Tring
" Melalui pesan ini aku talak kamu. Mulai hari ini kita bukan lagi suami istri."
Dunia wanita 35 tahun itu seakan runtuh. Dia baru saja selesai melakukan operasi sulit pagi ini. Dan pesan yang berisi talak dari suaminya membuat wanita itu terhuyung.
" Kenapa, kenapa kamu ngelakuin ini ke aku."
Dia tentu bingung, selama 3 tahun menjalin pernikahan mereka terlihat baik-baik saja. Tidak pernah sekalipun berseteru.
Jadi, apa penyebab pesan talak itu sampai terjadi?
Apakah pernikahan wanita itu akan benar-benar hancur? Atau dia akan berusaha untuk mempertahankannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TSMSC Chapter 11
" Buru-buru mau balik ya? Ngopi dulu bentar yuk."
" Ohh oke."
Neel bertemu Neha saat hendak naik lift menuju pulang. Dirasa dirinya tidak akan sering lagi bersua dengan wanita itu, Neel mengajak Neha untuk berbicara sejenak dengan dalih minum kopi.
Kantin milik Rumah Sakit Mitra Harapan buka selama 24 jam. Tentu saja semua penghuni rumah sakit bisa kapan saja pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka.
Termasuk Neel, langit masih gelap. Sekitaran jam 5 pagi saat ini. Mereka berdua yang sama-sama hendak pulang menyempatkan diri untuk mampir sejenak. Tepatnya Neel yang sengaja mengajak untuk membicarakan apa yang jadi rencananya.
" Ada apa?" Neha ternyata peka. Dia tahu bahwa Neel ingin membicarakan sesuatu. Tidak mungkin pemuda itu hanya sekedar mengajaknya minum kopi tanpa ada kepentingan lain.
Semenjak menikah dengan Dimitri, Neel tidak seperti dulu. Terlihat sekali pemuda itu menjaga jarak darinya. Jika bicara pasti tidak jauh dari pekerjaan. Mereka menjadi jarang sekali bersenda gurau seperti dulu.
Maka dari itu Neha menjadi sedikit heran mengapa tiba-tiba Neel mengajaknya minum kopi berdua.
" Nggak sih, aku cuma mau bilang aja kalau aku mau resign."
" Apa?"
Terkejut, tentu saja semua orang akan terkejut ketika Neel bicara demikian. Mereka semua tahu bahwa Neel adalah orang yang sangat kompeten dalam bidang tersebut dimana memang tidak banyak dokter yang terjun di bidang tersebut.
" Jangan becanda Neel, kamu tahu di bagian torak cuma ada kamu sama Dokter Sai. Kalau kamu keluar siapa yang bantu dia."
" Aku nggak yang beneran keluar kok, akau rencananya mau lanjut study tapi aku mau ke LN. Aku udah nyari referensi kampus, paling sekitar 2 atau 3 tahun cukup."
" Kan kamu bisa belajar di sini aja kan Neel, univ milik Dwilaga juga nggak kalah bagusnya sama univ luar."
Sruuuuut
Neel terdiam, dia memilih menyeruput es kopinya dan sama sekali tidak melihat ke arah Neha. Dia tidak bisa memandang wajah ketidaksetujuan Neha atas rencananya itu.
Aku pengecut Neha, aku nggak bisa lihat wajah kamu. Maka dari itu aku milih lari dari kamu.
Neel hanya mampu bicara dalam hatinya. Betapa tidak, dia tidak mungkin bicara seperti di depan wanita yang ia pendam cintanya dari dulu. Ya Neel mengakui bahwa dirinya memang pengecut, dan bahkan Neel pun bertekad akan menyembunyikan rasanya itu untuk selamanya.
" Ganti suasana, aku mau ganti suasana dan ketemu orang-orang yang nggak aku kenal. Kamu tahu kan di sini ketemunya itu-itu lagi hahahah."
Tawa Neel bukanlah tawa yang sebenarnya. Itu adalah tawa yang tidak menggambarkan isi hatinya saat ini. Itu adalah tawa palsu untuk menutupi apa yang saat ini dirasakannya.
" Kamu ada masalah apa sih?" Neha masih penasaran, ia yakin Neel menyembunyikan sesuatu.
" Sorry, pembicaraan kita sampai sini aja ya. Aku cuma mau ngasih tahu itu ke kamu biar kamu nggak tiba-tiba heboh nanti. Ah iya pulang gih, entar Mas Dimi nungguin lho. Bye Ne," sahut Neel cepat. Dia tidak ingin bicara lebih banyak lagi.
Neel pergi meninggalkan senyum, tapi Neha merasakan bahwa senyum Neel adalah senyum yang memendam rasa sakit. Entahlah Neha sendiri tidak tahu sebenarnya apa yang ada dalam hati dan pikiran pemuda itu. Dia juga tidak punya hak untuk mengorek lebih jauh meskipun hubungan mereka sudah dekat sejak mereka kecil dulu.
Dengan lunglai Neel melenggang keluar dari rumah sakit. Ponselnya berdering, ia tersenyum simpul ketika melihat nama orang yang menghubunginya.
" Dimana lo pret?"
" Hahah lo apaan sih, pagi-pagi gini ngumpat gitu. Gue on the way pulang."
" Oke gue kesana."
Neel hanya menggelengkan kepalanya pelan. Ia tahu temannya satu itu pasti akan mengoceh habis-habisan dan bertanya tanpa ujung. Tapi apa boleh buat, itu adalah resiko. Ya semua itu resiko dari apa yang terlah jadi keputusannya.
Ia yakin beberapa dari teman-temannya akan setuju dan ada beberapa lagi yang tidak. Lebih tepatnya mereka merasa Neel tidak seharusnya pergi, hanya itu. Atau lebih tepatnya lagi mereka merasa kehilangan dan berat untuk melepaskan orang yang sudah bersama sejak kecil.
Pertemanan keluarga mereka tentu saja bukan hanya sehari dua hari. Mereka berteman sudah mencapai generasi ketiga, tentu ini adalah hal yang sangat luar biasa bisa bertahan selama itu dengan minim konflik.
Bruuum
Neel melajukan mobilnya. Ketika ia melihat ke kaca spion ternyata ada Neha dibelakang. Hatinya berdenyut saat melihat wanita tersebut.
Wanita yang sudah ia cintai sejak lama. " Aku jahat jika bersedih atas kebahagiaanmu Neha. Aku adalah orang termunafik, namun kini aku akan berdamai dengan hatiku. Berbahagialah Neha, aku akan melepas hatiku."
Dada pria itu terasa sesak, rasanya dia harus segera pergi dari tempat ini agar bisa segera melupakan rasanya itu. Tapi apakah benar bia? Apakah bisa sepenuhnya lepas? entahlah, hanya waktu yang akan bisa menjawabnya.
Ckiiit
Jalanan pagi masih lumayan lengang, Neel sampai di rumah dengan waktu yang normal. Dan lihatlah, di depan rumah sudah ada sebuah motor sport. Tidak lain dan tidak bukan itu adalah Nayaka. Temannya itu ternyata tidak masuk dan masih berada di teras.
" Nih gue bawa sarapan kesukaan lo."
" Bubur ayam emang is the best, thank you bro."
Bukannya membawa Nayaka untuk masuk, Neel malah langsung membuka bubur ayam itu di teras dan memakannya di sana. Dia sungguh menikmati sarapan pagi favoritnya itu.
Sedangkan Nayaka, ia hanya berdecak kesal. Dia sudah sangat penasaran dengan apa yang dikatakan Neel tadi, tapi temannya itu sungguh sibuk dan asyik makan.
" Waaah lo mah bener-bener ye. Gue yang kepo bin khawatir, lo nya kayak kagak punya dosa makan begitu."
" Buset deh gue punya dosa apa sama lo."
" Neel lo napa sih mau pergi gitu. Apa ini karena Mbak gue?"
" Ya? uhuk uhuk uhuk."
Bugh bugh bugh
Neel amat sangat terkejut mendengar ucapan Nayaka. Bahkan bubur bercampur sambal yang baru saja mauk ke tenggorokannya itu hampir keluar lagi. Neel tersedak dan Nayakan langsung memukul-mukul punggung sang teman.
Rasanya panas bercampur sakit di tenggorokannya saat ini. Air mata Neel sampai merembes karenanya.
" Lo ngomong apaan sih Ka?"
" Jangan pikir gue nggak tahu kalau lo suka sama Mbak Neha. Neel kita temenan udah dari piyik, gue tahu betul temen gue ini. Gue tau betul lo suka sama Mbak Neha, ya cuman Mbak gue aja yang kagak peka dan malah milih uler kadut macam Dimitri. Please gue harap lo nggak pergi, kalau lo pergi gimana ntar Mbak gue."
Kening Neel berkerut, ia kaget saat Nayaka tahu perasaannya. Tapi ia lebih tidak mengerti tentang ucapan Nayaka yang terakhir.
" Lah lo apaan sih, dia kan punya suami, lha napa jadi lo bilang gimana Neha kalau nggak ada gue, aneh ih."
" Neel, ehmm gue ada yang mau gue omongin soal Mbak Neha. Dan mungkin ini bisa buat pertimbangan lo untuk pergi apa nggak?"
TBC