NovelToon NovelToon
I Adopted Paranormal Dad

I Adopted Paranormal Dad

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Reinkarnasi / Pendamping Sakti
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Matatabi no Neko-chan

Setelah sembilan belas kehidupan yang penuh penderitaan, Reixa terbangun kembali di usianya yang kesembilan tahun. Kali ini dengan gilanya, Reixa mengangkat seorang pria sebagai ayahnya, meninggalkan keluarganya setelah berhasil membawa kabur banyak uang.
Namun, siapa sangka Reixa membangkitkan kemampuannya dan malah berurusan hal di luar nalar bersama ayah angkatnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Matatabi no Neko-chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

Reixa berjalan terhuyung, tubuh kecilnya tampak kelelahan setelah semua energi yang ia habiskan. Saverio segera menghampirinya, langkahnya cepat dan penuh kekhawatiran. Tanpa ragu, ia merengkuh gadis itu ke dalam pelukannya, merasakan tubuh Reixa yang begitu ringan namun memikul beban yang tak semestinya untuk anak seusianya.

“Kau hebat, Nak,” ujar Saverio lembut sambil menatap wajah pucat Reixa. Tangannya dengan cermat memeriksa kondisi gadis itu, memastikan ia baik-baik saja. “Sekarang kita pulang dulu.”

“Oke, Ayah,” jawab Reixa lirih, kepalanya menyandar di dada Saverio. Manik hijau gadis itu menatap pria yang kini menjadi ayah angkatnya dengan sorot penuh harapan. Senyum kecil muncul di bibirnya, meskipun lelah jelas terpancar di wajahnya. “Ayah, bagaimana kalau kita cari lahan baru buat bangun apartemen? Kasihan, mereka pasti kebingungan mencari tempat tinggal. Uangku masih banyak, kan?”

Saverio terdiam sesaat, tenggorokannya tercekat. Hatinya mencelos mendengar permintaan polos gadis kecil itu. Sementara itu, jauh di dalam benaknya, ia menangis dalam diam. Reixa—anak kecil yang baru genap sepuluh tahun—baru saja menghabiskan empat miliar rupiah untuk sebuah bangunan tua yang kini telah hancur lebur. Dan sekarang, ia ingin membeli lahan baru?

Dengan sabar, Saverio mengangguk kecil dan membopong Reixa menuju mobil. Malam itu, setelah gadis kecil itu tertidur lelap, ia duduk di ruang tamu dengan cek di tangan. Saverio memandangi angka yang tertulis di sana, lalu menghela napas panjang. Dalam waktu singkat, ia telah mencairkan uang tersebut dan mengunduh berbagai aplikasi perbankan di ponselnya—bahkan di ponsel milik Reixa. Sembilan ratus juta rupiah disebar di setiap akun demi keamanan, sementara ranselnya kini penuh dengan uang tunai yang seakan bisa meledak kapan saja.

“Bagaimana kalau kau gunakan uang ini untuk masa depanmu, Reixa?” tanyanya keesokan harinya saat mereka duduk bersama. Saverio berusaha menjaga nada suaranya tetap lembut, walau hatinya masih diselimuti rasa tak percaya.

Reixa, dengan wajah cerah dan tatapan yakin, menggeleng kecil. “Aku sudah memikirkannya, Ayah. Uang ini cukup untuk lima belas tahun ke depan.”

Saverio memandangnya dengan ekspresi campuran antara gemas dan putus asa. Ia benar-benar ingin menangis. Sebagai karyawan biasa dengan gaji empat juta per bulan, memegang uang sebanyak itu adalah mimpi buruk sekaligus tanggung jawab yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

“Tapi, kau harus mengatur keuanganmu dengan bijaksana, Reixa,” ujarnya sambil menatap serius wajah gadis itu. “Kita tidak bisa memprediksi masa depan, bahkan kejadian tiga detik dari sekarang.”

Reixa tersenyum riang, seolah ucapan Saverio adalah angin lalu. “Tenang saja, Ayah. Aku punya Ayah. Aku percayakan uang itu padamu, Yah.”

Tanpa ragu, Reixa memeluk leher Saverio erat-erat. Pelukan hangat itu disertai senyuman kecil yang mampu meluluhkan hati siapapun. Saverio hanya bisa menghela napas panjang. Tangannya dengan sayang mengusap rambut halus Reixa, membiarkan gadis itu merasa aman dalam dekapannya.

Di tengah keheningan itu, sesosok pria bersurai putih tiba-tiba muncul di sisi mereka. Saverio tak bisa melihatnya, tetapi Reixa—meskipun setengah terlelap—merasakan kehadirannya. Sosok itu menatap Reixa dengan penuh kebanggaan, senyum hangat menghiasi wajahnya.

“Kau memang gadis pilihan, Reixa,” bisik sosok itu lembut, suaranya bergema seperti angin yang menenangkan. “Tidurlah. Kau akan merasa bugar besok pagi.”

Saverio menatap wajah Reixa yang kini sudah terlelap, napasnya teratur dan tenang. Pria itu hanya bisa berdoa dalam hati, berharap ia mampu melindungi gadis kecil yang memiliki kemampuan luar biasa ini, apapun yang terjadi di masa depan.

Setelah mengantar Reixa ke sekolah, Saverio memacu mobilnya menuju sebuah lokasi di pinggiran kota. Kabar tentang bangunan apartemen yang dijual membuatnya penasaran. Saverio—dengan wajah tampan yang selalu dihiasi ketenangan dan rambut hitam berantakan yang nyaris tak pernah rapi—memutuskan untuk melihat bangunan itu secara langsung.

Setibanya di sana, Saverio disambut oleh pemilik gedung, seorang pria paruh baya dengan wajah lelah dan garis-garis kerut yang tak bisa menyembunyikan bebannya. Saverio menatap bangunan apartemen di depannya, yang meskipun terlihat kokoh, namun memiliki aura muram yang sulit diabaikan.

“Kenapa apartemen ini dijual, Pak?” tanya Saverio setelah keduanya duduk di salah satu ruang lobi yang sudah mulai berdebu.

Pemilik gedung itu tampak tertegun sejenak, seakan mencari jawaban yang tepat. Namun bagi Saverio, ia tak butuh penjelasan panjang. Dalam keheningan, tatapannya berubah tajam. Sekelebat masa lalu pemilik gedung itu menghantamnya tanpa ampun. Saverio bisa melihatnya jelas—hutang yang menumpuk, tekanan dari para penagih, dan warisan beban yang ditinggalkan orang-orang sebelumnya. Bangunan ini bukan lagi sebuah aset, melainkan momok yang membuat pria itu tenggelam dalam keputusasaan.

Pria itu akhirnya menghela napas panjang. “Saya terpaksa menjualnya, Tuan. Kondisi ekonomi saya… tidak bisa dibilang baik.”

Saverio mengangguk paham, tak ingin menekan lebih jauh. Dengan nada kalem, ia menjawab, “Saya akan tanyakan pendapat putri saya dulu. Siang ini saya akan kembali.”

Mendengar itu, pemilik gedung tampak lega. “Baik, baik, Tuan! Saya tunggu kabarnya.”

Saverio meninggalkan bangunan itu dengan pikiran yang mulai berputar. Di sepanjang perjalanan kembali ke sekolah Reixa, ia berpikir keras. Membeli apartemen itu memang keputusan besar, tetapi dengan kemampuan Reixa yang ia percayai sepenuhnya, segalanya terasa mungkin.

Sesampainya di sekolah, pemandangan biasa menyambutnya. Anak-anak sekolah berhamburan keluar dari gerbang, ada yang berjalan kaki, ada pula yang sibuk mencari jemputan. Namun di antara kerumunan itu, mata Saverio segera menangkap sosok mungil yang berdiri agak jauh dari teman-temannya. Reixa. Gadis kecil itu tampak celingukan, mencari-cari sesuatu atau mungkin… seseorang.

“Reixa!” panggil Saverio lembut dari kejauhan.

Gadis kecil itu tersentak mendongak, manik hijaunya segera bersinar cerah ketika mengenali sosok yang dipanggilnya Ayah. Tanpa ragu, senyum lebar merekah di bibir mungilnya.

“Ayah~” pekiknya girang. Suara itu melengking kecil di tengah hiruk-pikuk anak-anak lain. Tanpa menunggu lama, Reixa berlari kecil ke arah Saverio, langkah-langkahnya ringan namun bersemangat.

Saverio menunduk sedikit dan membuka lengannya, menyambut Reixa yang langsung memeluk pinggangnya erat-erat.

“Apa yang kau cari tadi?” tanya Saverio sambil mengusap rambut Reixa lembut.

Reixa mendongak, senyumnya tetap terkembang. “Aku kira Ayah belum datang. Tapi ternyata Ayah tepat waktu seperti biasa.”

Saverio terkekeh pelan. Ada sesuatu dalam ucapan polos gadis kecil ini yang selalu membuatnya merasa lebih hidup. Ia menepuk pelan pucuk kepala Reixa, kemudian menggenggam tangan mungilnya dengan erat.

“Ayah punya sesuatu untuk dibicarakan denganmu. Nanti, saat kita makan siang bersama,” ujar Saverio.

“Benarkah? Baik, Ayah!” sahut Reixa riang. Gadis itu melangkah di samping Saverio, wajahnya penuh antusiasme, sementara pria itu menatapnya dengan rasa sayang yang tak pernah pudar.

Dalam hati, Saverio tahu satu hal—apapun keputusan yang akan mereka buat, Reixa akan selalu menjadi bagian dari pilihannya.

Mereka akhirnya bertemu di sebuah cafe kecil dekat apartemen. Mereka berbincang sejenak sebelum Reixa mengeluarkan pertanyaan.

“Tuan menjual apartemen? Sungguh?” Manik hijau Reixa berbinar seketika, nyaris memancarkan cahaya kecil dari antusiasmenya. Saverio hanya bisa menatap gadis kecil itu dengan napas yang terhela panjang, tak pernah bisa menolak binar di mata anak angkatnya itu.

“Iya, Nona. Saya terpaksa menjualnya,” ujar pemilik apartemen dengan nada sedikit lesu.

Reixa mengangguk kecil, lalu menyeruput jus buah favoritnya dengan tenang. Dengan seragam sekolahnya yang sedikit kebesaran membuatnya tampak semakin menggemaskan di mata Saverio. Pria itu memandangnya sambil menggigit bibir dalam kebimbangan.

“Ayah, aku ingin melihat apartemen itu, ya? Boleh, ya?” pinta Reixa penuh harap, suaranya nyaris memohon namun penuh keyakinan.

Saverio menghela napas. “Baik. Mari, Tuan, kami ingin melihat apartemen itu.”

Tanpa menunggu lebih lama, Saverio menggandeng tangan mungil Reixa dan bersama pemilik apartemen, mereka berjalan keluar dari kafe menuju gedung yang hanya beberapa langkah dari sana.

Begitu langkah mereka melewati pintu utama apartemen, atmosfer di dalamnya langsung terasa berbeda. Saverio merasakan aura yang bertabrakan di sekelilingnya—positif dan negatif bercampur tak beraturan. Namun, dominasi aura positif masih menyelimutinya, menyembunyikan sisa kegelapan yang mengendap di beberapa sudut ruangan.

Reixa berjalan perlahan, matanya yang hijau seperti perunggu berkilau menyapu setiap sudut gedung itu. Sosok-sosok tak kasat mata tampak berdiri diam di sana, entah menunggu atau sekadar mengamati. Mereka berada di sudut-sudut tersembunyi, di balik pilar, atau dekat jendela yang kusam.

“Jangan melihat mereka,” suara tenang pria bersurai putih tiba-tiba terdengar di sampingnya. Sosok itu muncul begitu saja, seolah ditarik dari udara kosong. “Kau belum siap untuk itu.”

Reixa tidak menjawab, namun langkahnya tetap teguh, penuh rasa penasaran. Tanpa bisa menghindar, telinganya menangkap penjelasan dari pemilik apartemen—tentang sejarah gedung itu, tentang para penghuni yang pergi satu per satu, dan transaksi yang selalu batal di menit-menit terakhir. Bangunan ini telah menjadi gedung kosong yang hampir tak tersentuh, meski lokasinya begitu strategis di tengah kota.

Saverio melirik Reixa sesekali, berharap gadis itu mengurungkan niatnya. Namun, Reixa justru berhenti tiba-tiba di tengah ruangan, wajahnya penuh semangat.

“Ayah, ayo kita beli apartemen ini!” serunya lantang.

Saverio menatapnya dengan ragu. “Kau yakin?” tanyanya, suaranya penuh kehati-hatian. Dia khawatir, terlalu khawatir, bahwa apa yang terjadi di masa lalu akan berulang.

Reixa menatap ayah angkatnya dengan mantap. “Aku merasa apartemen ini bagus, Ayah. Letaknya strategis dan aku yakin, di masa depan, apartemen ini akan jadi primadona di sini.”

Saverio menghela napas panjang. Ketenangan suara Reixa, keyakinan di balik setiap kata-katanya, selalu berhasil meyakinkannya, meski akal sehatnya menolak. Dia tahu, Reixa bukan anak biasa.

Reixa, di sisi lain, membiarkan kenangan dari kehidupan masa lalunya melintas di pikirannya. Dahulu, apartemen ini dimiliki oleh seorang pengusaha terkaya dengan harga sewa yang selangit. Bahkan, di kehidupan ke-18, suaminya pernah membeli satu unit apartemen ini sebagai simpanannya. Namun, ia ingat dengan jelas—malam tragis ketika dia tewas terjatuh dari lantai atas. Didorong oleh suami dan selingkuhannya sambil tersenyum kemenangan.

“Kali ini apartemen ini milikku,” pikir Reixa penuh kemenangan, senyumnya tipis namun tak terbantahkan.

Saverio hanya bisa menatap gadis itu, yang berdiri dengan penuh percaya diri di tengah ruangan yang sunyi. Sementara pria bersurai putih yang selalu menemani Reixa hanya tersenyum samar, seperti mengetahui sesuatu yang tak akan pernah bisa dipahami oleh orang lain.

1
Astuty Nuraeni
Reixa masih 10 tahun pak, tentu saja masih kanak kanak hehe
Ucy (ig. ucynovel)
secangkir ☕penyemangat buat kak author
Ucy (ig. ucynovel)
reinkarnasi ya
Citoz
semangat kk 💪
Buke Chika
next,lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!