"Galang... Benar kau mengunci Naraya?"
Galang mengalihkan perhatiannya dari berkas berkas kantor pada ayahnya. "Naraya mengadu pada Papa? Maaf saja, tapi aku tidak akan mengeluarkan nya untuk tiga hari ini. Itu hukuman untuk nya."
Angga menghela napas nya. Merasa Galang begitu keterlaluan saat ini. "Galang, jangan keterlaluan. Naraya hanya seorang remaja berusia tujuh belas tahun. Dia masih suka bermain dengan teman-teman nya. Wajar jika Naraya ingin bermain sepulang sekolah. Jangan begitu Galang, kasihan Naraya jika terlalu kau kekang..."
BRAK!!
Galang memukul meja kerja nya. Memandang tajam pada ayahnya. "APA MAKSUD PAPA? AKU SALAH DALAM MENDIDIK NARAYA BEGITU?!"
"Tidak Galang. Jangan egois. Naraya tidak bisa terus mengikuti peraturan mu. Naraya juga butuh bermain."
"Papa tidak berhak mengatur ku! Aku, aku berhak mengatur Naraya karena dia adalah adikku! AKU HANYA TAKUT NARAYA TERLUKA PAPA!"
"Papa tidak ingat kecelakaan yang dulu di alami nya? Naraya HAMPIR MENINGGALKAN KITA SAAT ITU!! Aku tidak akan membiarkan hal seperti itu terjadi lagi padanya. Tidak akan!" Galang menggeleng. Membayangkan Naraya kembali koma ataupun terluka, sama saja dengan membuat luka di hati nya.
Angga mengangguk mengerti. "Papa mengerti, tapi dengan mengekang Naraya seperti itu. Kau menyiksa nya Galang."
"AKU TIDAK PERDULI!! PAPA MAU AKU MATI JIKA KEHILANGAN NARAYA?! Tidak tidak ... Aku tidak mau kehilangan Naraya... Tidak tidak TIDAAAAK...."
PRANK...
Galang mengambil vas bunga kecil yang berada di atas meja nya, dan langsung melempar nya ke dinding. Angga menggelengkan kepalanya, takut jika emosi Galang semakin tinggi, maka semakin tidak terkontrol tindakan nya.
Angga membulatkan kedua bola matanya saat melihat Galang mengambil pecahan keramik pecah itu.. "Jangan Galang... Jangan sakiti dirimu. Papa mengerti. Tidak apa, lakukan saja sesuai keinginan mu." Angga langsung mengambil pecahan keramik yang berada di tangan Galang.
Napas Galang terdengar memburu. "Papa keluar saja sekarang!"
"KELUAR!! KU BILANG KELUAAAR!!!"
"Papa mengerti Galang. Papa keluar... Tapi biarkan Ahjumma membersihkan keramik nya yah?"
.
.
.