Sinopsis:
Melia Aluna Anderson, seorang manajer desain yang tangguh dan mandiri, kecewa berat ketika pacarnya, Arvin Avano, mulai mengabaikannya demi sekretaris barunya, Keyla.
Hubungan yang telah dibina selama lima tahun hancur di ulang tahun Melia, saat Arvin justru merayakan ulang tahun Keyla dan memberinya hadiah yang pernah Melia impikan.
Sakit hati, Melia memutuskan untuk mengakhiri segalanya dan menerima perjodohan dengan Gabriel Azkana Smith, CEO sukses sekaligus teman masa kecilnya yang mencintainya sejak dulu.
Tanpa pamit, Melia pergi ke kota kelahirannya dan menikahi Gabriel, yang berjanji membahagiakannya.
Sementara itu, Arvin baru menyadari kesalahannya ketika semuanya telah terlambat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merasa Istimewa
Pagi itu, Melia duduk di teras rumah keluarganya, memandangi bunga-bunga yang bergoyang lembut ditiup angin. Sejak ia meninggalkan Arvin, hari-harinya lebih tenang, meskipun bayangan masa lalu masih sering menghantui. Namun, kehadiran Gabriel mengubah segalanya.
Ia teringat bagaimana Gabriel selalu ada, memberikan perhatian dan kasih sayang yang tulus tanpa pamrih. Ada sesuatu dalam cara Gabriel memperlakukannya yang berbeda dari apa yang pernah ia rasakan sebelumnya.
"Apakah mungkin aku mulai jatuh cinta padanya?" pikir Melia, lalu menggeleng pelan. "Tidak, mungkin aku hanya terbawa suasana. Dia memang baik, itu saja."
Namun, jauh di dalam hatinya, ia tahu bahwa Gabriel adalah sosok yang membuatnya merasa dihargai, sesuatu yang tak pernah benar-benar ia rasakan selama bersama Arvin.
Suara langkah kaki mendekat membuyarkan lamunannya. Melia menoleh dan melihat Gabriel berdiri di dekat pintu dengan sebuah kotak kecil di tangannya.
“Melia, apa aku mengganggu?” tanya Gabriel dengan senyuman khasnya.
Melia menggeleng. “Tidak sama sekali. Ada apa pagi-pagi begini?”
Gabriel berjalan mendekat, menyerahkan kotak itu padanya. “Aku hanya ingin memberikan ini. Tidak besar, tapi aku harap kamu suka.”
Melia membuka kotak itu dan menemukan seutas gelang sederhana yang terbuat dari batu-batu kecil berwarna pastel.
“Itu gelang keberuntungan,” jelas Gabriel. “Mommy selalu bilang, jika kita memberikan sesuatu dengan tulus, maka orang yang menerimanya akan mendapatkan kebahagiaan.”
Melia tersenyum, hatinya menghangat. “Terima kasih, Gabriel. Kamu selalu tahu bagaimana membuat hariku lebih baik.”
“Aku hanya ingin memastikan kamu bahagia,” balas Gabriel, matanya memancarkan ketulusan.
📍 Restoran
Siang itu, Gabriel mengajak Melia makan siang di sebuah restoran kecil yang terkenal dengan masakan rumahan. Restoran itu tidak mewah, tetapi suasananya hangat dan nyaman.
Saat mereka duduk, Gabriel mulai memesan makanan favorit Melia. “Aku ingat kamu suka sup ayam jahe. Mereka punya yang terbaik di sini,” katanya sambil tersenyum.
Melia menatap Gabriel, terkejut. “Kamu ingat?”
“Tentu saja. Aku memperhatikan hal-hal kecil tentangmu, Melia,” jawab Gabriel santai.
Ucapan itu membuat Melia terdiam. Selama lima tahun bersama Arvin, ia jarang merasa diperhatikan seperti ini. Gabriel, dengan caranya yang sederhana, menunjukkan bahwa ia benar-benar peduli.
Saat makanan datang, Gabriel memastikan semuanya sesuai dengan selera Melia. Ia bahkan memotongkan daging untuk Melia, sesuatu yang membuat hati Melia bergetar.
"Dia selalu memikirkan kebahagiaanku," pikir Melia, merasa hatinya semakin terbuka untuk Gabriel.
🌹 Taman Bunga
Setelah makan siang, Gabriel membawa Melia ke taman bunga di pinggiran kota. Taman itu dipenuhi berbagai jenis bunga yang bermekaran, menciptakan pemandangan yang memukau.
“Tempat ini indah sekali,” kata Melia, matanya berbinar-binar.
“Tidak seindah senyummu,” jawab Gabriel tanpa berpikir, membuat Melia tersipu.
Mereka berjalan berdua di antara bunga-bunga, berbagi cerita tentang masa lalu dan mimpi mereka. Gabriel bercerita tentang keinginannya membangun keluarga yang harmonis, sementara Melia berbagi tentang mimpinya membuka usaha kecil suatu hari nanti.
“Kalau kamu membuka usaha, aku akan jadi pelanggan pertamamu,” kata Gabriel dengan nada serius.
Melia tertawa kecil. “Aku akan ingat itu.”
Saat mereka berjalan, angin membawa harum bunga mawar liar di sekitar mereka. Gabriel tiba-tiba berhenti dan memetik satu bunga mawar putih kecil.
“Untukmu,” katanya, menyerahkan bunga itu pada Melia.
Melia menerimanya, hatinya bergetar. "Dia selalu membuatku merasa istimewa," pikirnya.
Malam itu, setelah mereka kembali ke rumah, Melia duduk di ruang tamu bersama Gabriel. Mereka menikmati teh hangat sambil mengobrol santai.
“Gabriel, boleh aku tanya sesuatu?” kata Melia tiba-tiba.
“Tentu. Tanya apa saja,” jawab Gabriel.
“Kenapa kamu begitu baik padaku? Aku... Aku bukan orang yang sempurna. Aku punya banyak luka dan kekurangan,” kata Melia, suaranya sedikit gemetar.
Gabriel menatapnya dalam-dalam. “Melia, setiap orang punya luka. Tapi luka itu bukan alasan untuk tidak mencintai. Justru, aku ingin menjadi seseorang yang bisa menyembuhkan lukamu.”
Melia terdiam, matanya berkaca-kaca.
“Melia, aku mencintaimu. Bukan karena kamu sempurna, tapi karena kamu adalah kamu. Dan aku akan selalu ada untukmu, apa pun yang terjadi,” lanjut Gabriel.
Kata-kata itu menggema di hati Melia. Ia tahu bahwa Gabriel tulus, dan perlahan, ia mulai merasa bahwa cintanya pada Gabriel mulai tumbuh.
Saat malam semakin larut, Melia berbaring di tempat tidurnya, memandang gelang keberuntungan yang diberikan Gabriel pagi tadi.
"Gabriel berbeda. Dia tidak hanya mengatakan cinta, tapi juga menunjukkan dengan tindakan kecilnya. Apakah aku sudah mulai mencintainya?" pikirnya.
Ia tersenyum kecil, membiarkan dirinya merasakan kebahagiaan yang mulai tumbuh.
Malam itu, untuk pertama kalinya sejak lama, Melia merasa hatinya benar-benar ringan. Gabriel telah membuka pintu ke dunia baru baginya, dan ia mulai siap melangkah ke sana.
To Be Continued...