Kehidupannya telah menjadi impian semua wanita, namun Beta justru mengacaukannya.
Bukannya menikmati hidup bahagia, ia malah membunuh sang suami yang kaya raya???
Dari sinilah, kisah kehidupan Beta mulai diceritakan. Kelamnya masa lalu, hingga bagaimana ia bisa keluar dari lingkar kemiskinan yang membelenggu dirinya.
Kisah 'klasik'? Tidak! Kehidupan Beta bukanlah 'Template'!
Flashback kehidupan Beta dimulai sejak ia masih sekolah dan harus berkerja menghidupi keluarganya. Hingga akhirnya, takdir membawakan ia seorang pria yang akan mengubah gaya hidup dan juga finansialnya.
Seperti kisah 'cinderella' yang bahagia. Bertemu pangeran, dan menikah.
Lalu apa? Tentu saja kehidupan setelah pernikahan itu terus berlanjut.
Inilah yang disebut dengan,
'After Happy Ending'
Selamat membaca~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yola Varka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Kebohongan yang Terungkap (1)
"Uhuk!" Hampir saja, aku tersedak makanan, di saat melihat kehadiran sosok suamiku.
Tak kusangka, dia akan pulang secepat ini. Kemarin di telpon, mas Arwan bilang kalau akan pulang malam.
'Apa dia berusaha mengejutkanku?'
Berhasil. Maka, mas Arwan telah berhasil membuatku terkejut, jika memang itu adalah tujuannya.
"Assalamualaikum, aku pul-" Sebelum aku sempat menjawab salam darinya, mas Arwan tiba-tiba menghentikan ucapannya ketika menatap sebuah akuarium yang berada di dekat ruang makan, terlihat kosong.
"Loh, ikannya kok, nggak ada?" tanyanya sambil menatap ke arahku yang sedang duduk di kursi meja makan.
"Seminggu nggak pulang, kamu lebih kangen sama ikan dari pada aku?" jawabku yang keluar dari topik pembicaraan.
Mas Arwan pun berjalan mendekat, lalu memelukku erat.
Karena tinggi badan kami yang cukup kontras, saat ini ia jadi terlihat memeluk bagian kepalaku saja.
"Ah, maaf. Kamu lagi makan, ya?" tanya mas Arwan setelah melepas pelukannya yang hampir membuatku sesak napas. Ia kemudian menatap ke arah piring yang terletak di atas meja makan.
"Yang," panggilnya kemudian, dengan nada yang terdengar lirih tak berdaya. "Kamu makan ikan arwanaku?"
'Ups! Aku ketahuan juga, akhirnya.' Kulihat, kedua bola mata mas Arwan tampak berkaca-kaca.
'Duh, bagaimana ini?' Aku mulai panik.
"Ah, iya," jawabku, merasa bersalah.
"Kamu tau kan, kalau itu ikan yang udah bertahun-tahun aku rawat? Kenapa?" Ekspresi wajah mas Arwan tampak tidak percaya.
"Kalau kamu lagi pengen makan ikan itu, kita bisa beli yang lain. Sedangkan yang di akuarium itu udah kayak temanku loh," ucapnya lagi dengan wajah memelas, sambil memandangi ikan arwana, yang kini hanya tersisa tulang dan terbaring mengenaskan di atas piring makanku.
'Jadi, aku baru saja memakan teman mas Arwan?!' Mengingat fakta itu, membuatku semakin merasa bersalah.
"Aku ngidam!" ujarku dengan lantang, saat tiba-tiba teringat bahwa aku ingin mengatakan sesuatu yang penting pada mas Arwan setelah kepulangannya.
Kini, ekspresi wajah suamiku terlihat berubah drastis 180 derajat. Dia jadi terlihat sangat senang sambil memandangiku, lekat.
Sudah beberapa detik berlalu pun, dia tak kunjung berkedip.
"Beneran?" tanya mas Arwan lembut, sembari menekuk lututnya, berusaha menyamakan tinggi badannya denganku. Dan aku hanya mengangguk sebagai jawaban.
Senyuman mas Arwan tampak merekah indah. Berita bahagia itu, akhirnya bisa membuatnya melupakan ikan arwana goreng yang telah masuk ke dalam perutku.
Begitulah, momen kehamilan pertamaku sejak pernikahan kami tujuh bulan lalu.
Selama mengandung, aku selalu mengidamkan sesuatu yang tidak biasa. Seperti di saat aku ingin jalan-jalan sambil menaiki mobil sport untuk mengelilingi monas. Dan ketika seharian penuh, aku hanya ingin memakan makanan berlapis emas. Semua itu, adalah hal yang berbau kemewahan.
Aku sengaja. Aku sengaja meminta hal yang aneh-aneh kepada suamiku, agar bayi yang berada di dalam kandunganku hanya mengenal sesuatu yang berhubungan dengan kemewahan.
Aku sama sekali tidak ingin jika anakku nanti merasakan kerasnya dunia, seperti yang telah aku rasakan selama ini. Aku ingin mengakhirinya, yaitu dengan menutup lingkaran kesengsaraan yang selama ini berputar dalam kehidupanku.
Intinya, aku tidak ingin anakku hidup susah. Itu saja.
...~...
Setelah mengingat kembali kematian ikan kesayangannya, mas Arwan akhirnya mengajakku pergi membeli ikan hias baru untuk mengisi kekosongan akuarium di rumah kami.
"Selamat datang. Ada yang bisa kami bantu?" sapa seorang pemilik toko ikan hias.
Meski aku bilang toko, tetapi ruang di dalamnya terlihat luas dan ada banyak sekali ikan hias dari berbagai jenis, famili dan sebagainya. Aku sendiri juga tidak terlalu paham.
"Ikan arwana platinum. Ada, Mas?" tanya mas Arwan to the point, menanyakan jenis ikan yang sama dengan ikan yang telah kusantap satu bulan yang lalu.
Dulu, seorang sopir pribadiku mengatakan kalau harga ikan itu bisa untuk membeli mobil sport mewah. Dan ternyata, selain makan teman, aku juga telah menyantap mobil. Aku jadi semakin terbebani akan fakta itu.
"Wah, maaf. Kalo yang platinum, saat ini lagi kosong. Tapi, kami masih ada jenis lain. Ada cross back, lalu super red dan masih ada lagi di dalam, kalau anda mau liat," ujar sang penjual, menawarkan berbagai jenis ikan yang tidak aku mengerti.
Namun, sayang sekali, saat ini mas Arwan terlihat tidak berminat sama sekali untuk membeli ikan jenis lain.
Aku kemudian berjalan untuk melihat-lihat beberapa ikan hias yang dipajang di toko ini.
Dan langkahku terhenti tepat di depan sebuah akuarium berisi seekor ikan kecil yang memiliki ekor seperti merak, berenang dengan lincah.
"Kamu suka yang ini?" tanya mas Arwan mengejutkanku. Ia tiba-tiba sudah berada di sampingku dan ikut memperhatikan seekor ikan yang berada di dalam akuarium.
"Mas, jual ikan ini juga, ya?" Mas Arwan langsung berteriak, bertanya kepada sang penjual sebelum aku sempat menjawab pertanyaannya barusan.
"Oh, iya. Walau bukan termasuk ikan hias mewah, tapi ikan cupang juga menarik. Saya sendiri juga menyukai ikan ini." Penjual itu berjalan mendekat ke arah akuarium yang menarik perhatianku.
"Ikan ini, dari luar memang terlihat cantik, tapi dia kuat, loh! Itulah mengapa, ikan ini juga disebut dengan ikan petarung sebab gaya hidupnya. Ikan ini memang suka gelut demi bisa bertahan hidup. Jadi, kalau mau memelihara ikan cupang, kalian hanya bisa memasukkan satu ikan saja ke dalam akuarium biar nggak berantem. Tapi, kalian juga bisa isi dengan ikan jenis lain untuk memenuhi akuarium." Aku mendengarkan penjelasan penjual ikan ini dengan saksama.
Aku tertarik. Ikan cupang itu benar-benar sangat tepat untuk menggambarkan diriku. Cantik dan kuat.
"Kita beli ikan ini aja gimana?" pintaku pada mas Arwan dengan manja.
'Sofia, sekarang aku sudah paham.'
Aku tiba-tiba teringat sosok mantan temanku di kala masih SMA. Aku menyesal pernah mengatai Sofia, ketika dia dulu bersikap manja kepada pacarnya. Kini aku bahkan jauh lebih parah.
Tanpa banyak bertanya, mas Arwan pun segera membeli ikan yang tadi kuminta, dan juga beberapa ikan jenis lain yang merupakan rekomendasi dari sang penjual.
Sebelum pulang, penjual tadi sempat berkata padaku bahwa aku telah membuat pilihan yang tepat.
Penjual itu memang orang yang baik sekali. Meski aku dan mas Arwan tidak jadi membeli ikan yang mahal, tetapi dia tetap melayani kami dengan baik dan menjelaskan makna filosofi dari seluruh ikan-ikan hias yang sejak tadi aku tanyakan sampai mulut penjual itu berbusa, menjawab semua pertanyaanku.
Penjual itu sepertinya penganut kepercayaan bahwa pembeli adalah raja.
Bagiku, tidak harus sampai merajakan, tetapi cukup bersikap sopan santun saja kepada pembeli. Sikap seperti itu, sudah cukup memuaskan. Penjual ini pantas mendapatkan bintang Lima.
...~...
Bersambung.....