seorang wanita cantik yang bertemu dengan Laki-Laki tampan membuat diri nya jatuh hati, Namun sangat di sayangkan mereka memiliki perbedaan yang sulit untuk mereka bersatu selama nya. apakah cinta mereka akan bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fallenzio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 23
Pagi itu, dalam suasana yang cerah, Delvin telah bersiap untuk pergi bekerja. Namun, rencananya terpaksa ditunda setelah ia mendapat kabar bahwa Nabillah sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
Tanpa menunggu lama, Delvin langsung menuju rumah sakit. Setibanya di sana, ia segera masuk ke ruang rawat inap tempat Nabillah dirawat.
Nabillah menyambutnya dengan senyum lebar, apalagi melihat Delvin datang membawakan susu favoritnya.
"Ini untukmu," ujar Delvin lembut, sambil mencium kepala Nabillah.
Nabillah tersenyum malu. Tentu saja ia sangat senang.
"Terima kasih," jawabnya singkat, penuh rasa syukur.
Delvin kemudian berpaling ke arah orang tua Nabillah.
"Ini, saya bawakan sarapan untuk Ayah dan Ibu," ucapnya, menyerahkan beberapa kotak makanan.
"Terima kasih banyak, Nak. Kamu sudah sarapan?" tanya ibu Nabillah.
"Sudah kok, Bu. Tadi saya sarapan di rumah," jawab Delvin sambil tersenyum.
Mereka pun mengangguk tanda memahami. Sebelum pulang, mereka menyempatkan diri mengisi perut terlebih dahulu, termasuk Nabillah yang makan dari makanan yang telah disediakan pihak rumah sakit.
Saat mereka sedang menikmati sarapan, pintu kamar tiba-tiba terbuka. Muncul lah Daffa, dan diikuti oleh Pipah, Pita, Bu Yayan, Eva, dan Aini.
"Eh, kalian!" seru Nabillah, terkejut sekaligus senang.
Delvin yang melihat kedatangan mereka segera berdiri dengan ekspresi datar, terutama ketika tatapan Aini tampak tidak menyukainya.
Sementara itu, Pita langsung memeluk Nabillah erat.
"nggak ada lu, suasana kantor jadi sepi banget. Cepat sembuh, ya!" ujarnya penuh semangat.
"Tentu saja, gue kan sudah boleh pulang hari ini," jawab Nabillah, membuat semua orang tersenyum lega.
"Oh iya, ini Bill, gue bawain bingkisan," ucap Aini sambil menyerahkan sesuatu kepada Nabillah.
"Terima kasih, Kak," sahut Nabillah. Ia menerima bingkisan itu lalu menyerahkannya kepada ibunya.
Namun, suasana tiba-tiba berubah ketika Aini melontarkan pertanyaan bernada sindiran.
"Eh, kamu sakit apa, Bil? Tumben banget dirawat di rumah sakit. Waktu sama Reza dulu kayaknya nggak pernah dirawat, deh," ucapnya, jelas menyindir Delvin.
Sebelum Nabillah sempat menjawab, Delvin langsung menanggapi.
"Nabillah itu manusia, dan sakit itu nggak bisa ditebak. Siapa tahu lu yang sakit setelah ini," katanya tegas.
Aini balas menantang.
"gue tanya nya ke Nabillah, bukan lu," ujarnya ketus.
Melihat situasi memanas, Nabillah segera mengisyaratkan Delvin untuk tidak menanggapi lebih lanjut. Delvin pun patuh, memilih duduk kembali.
Orang tua Nabillah yang menyaksikan pertengkaran kecil itu hanya bisa bertanya-tanya, tidak memahami masalah antara Aini dan Delvin.
"By the way, terima kasih, ya, sudah menjenguk Nabillah," ujar Daffa mencoba mencairkan suasana.
"Tadi Abang bertemu mereka di koridor. Katanya mereka teman kerja kamu," katanya kepada Nabillah.
"Iya, Bang. Mereka teman kerja aku," jawab Nabillah sambil tersenyum.
"Terima kasih, ya, sudah menjenguk gue" tambahnya lagi.
Para tamu itu kemudian dipersilakan duduk di sofa. Namun, Nabillah memperhatikan ekspresi Delvin yang masih datar. Merasa gemas, ia mencubit pipi Delvin pelan.
"Aduh, sayang, sakit!" seru Delvin sambil mengusap pipinya.
Nabillah tertawa kecil. "Coba ceritakan, kenapa wajah kamu begitu?" tanyanya penasaran.
"Wajah gimana?" Delvin malah balik bertanya.
Dengan nada sabar, Nabillah menasihati Delvin.
"Kamu nggak boleh begitu, Kak. Bagaimanapun juga, dia lebih tua dari kamu," ujarnya.
Delvin menghela napas, lalu menjawab, "Aku kesel, sayang. Baru datang saja dia sudah memandang aku begitu, sampai nyindir segala."
Nabillah hanya terkekeh mendengar ucapan Delvin. "Iya, aku tahu, tapi di sini ada Ayah dan Ibu, loh," ujarnya sambil menatap wajah Delvin.
"Maaf, sayang. Aku nggak bisa menahan emosiku tadi. Tapi, masih mending aku nggak sampai mukul wajahnya," jawab Delvin dengan nada setengah bercanda.
Nabillah terkekeh lagi, merasa tingkah Delvin lucu. Namun, tanpa mereka sadari, ada seseorang yang memperhatikan dan tampak tidak menyukai kebersamaan mereka.
Setelah beberapa jam berlalu, para tamu yang menjenguk Nabillah akhirnya berpamitan. Mereka sadar bahwa Nabillah juga harus segera pulang.
Mereka bersama-sama menuju parkiran. Delvin tetap berada di sisi Nabillah, tangannya melingkari pinggang Nabillah, sementara tangan satunya membawa tas berisi pakaian Nabillah. Sebelumnya, tas itu sebenarnya dibawa oleh Daffa, tetapi Delvin menawarkan diri untuk membawanya.
Delvin dan Nabillah pun masuk ke dalam mobil milik Delvin. Sementara itu, Daffa, Pipah, serta Ayah dan Ibu Nabillah memilih menggunakan motor untuk pulang.
"Aku senang akhirnya kamu pulang juga. Jangan sakit lagi, ya," ujar Delvin lembut sambil melirik Nabillah.
Nabillah mengangguk pelan, lalu menyandarkan tubuhnya ke kursi mobil. Perjalanan pulang pun terasa nyaman, dengan Delvin sesekali mengelus tangan Nabillah, menenangkan.
TBC..