S 3
Jangan boom like/lompat baca /nabung bab
Diusahakan baca setiap kali update. 🙏🙏🙏
_________________________________________
Kehadiranmu dalam Takdirku adalah bagian dari skenario Tuhan. Aku tidak marah atau bahkan balas dendam kepadamu. Sebab aku tahu betul sebelum hari ini kau pernah menjadi penyebab bahagiaku. Sekarang mungkin waktunya saja yang telah usai. Perihal lukaku ini biar menjadi tanggung jawabku sendiri, sebab dari awal aku yang terlalu dalam menempatkanmu di hatiku. Doaku semoga hari-harimu bahagia tanpa aku. Dengan siapapun kamu semoga dia adalah wanita yang bisa memahamimu, menyayangimu dan membuatmu bahagia lebih dari apa yang pernah aku berikan untukmu." ~ Elmira...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2. AKU ADALAH AKU
Pada siapa harus ku tanyakan, kenapa ini terjadi padaku?
Seluruh dunia seakan membisu. Kemana harus ku cari kebahagiaan?
Bahkan sang waktu pun tidak meninggalkan jejaknya disini.
Ada begitu banyak keluhan di bibirku.
Kenapa impian-impian indah meleleh didalam mataku?
Kenapa garis takdir terhapus dari tanganku tanpa alasan?
Ya Tuhan...
Kenapa doa yang setiap hari kupanjatkan setinggi langit, hanya memantul dan kembali tanpa jawaban?
Elmira meringkuk diatas ranjangnya seorang diri dengan air mata yang tiada hentinya mengalir. Tangannya mencengkram erat sprei maroon yang wangi semerbak untuk ia gunakan melepas rindu bersama sang suami setelah satu bulan tak bertemu. Tapi nyatanya malam ini ia harus tidur seorang diri, sedang suaminya dikamar lain telah tertidur lelap dipelukan wanita lain.
Lelah menangis, perlahan kedua mata Elmira terpejam. Ia ingin tidur dan berharap esok pagi saat terbangun ini semua hanyalah mimpi buruk.
.
.
.
Pagi-pagi sekali Elmira sudah berada di dapur. Ia tidak memasak seperti biasanya, melainkan mencuci semua bekas hidangan yang ia siapkan untuk suaminya tadi malam. Semua makanan yang telah ia masak dengan penuh cinta harus mubasir dan terpaksa ia buang karena basi.
Piring dan gelas beradu didalam wastafel dengan suara yang cukup nyaring. Dan Elmira tidak peduli jika kegaduhan yang dibuatnya itu mengganggu dua orang yang mungkin masih terlelap dikamar tamu. Enak saja si pelakor itu tidur nyenyak sedang dirinya sudah sibuk dengan pekerjaan rumah.
Disaat pikirannya berperang dengan pekerjaannya saat ini, Elmira tersentak ketika seseorang memeluknya dari belakang. Siapa lagi pelakunya jika bukan Ramon suaminya.
"Mas, singkirkan tanganmu. Kau mengganggu pekerjaanku. Dan pergilah dari sini." Ucap Elmira sedikit ketus. Jika biasanya ia suka dengan momen seperti ini, tapi tidak dengan sekarang. Ia tidak sudi suaminya menempelkan bekas wanita lain ditubuhnya.
"Kau mencuci piring berisik sekali, aku tahu itu pancingan agar aku kemari. Tapi saat aku sudah datang kenapa kau malah mengusirku, hum?" Tanya Ramon. Ia seakan tidak perduli jika istrinya saat ini sedang marah dengan perbuatannya. Bahkan dengan santainya ia menyadarkan dagunya di pundak Elmira, seakan semuanya baik-baik saja dan tidak pernah terjadi sesuatu yang menyakiti istrinya itu.
"Bahkan aku sudah tidak mengharapkan apapun lagi darimu, Mas! Aku sangat terluka mengetahui kebenaran menyakitkan ini. Kau sudah mematahkan kepercayaanku. Apa artinya aku selama ini bagimu?" Mata yang masih terlihat sembab kembali menitihkan air mata. Elmira lekas mencuci tangannya kemudian mengusap cairan bening itu. Ia tidak ingin terlihat lemah dihadapan suaminya.
"Seharusnya kau bisa mengerti kenapa aku melakukan ini? Aku menginginkan anak, Mira. Dan kau harus ingat itu tidak bisa aku dapatkan darimu!" Ramon pun mengurai pelukannya. Pria itu mengacak rambutnya dengan kesal sembari menghelat nafas berat. Seharusnya Elmira bisa mengerti keinginannya. Ia menginginkan seorang anak untuk menjadi penerusnya.
Elmira terdiam, apa yang dikatakan Ramon benar adanya. Selama satu tahun pernikahan mereka, ia belum juga mengandung benih suaminya itu. Dan bukan hanya Ramon, dirinya pun selalu menantikan kehadiran malaikat kecil di rahimnya, namun apalah dayanya. Sepertinya Tuhan belum memberi kepercayaan itu padanya. Elmira kembali menggenggam spons pencuci piring, ia ingin menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat kemudian kembali ke kamar dan tidak ingin bertemu dua orang yang hanya akan membuatnya merasa sesak.
Beberapa saat terdiam memandangi punggung Elmira yang masih sibuk dengan pekerjaannya, Ramon pun kembali mendekati Elmira. Ia menarik lengan istrinya itu untuk berbalik berhadapan dengannya.
Ditatapnya kedua manik yang selalu memancarkan cinta, namun sekarang ia tidak melihat pancaran itu lagi dimata istrinya. Dan itu membuat Ramon seakan frustasi. Ia tidak ingin karena pengkhianatan yang dilakukannya, Elmira berhenti mencintainya. Katakanlah dirinya egois menginginkan cinta Elmira namun menghadirkan wanita lain yang bisa memberinya keturunan tanpa memikirkan perasaan Elmira.
"Katakan, Mira. Katakan kalau kau tidak akan pernah berhenti mencintaiku!"
Elmira benar-benar merasa muak dengan pertanyaan suaminya. Apa yang diinginkan pria itu, tidak tahukah dia betapa terluka hatinya saat ini tapi suaminya itu masih mengharapkan cinta darinya.
"Aku tidak perlu lagi menjelaskan bagaimana tulusnya aku selama ini mencintaimu, Mas. Tapi kau juga harus tahu bahwa orang tulus hanya akan sekali kau temukan dalam hidupmu. Silahkan kau cari, dan silahkan kau pilih. Bahkan sekalipun kau bertemu dengan orang baru yang memiliki kelebihan yang lebih dariku. Maka aku pastikan tetap tidak akan bisa sama. Karena aku adalah aku, tidak akan ada yang bisa meniru caraku mencintaimu."
"Siapa bilang tidak ada?"
Kedatangan Bella seakan membuat udara terasa pengap, Elmira menarik nafas dalam-dalam seraya memalingkan wajahnya dari wanita yang kini telah berdiri disamping suaminya, dan dengan tidak tahu malu merangkul lengan Ramon dengan posesifnya seakan menunjukkan bahwa Ramon hanyalah miliknya.
"Aku bisa mencintai Mas Ramon lebih darimu. Bahkan aku juga bisa memberikan apa yang tidak bisa kau berikan Pada Mas Ramon. Seharusnya kau tahu diri, Mira!"
Ucapan Bella bak anak panah yang tepat mengenai jantung Elmira. Sebagai seorang istri, tentu ia akan merasa sedih dan sakit hati bila disinggung masalah keturunan. Terlebih yang mengatakan itu adalah wanita yang tengah mengandung benih suaminya. Ia merasa tertampar, Bella seakan ingin menunjukkan pada dunia bahwa ia adalah seorang wanita yang tidak akan pernah bisa mengandung.
Namun, Elmira tidak ingin terlihat lemah dihadapan dua orang itu. Selama ini ia hidup sebatang kara melawan kerasnya hidup. Dan ia tidak mau hanya karena orang ketiga itu ia menjadi wanita lemah.
Dengan segala kekuatan yang ada, Elmira menatap dua orang didepannya dengan tatapan tegas. Mereka berdua harus tahu bahwa ia bukan wanita lemah yang mudah ditindas, "Sesekali aku ingin kau bercermin dan melihat siapa yang lebih pantas mendampingimu, Mas. Apakah aku, orang yang bersedia hidup bersamamu dalam keadaan apapun. Atau dia, orang yang kau anggap menarik meski sebenarnya adalah pengganggu!" Setelah mengatakan kalimat yang membuat Bella terlihat geram, Elmira pun mengayun langkahnya pergi dari tempat itu.
"Mas, kenapa kau diam saja?" Kenapa tidak membelaku? Dia menghinaku." Bella menghentakkan kakinya dengan kesal sembari menetapkan kepergian Elmira dengan sorot mata yang tajam. Ia tidak terima dikatain pengganggu.
"Sudahlah tidak usah pedulikan dia. Sekarang sebaiknya kamu mandi, dan aku akan pesankan makanan untukmu." Ujar Ramon, ia merangkul lengan Bella dan membawa istri barunya itu kembali ke kamar tamu.
"Tidak perlu memesan makanan, Mas. Apa gunanya Mira kalau dia tidak memasak? Suruh saja dia yang masak!" Bella berusaha memprovokasi suaminya. Ia ingin menunjukkan posisi Elmira yang sebenarnya hanyalah wanita yang tidak berguna. Yang pantasnya hanya menjadi babu dirumah ini, sedang dirinya adalah ratu yang sedang mengandung calon pewaris untuk Ramon.
Ramon tampak memikirkan perkataan Bella. Yang dikatakan istri keduanya itu ada benarnya. Elmira sehat dan tidak beresiko seperti Bella yang sedang mengandung bila melakukan pekerjaan rumah.
"Ayo aku antar ke kamar, setelah itu aku akan menemui Mira dan memintanya untuk memasak." Ucap Ramon. Bella pun tersenyum puas mendengarnya.