Pelatihan SIG atau Sistem Informasi Geografi yang di lakukan Amira bersama teman-teman sebagai kegiatan dalam semester 3, siapa sangka akan mempertemukan Amira dengan seorang pria yang akan menjadi tambatan hatinya. Sang asisten Dosen pelatih yang awalnya Amira kira sangat menyebalkan namun dengan cara ajaib bisa meluluhkan hatinya, membuatnya jatuh cinta dan menerima kehadiran pria itu sebagai pemiliki hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Firda 236, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
THIRTY ONE
"Mas tinggal sendiri?" dia menunduk, menumpukan satu sikunya pada meja pembatas antara kami dengan dagu yang di sanggah tanganya itu. Menatap dengan jarak dekat. Mengangguk.
"Di rumah sebesar ini?" sekali lagi dia mengangguk, kali ini dengan langkah beranjak untuk duduk di samping ku.
"Ya. Mungkin nanti gak sendiri lagi" aku menatapnya tanya, meminta penjelasan lebih atas ucapanya.
"Kalo Mas udah nikah sama kamu" aku mengerjap, memastikan bahwa apa yang ku dengar adalah apa yang benar-benar Mas Fahmi ucapkan bukan hanya sekedar imajinasi yang ingin aku dengar dari mulutnya.
Usapan lembut di rambut ku juga dengan tawanya yang mengalun pelan menyadarkan ku dari keterkejutan. Aku ikut menimpali tawanya, menyayangkan dalam hati bahwa itu hanya candaan di tengah obrolan. Hal miris yang mengganggu.
"Abis ini saya anter pulang ya? Takut ke maleman sampe di rumah kamu" aku spontan menggeleng.
"Gak usah Mas. Saya pulang sendiri saja" dia menatap ku menelisik.
"Kamu gak bilang kalo mau ke sini?" aku mengangguk juga menggeleng.
"Saya bilang kok. Tapi gak bilang mau ke Jakarta hehe" aku ku apa adanya. Karena memang benar demikian kan? Aku bilang pada Mamah dan Papah kalau hendak jalan-jalan ya walau tak mengatakan akan kemana, jadi bisa dibilang aku tak sepenuhnya berbohong.
Mas Fahmi menggeleng, mengusap rambut ku dengan lembut. Menatap tepat ke mata ku lembut namun ketegasan terpatri disana, aku tau aku melakukan kesalahan.
"Gak baik bohongin orang tua Ami,Dosa."
"Saya kan gak sepenuhnya bohong Mas" ku tatap mata Mas Fahmi ragu, mencoba membenarkan tingkah ku.
"Sedikit atau banyak namanya bohong tetep aja di sebut sebuah kebohongan. Hari ini kamu bohongin orang tua kamu, besok dan seterusnya pasti akan ada kebohongan lagi. Jangan biarin kepercayaan orang tua kamu hancur karena kebohongan yang kamu anggep bener. Kamu paham? " aku mengangguk menahan diri untuk tidak mendebat ucapan Mas Fahmi. Karena bagaimana pun apa yang di sampaikan pria itu adalah benar. Hal buruk akan selalu menimbulkan hal buruk yang lebih besar.
"Tapi saya masih pengen jalan-jalan Mas. Mumpung kampus udah mulai libur semester, juga mumpung saya disini"
"Ya udah saya bakal ajak kamu ke beberapa tempat di sekitar sini, setalah itu pulang" aku mengangguk, dengan senyum kecil menyetujui perkataan Mas Fahmi.
"Tapi Ami mau makan dulu. Udah jam makan siang soalnya" aku dengan kedikan bahu santai membuka tas kecil ku. Mengambil bekal beserta air minum yang aku persiapkan, mengabaikan tawa Mas Fahmi yang masih terdengar. Entah apa yang lucu dari tingkah dan ucapan ku.
"Kamu bener-bener niat banget jalan-jalan ya?" aku jelas mengangguk, tak terlalu ambil pusing dengan apa yang Mas Fahmi sampaikan di tengah kegiatan makan ku.
"Mas mau?" aku menghentikan gerakan sendok yang semula ingin mengarah ke mulut ku.
Membelokannya ke arah Mas Fahmi yang tanpa sungkan membuka mulut. Ikut makan dari satu bekal yang sama dan satu sendok yang sama.
"Enak, kamu bikin sendiri?" aku jelas mengangguk, lantas siapa lagi jika bukan aku menyiapkannya sendiri. Aku ini sudah bukan anak tk lagi.
"Pinternya Ami" aku memutar mata hiperbola mengabaikan Mas Fahmi yang kembali tertawa dengan usapan gemasnya..
