Dendam Berbalas Madu

Tercurah hanya untuk Belinda, sementara aku seperti udara yang tak terlihat. Rasa sakit itu semakin menjadi-jadi seiring berjalannya waktu, dan aku merasa semakin terpinggirkan di rumah ini.

Aku masih ingat janji Mas Danu dulu, saat dia meyakinkanku bahwa dia akan memperlakukan kami secara adil, bahwa aku tidak perlu khawatir.

Tapi kenyataannya, janji itu hanyalah sebuah kebohongan yang dibuat untuk menenangkan diriku. Setiap kali aku mencoba mendekatinya atau mengungkapkan perasaanku, dia selalu menghindar dan beralasan, “Caca, Belinda sedang hamil. Dia butuh perhatian lebih saat ini.”

Aku merasa hatiku hancur mendengar alasan itu, seolah keinginanku tak berarti sama sekali. Aku merasa tidak diprioritaskan, bahkan di rumah tanggaku sendiri.

Suatu hari, ketika aku melihat Mas Danu duduk bersama Belinda di ruang tamu, aku mendekat dengan hati yang penuh kebingungan. "Mas, bolehkah kita bicara sebentar?" tanyaku pelan, berusaha mengendalikan emosiku.

Mas Danu hanya menoleh sebentar, memberikan senyuman lelah. “Nanti ya, Caca. Aku sedang menemani Belinda. Dia butuh aku sekarang. Kamu tahu kan, dia sedang hamil,” jawabnya sambil kembali memfokuskan perhatiannya pada Belinda yang tengah duduk dengan perut membesar.

Aku menggigit bibir, menahan rasa sakit yang menggerogoti hatiku. “Aku juga butuh perhatianmu, Mas. Aku merasa seperti... seperti aku tidak ada di sini.” Suaraku hampir tidak terdengar, penuh dengan kekesalan yang terpendam.

Mas Danu menatapku sejenak, namun pandangannya segera beralih lagi ke Belinda. “Aku tahu, Caca. Tapi Belinda lebih membutuhkan perhatian sekarang. Ini bukan saat yang mudah baginya. Jangan terlalu egois,” katanya tanpa menatapku langsung, lebih fokus pada Belinda yang sedang mengeluh tentang rasa sakit punggungnya.

Aku terdiam, merasa seperti terjatuh ke dalam kegelapan. "Egois? Aku hanya meminta sedikit perhatian, Mas. Kenapa aku harus selalu mengalah?" pikirku, tapi tak ada kata yang keluar dari mulutku.

Belinda kemudian menyahut dengan suara lembut, “Caca, aku tahu ini pasti sulit untukmu, tapi aku juga sedang berjuang dengan kehamilan ini. Mas Danu sudah sangat baik perhatian padaku. Aku yakin kamu juga ingin dia bahagia, kan?”

Aku merasa seluruh tubuhku bergetar mendengar kata-kata itu. Sepertinya Belinda sengaja menambah perih rasa yang sudah ada di hatiku. “Tentu saja, aku ingin dia bahagia. Tapi kenapa kebahagiaan Mas Danu harus selalu terhubung denganmu, Belinda?” batinku. Aku hanya bisa menundukkan kepala, menahan air mata yang ingin keluar.

Mas Danu kembali berkata, “Caca, aku janji setelah Belinda melahirkan, kita akan berbicara lebih banyak. Aku akan lebih memperhatikanmu. Kamu harus sabar, ini hanya sementara.”

“Apa yang ‘sementara’ itu, Mas?” jawabku dalam hati, tapi aku hanya bisa terdiam. Aku merasa semakin terasing, seolah aku hanya ada di sini sebagai pengamat, menunggu giliran yang tak pernah datang.

Aku hampir tidak percaya saat mendengar kabar itu. Semua perasaan campur aduk antara terkejut dan kecewa. Mbak Dina dan Mas Bayu akhirnya memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka setelah Mbak Dina menggugat di pengadilan.

Aku merasa seperti dunia ini terus berputar dengan cara yang tak pernah kuinginkan. Dan yang lebih mengejutkan lagi, Mbak Dina berhasil menghancurkan karir Laras, istri kedua Mas Bayu, yang merupakan seorang model terkenal.

Aku merasa sangat terkejut dan bingung. Laras yang dulu tampak begitu sukses, kini harus menghadapi kenyataan pahit karena karir modelingnya hancur.

Aku tak tahu harus berkata apa. Bagaimana mungkin Mbak Dina bisa melakukan itu pada Laras? Tapi setelah merenung sejenak, aku menyadari bahwa ini adalah hasil dari permainan yang lebih besar. Mbak Dina selalu ingin mendapatkan kendali atas segala hal, dan sepertinya dia berhasil lagi.

Mas Bayu tampak seperti orang yang kalah,

seolah tak bisa berbuat apa-apa. Aku tahu dia sangat mencintai Laras, tetapi dia juga tak bisa menahan Mbak Dina yang berusaha menghancurkan kehidupan rumah tangga mereka.

Aku bisa merasakan betapa beratnya hati Mas Bayu, karena dia tidak hanya kehilangan istrinya, tetapi juga kehilangan pengaruh dalam rumah tangga yang telah lama dibangunnya.

Aku berdiri di sudut kamar, merenung panjang. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?" pikirku. Di satu sisi, aku merasa lega bahwa bukan aku yang menjadi korban kali ini, tetapi di sisi lain, aku merasa sangat terguncang dengan apa yang terjadi pada Laras. Aku pernah merasakan betapa sakitnya dikhianati, dan kini, Laras harus menanggung penderitaan yang sama.

Tak lama setelah kabar itu sampai kepadaku, aku merasa seperti terjebak dalam dunia yang penuh dengan kebohongan dan balas dendam.

Mas Danu sibuk dengan pernikahannya yang baru, sementara aku merasa semakin terpinggirkan. Mungkin inilah takdirku, sebuah perjalanan yang penuh dengan luka dan pengkhianatan.

Namun, melihat apa yang terjadi pada Laras membuatku semakin menyadari bahwa hidup ini penuh dengan ketidakpastian, dan kita semua bisa menjadi korban dari kebencian dan ambisi orang lain.

Aku hanya bisa berharap bahwa suatu saat, aku dan Laras akan menemukan jalan keluar dari semua ini, meskipun rasanya semakin sulit untuk percaya pada orang-orang di sekitarku.

Aku merasa marah dan kecewa ketika menyadari bahwa Laras, meskipun sudah aku peringatkan untuk mundur dari hubungan dengan Mas Bayu, tetap saja bersikukuh pada keinginannya.

Aku tahu betul apa yang bisa terjadi jika dia terus terlibat dalam situasi ini. Namun, Laras selalu meyakinkanku bahwa dia dan Mas Danu saling mencintai, dan tidak ada yang bisa mengubah perasaan mereka. "Caca, aku tahu ini sulit, tapi aku mencintainya," katanya dengan penuh keyakinan, membuat aku merasa tidak ada yang bisa menghalangi mereka.

Namun, tak pernah aku bayangkan bahwa apa yang terjadi selanjutnya justru berasal dari tempat yang tak terduga. Mbak Dina, yang selalu terlihat lembut dan tidak banyak bicara, ternyata diam-diam merencanakan balas dendam yang sangat kejam.

Aku tidak tahu apa yang sebenarnya ada dalam pikirannya, tapi aku sangat terkejut ketika mengetahui bahwa dia berhasil menghancurkan karir Laras sebagai model.

Dengan sangat terampil, Mbak Dina menyebarkan bukti perselingkuhan Mas Bayu dan Laras ke media sosial. Foto-foto yang diambil beberapa bulan lalu, saat Laras dan aku berlibur keluar kota bersama, serta foto-foto kami memasuki hotel, semuanya dibagikan dengan sengaja.

Semua itu menunjukkan bahwa Laras tidak hanya terlibat dalam hubungan dengan Mas Bayu, tetapi juga memiliki perilaku yang bisa dianggap tak pantas.

Berita itu langsung viral, dan karir Laras yang sebelumnya gemilang kini hancur dalam sekejap. Tawaran pekerjaan modeling yang sebelumnya terus mengalir kini mulai berkurang, dan Laras, yang sebelumnya penuh percaya diri, tampak hancur. Aku bisa melihat betapa beratnya dia menanggung semua ini, tetapi aku juga tahu bahwa tak ada yang bisa mengubah kenyataan.

Laras menghubungiku, suaranya terputus-putus. “Caca, kenapa ini terjadi? Kenapa Mbak Dina melakukan ini padaku? Aku hanya... aku hanya mencintai Mas Bayu,” suaranya hampir tidak terdengar. Aku bisa merasakan betapa dalamnya penderitaan yang dia rasakan.

Aku menatap layar ponselku, melihat gambar-gambar itu tersebar begitu cepat. “Aku sudah berusaha memperingatkanmu, Laras,” jawabku dengan nada yang lebih rendah dari biasanya, karena aku merasa bingung antara kecewa dan kasihan. “Aku tahu kamu mencintai Mas Bayu, tapi tidak ada yang bisa menghentikan permainan ini. Mbak Dina... dia sudah punya rencana sendiri.”