Bagaimana jika orang yang kamu cintai meninggalkan dirimu untuk selamanya?
Lalu dicintai oleh seseorang yang juga mengharapkan dirinya selama bertahun-tahun.
Akhirnya dia bersedia dinikahi oleh pria bernama Fairuz yang dengan menemani dan menerima dirinya yang tak bisa melupakan almarhum suaminya.
Tapi, seseorang yang baru saja hadir dalam keluarga almarhum suaminya itu malah merusak segalanya.
Hanya karena Adrian begitu mirip dengan almarhum suaminya itu dia jadi bimbang.
Dan yang paling tak di duga, pria itu berusaha untuk membatalkan pernikahan Hana dengan segala macam cara.
"Maaf, pernikahan ini di batalkan saja."
Jangan lupa baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
"Bu." panggil Hana, ia meletakkan secangkir teh hangat di hadapan Ibu.
"Ada apa?" tanya sang ibu, mengiring senyum tulus di wajahnya.
"Hana dah pesan bingkisan untuk esok pagi." ucap Hana, duduk berhadapan dengan sang mertua.
Ibu mertuanya pun menatap wajah Hana sedikit lama, lalu kemudian mendesah pelan.
"Ya." jawab Ibu. Di satu sisi ingin mencegahnya agar mengakhiri keterpurukan sang menantu. Tapi di sisi lain ia pun sama, masih ingin terus mengenang kepergian Rayan.
Melihat notifikasi di layar ponselnya sudah terisi gaji almarhum sang suami, ia akan segera merencanakan untuk berbagi.
Keesokan harinya, Hana mengantarkan sendiri makanan yang sudah di pesannya di rumah makan dekat tokonya.
"Hana, ini terlalu banyak jika hanya untuk anak-anak mengaji. " kata ustadz Fairuz, Hana meletakkan banyak sekali kotak makanan di dalam mesjid tersebut. Dibantu oleh Mbak Yayuk mengeluarkan dari dalam mobil Hana.
"Tak ape Mas Fairuz. Nanti kalau tak habis, boleh di bagikan setelah Maghrib. Kotak ini hanya berisikan ayam goreng dan telur yang sudah matang. Atau, boleh bagi budak-budak tu due kotak sekalian." kata Hana.
Fairuz mengangguk mengerti. Ada dua jenis kotak yang di susun bersisian. Pria itu pun mengambil satu kotak yang lebih besar, tentu kotak tersebut untuk orang dewasa. Isinya nasi lengkap beserta sambal dan sebagainya.
"Hana masak sendiri?" tanya pria itu menutup kembalikan kotak makanan yang sudah di lihat isinya.
Hana tersenyum malu. "Hana tak pandai." jawabnya.
Fairuz pun terkekeh, meletakkan kembali kotak makanan tersebut. "Tidak masalah, biar nanti setelah kita menikah, aku yang akan memasak untuk mu." kata Fairuz, di sambut senyum salah tingkah Hana.
Mbak Yayuk yang mendengar pun jadi ikut tersipu, tersenyum-senyum sendiri mendengar rayuan sang ustadz kepada Hana.
Sekejap kemudian, anak-anak yang baru pulang sekolah berdatangan dengan berlari-lari. Mereka beramai-ramai mendatangi masjid dengan suka cita seperti biasa, karena sudah hafal betul akan ada banyak makanan dan uang yang di bagikan oleh Hana.
Itu pula yang membuat Hana merasa bahagia, hatinya akan merasa lega setelah membagikan separuh uang suaminya. Senyum puluhan anak yang mengaji itu seperti mengurangi kesedihan hati.
"Mbak Hana, aku duluan ke toko. Kayaknya Kiki kerepotan." bisik Mbak Yayuk kepada Hana.
"Dah nak Adzan." kata Hana, melirik jam di dinding, ia mengajak Yayuk agar menemaninya sholat terlebih dahulu.
Anak-anak berbaris rapi, warga yang dekat dengan mesjid pun ramai berdatangan untuk melaksanakan kewajiban umat muslim tersebut.
Di depan sana, seorang murid ustadz Fairuz sudah bersiap untuk melantunkan adzan. Namun terhenti sejenak ketika seorang pria paruh baya penuh wibawa memasuki mesjid tersebut dengan dua orang pemuda usia belasan tahun pula mengekor di belakangnya.
"Abah!"
Semua orang menoleh kebelakang, dimana mata sang ustadz muda memandang.
Begitupun Hana, perempuan itu menatap kearah laki-laki yang di panggil Abah oleh Fairuz. Namun sejurus kemudian, pria itu seolah tahu ada seseorang yang menatap ke arahnya. Dia pun menoleh ke arah Hana. Hana langsung menunduk pelan dengan perasaan menerka. Entah mengapa hatinya merasakan aura tak ramah.
Hanya belasan menit saja, sholat pun usai dan tiba waktunya membagikan makanan untuk semua orang, anak-anak kecil yang baru pulang sekolah itu tampak sudah mengantri, sedangkan anak-anak yang datang mengaji duduk rapi karena mereka sudah mendapatkan kotak makanan masing-masing dan akan di makan setelah mengaji.
"Banyak juga muridmu di sini Fairuz." ucap sang ayah mengamati anak-anak usia 6 tahun ke bawah duduk rapi, mereka di jadwalnya mengaji setelah Zuhur. Sedangkan yang baru pulang sekolah akan mengaji setelahnya.
"Iya Abah, itulah yang membuat aku dan Yusuf belum ingin pulang ke pesantren." jawab Fairuz, akan tetapi matanya melirik Hana yang sedang sibuk membagikan makanan bersama Yayuk dan Yusuf.
"Kau saja Fairuz. Kalau Yusuf ingin di sini tidak apa-apa, Abah tidak keberatan." kata Sang ayah, lalu ikut menatap dimana mata anaknya terpatri. Laki-laki paruh baya itu paham sekarang. Bahwa perempuan yang ingin di nikahi Fairuz adalah dia.
"Mengapa Abah hanya menginginkan aku yang pulang, bukankah aku dan Yusuf sama saja?" Kata Fairuz pula, niat hati memang ingin selalu di kampung ini, bersama Hana.
"Karena kamu pewarisnya, bukan Yusuf."
Tentu Fairuz tak mau mendebat, ia menghampiri Hana lalu berbicara.
"Hana, bisakah aku meminta waktu mu sebentar." ucap Fairuz. Hana pun mengangguk, ia pun mengakhiri kegiatannya, berdiri mengikuti Fairuz.
"Abah, ini adalah Hana. Perempuan yang aku ceritakan pada Abah tempo hari." kata Fairuz kepada ayahnya.
Pria itu tersenyum tipis, meski sekilas tapi bola matanya menangkap bingkai wajah Hana dan menghafalnya.
"Assalamualaikum Abah. Saya Hana." ucap Hana tersenyum seraya mengangguk sopan, ia pun mengulurkan kedua tangannya yang menangkup.
"Oh." Kyai bernama Abdullah itu mengangguk, iya pun menjawab. " Wa'alaikum salam."
Seketika suasana canggung langsung tercipta. Hana pun langsung berpamitan meninggalkan ayah dan anak itu.
"Aku sih kurang suka sama bapaknya ustadz Fairuz." kata Yayuk tiba-tiba, setelah berada di halaman mesjid.
Hanya melempar senyum, Hana tak menanggapi ucapan teman bekerjanya itu, hanya saja hatinya pun mengakui demikian. Sejurus kemudian mobil Hana meluncur pelan kembali ke toko miliknya, roda mobilnya melaju sementara mobil Adrian baru saja tiba dari kota. Dua hari ia pergi melihat keadaan ibunya yang terbaring koma.
"Syukurlah kau sudah kembali Adrian. Aku sudah menunggumu sejak tadi." dokter Bella langsung menyapanya dengan perasaan lega. Selama dua hari ini dokter Bella yang menggantikan Adrian, mengingat Klinik Adrian Sudah mulai ramai.
"Terimakasih. Maaf tadi jalanan di kota sedikit macet." kata Adrian.
"Kalau begitu aku pergi. Ada dua pasien rawat inap, nanti sore kau bisa memeriksanya lagi." pesan dokter Bella. Kemudian menunjuk kotak makanan yang terletak diatas meja. "Makanan itu untuk kau saja. Aku sudah sangat terlambat." ucapnya lagi, sebelum akhirnya melangkah pergi.
Penasaran dengan kliniknya setelah ditinggal dua hari, iapun pergi keluar mencari keberadaan Rosa.
Tampak dari ruangannya, Rosa sedang sibuk menginput data. Wajahnya serius dengan tatapan yang terfokus pada layar komputer. Gadis itu tidak sadar kalau dokter Adrian sudah ada di depannya.
"Apakah sangat sibuk?" tanya Adrian, berdiri mengantongi tangannya dengan santai.
"Dokter!" Rosa tersenyum kaku, seketika ia dan rekan perawatnya berdiri sejajar di belakang meja yang lumayan tinggi menutupi diri itu.
Adrian pun melihat kotak makanan yang sama di meja Rosa, pun dengan beberapa perawat yang lain. Ia juga melihat di luar sana anak-anak berlari membawa kotak yang serupa.
"Kotak makanan ini, kau membelinya dimana?" tanya Adrian kepada Rosa, dia bahkan tidak tahu bagaimana menanyakannya.
"Oh, ini kami tidak membelinya. Ini dibagikan di mesjid setiap awal bulan oleh Kak Hana, kakak iparnya Rosa." ucap Rini, perawat yang membantu Rosa menginput data.
"Dalam rangka apa?" tanya Adrian semakin penasaran.
Rini tak menjawab, melainkan menoleh Rosa yang sejak tadi diam.
Tatapan Adrian pun berpindah kepada perempuan yang mirip dirinya itu.
"Hari ini adalah hari meninggalnya Mas Rayan, suami kak Hana." jawabnya pelan.
Adrian menelan ludahnya sendiri, entah mengapa mendengar itu ia merasa kematiannya sendiri yang sedang di peringati.
"Rosa, bolehkah aku tahu lebih banyak tentang kakakmu yang mirip dengan ku itu?" tanya Adrian begitu penasaran.
💞💞💞💞
#quoteoftheday..