Pada tahun 2050, bumi dilanda kekeringan dan suhu ekstrem. Keitaro, pemuda 21 tahun, bertahan hidup di Tokyo dengan benteng pertahanan anti-radiasi. Namun, tunangannya, Mitsuri, mengkhianatinya dengan bantuan Nanami, kekasih barunya, serta anak buahnya yang bersenjata. Keitaro dibunuh setelah menyaksikan teman-temannya dieksekusi. Sebelum mati, ia bersumpah membalas dendam.
Genre
Fiksi Ilmiah, Thriller, Drama
Tema
1. Pengkhianatan dan dendam.
2. Kekuatan cinta dan kehilangan.
3. Bertahan hidup di tengah kiamat.
4. Kegagalan moral dan keegoisan.
Tokoh karakter
1. Keitaro: Pemuda 21 tahun yang bertahan
hidup di Tokyo.
2. Mitsuri: Tunangan Keitaro yang mengkhianatinya.
3. Nanami: Kekasih Mitsuri yang licik dan kejam.
4. teman temannya keitaro yang akan
muncul seiring berjalannya cerita
Gaya Penulisan
1. Cerita futuristik dengan latar belakang kiamat.
2. Konflik emosional intens.
3. Pengembangan karakter kompleks.
4. Aksi dan kejutan yang menegangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifky Aditia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23: PENYELAMATAN
Mobil yang dikendarai Kenta melaju dengan kecepatan penuh. Suara mesin meraung di jalanan kecil yang semakin kasar mendekati pinggiran hutan. Keitaro duduk di kursi penumpang, merasa dadanya semakin sesak karena khawatir.
“Kita hampir sampai,” kata Kenta, menahan napas saat ia memutar setir dengan tajam.
Mobil berhenti mendadak di tepi hutan. Tanpa buang waktu, Keitaro melompat keluar, diikuti oleh Kenta dan Shoji. Mereka bertiga langsung berlari masuk ke dalam hutan, mengikuti arah titik merah di peta.
Semakin jauh mereka masuk, pemandangan di sekitar mulai berubah. Pohon-pohon besar tumbang di sana-sini, tanah penuh dengan jejak cakaran besar, dan bau dari darah menguar di udara.
“Ini…” Shoji menunjuk sesuatu di depan mereka.
Keitaro berhenti sejenak, menatap tubuh seorang pria tergeletak di tanah. Tubuhnya tercabik-cabik parah, seakan diterkam oleh makhluk buas.
“Lihat ini!” seru Kenta sambil tersenyum lega. “Beruang itu pasti berhasil memberontak dan membunuh mereka semua! ku bilang juga apa tidak usah khawatir."
Namun, Keitaro hanya diam. la mendekati mayat itu dengan hati-hati, mengamati luka-luka yang mengerikan di tubuhnya. Jejak cakaran di daging dan tulang pria itu tampak dalam dan acak, tetapi Keitaro tahu sesuatu yang aneh.
"Tidak..." gumamnya pelan.
Kenta menoleh. "Apa maksudmu 'tidak'? Bukankah ini ulah beruang kita?"
Keitaro menggeleng, wajahnya tegang. "Luka-luka ini... tidak sama dengan cakaran beruang kita pada orang orangnya nanami digubuk sebelumnya. Ini terlalu besar dan terlalu liar. Ini bukan ulah beruang yang kita kenal."
Wajah Kenta yang semula ceria berubah panik. Shoji menatap tubuh itu dengan mata lebar, mulutnya sedikit terbuka. "Kalau bukan ulah beruangmu, lalu apa yang melakukan ini?"
Sebelum Keitaro sempat menjawab, suara dari semak-semak di depan mereka membuat ketiganya menegang. Semak-semak itu bergoyang hebat, seolah ada sesuatu yang besar di dalamnya.
Shoji mengarahkan senjatanya, sementara Kenta bersiap dengan pisau yang selalu ia bawa. Keitaro mengangkat tangannya, memberi isyarat agar mereka tidak bergerak gegabah.
Makhluk itu keluar dari semak-semak, tetapi bukan yang mereka duga.
"Reina?" Keitaro hampir tidak percaya.
Reina muncul dengan napas tersengal-sengal, wajahnya penuh keringat. la berusaha menggendong Ayane yang pingsan, tetapi langkahnya sudah sangat goyah. Di belakang mereka, beruang Keitaro berjalan terhuyung-huyung, jelas masih terpengaruh obat tidur.
Begitu melihat Keitaro, Reina membeku sejenak, lalu senyumnya merekah. la langsung berlari ke arahnya dan memeluk Keitaro dengan erat.
"Kau datang! Aku tahu kau akan datang!" serunya dengan suara penuh kelegaan.
Ayane yang digendong Reina langsung jatuh begitu saja ke tanah. Tubuhnya terbaring dengan posisi tak karuan, tetapi itu justru membuatnya sadar.
"Aduh... Reina!" Ayane meringis kesakitan sambil mencoba duduk.
Shoji, yang sejak tadi hanya mengamati, kini menatap beruang Keitaro dengan ekspresi takjub. "Ini... ini beruang yang kau ceritakan? Aku belum pernah melihat beruang sebesar ini."
"Tunggu sampai kau mendengar yang lebih mengejutkan. Tadi kami ditolong oleh dua beruang yang lebih besar dari ini." seru ayane
"Apa?" Shoji membelalakkan matanya, suaranya penuh ketidakpercayaan. "Lebih besar dari ini?!"
Reina, yang masih berdiri di dekat Keitaro, tiba-tiba menoleh ke Shoji dengan tatapan puas. "Jadi, kau rekan terakhir yang dicari Keitaro ya?" tanyanya sambil tersenyum kecil. "aku mengira perempuan lagi."
Keitaro hanya tersenyum kecil karena mereka baik baik saja, tetapi pandangannya tetap tajam menatap hutan di sekitarnya. Meski mereka telah bertemu kembali, pikirannya tidak bisa tenang. Apa yang sebenarnya terjadi di hutan ini? Dan siapa atau ada apa dengan hewan hewan dihutan ini.
beruang mendekat dengan langkah terhuyung-huyung. Tubuhnya yang besar tampak lemah, dan matanya berkaca-kaca, seakan menangis. Ia berhenti di depan Keitaro, lalu menundukkan kepala, menyentuh tangan Keitaro dengan pelan. Gesturnya penuh penyesalan, seolah meminta maaf karena tidak bisa melindungi benteng dan rekan-rekannya.
Keitaro diam sejenak, memandang beruang itu dengan ekspresi yang sulit ditebak. Rekan-rekannya menahan napas, menunggu reaksi Keitaro.
Namun, bukannya marah atau menghukum, Keitaro justru mengangkat tangannya dan mengelus kepala beruang itu dengan lembut. "Kau sudah melakukan yang terbaik," ucap Keitaro pelan, suaranya penuh kehangatan.
Beruang itu mengeluarkan suara rendah, seperti menggeram pelan, dengan rasa lega yang dalam. Suasana yang sebelumnya tegang dan penuh ketakutan tiba-tiba berubah menjadi tenang dan penuh haru.
Kenta, Shoji, Ayane, dan Reina menyaksikan momen itu dengan diam. Bahkan Reina, yang biasanya suka bercanda, tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Namun, matahari mulai terbenam, memancarkan cahaya oranye keemasan di langit. Keitaro mengangkat kepalanya, menatap langit yang mulai gelap. "Kita harus pulang," katanya. "Tapi..." Ia menoleh ke beruang yang masih terlihat lemah. "Bagaimana caranya kita membawa beruang ini? Dia bahkan sulit untuk berjalan."
Beruang itu segera menjauh beberapa langkah,
Ia menggeram pelan, seolah meminta mereka pergi tanpa dirinya.
Tiba-tiba, Ayane mengingat sesuatu. "Mobil!" serunya. "Mobil-mobil yang membawa kami ke sini. Mereka pasti masih ada di sekitar sini."
Keitaro menatapnya dengan alis terangkat. "Kau yakin?"
"Ya," jawab Ayane sambil menunjuk ke arah utara. "Aku ingat, saat kami diculik, mobil-mobil itu berhenti tidak jauh dari sini."
Kenta langsung berdiri. "Kalau begitu, kita cek. Kalau pemiliknya sudah tidak ada, kita ambil saja mobilnya," katanya dengan nada ringan.
Keitaro tidak masalah dengan itu "Baiklah, ayo kita periksa."
Mereka semua bergerak ke arah yang ditunjukkan Ayane. Tidak lama kemudian, mereka menemukan tempat yang dimaksud. Tiga mobil biasa dan satu truk besar yang sebelumnya digunakan untuk mengangkut Ayane, Reina, dan beruang itu terparkir rapi di antara pepohonan.
"Truk ini," kata Reina sambil menepuk bagian belakang truk besar itu. "Ini cukup besar untuk membawa beruang."
Kenta membuka pintu truk dan memeriksa bagian dalamnya. "Pemiliknya sudah tiada. Mobil ini sekarang milik kita." Ia tersenyum lebar.
Keitaro mengangguk. "Baik, kita gunakan ini. Kenta, kau yang mengemudi. Shoji, bantu aku membawa beruang ke dalam truk."
Beruang itu awalnya enggan bergerak, tetapi dengan bujukan lembut dari Keitaro, ia akhirnya bersedia naik ke truk. Meskipun terlihat masih lemah, matanya menunjukkan rasa percaya kepada Keitaro.
Setelah semuanya siap, mereka kembali ke benteng dengan mobil-mobil baru. Meskipun perjalanan itu panjang, suasana di dalam truk terasa lebih tenang. Mereka semua tahu, meski banyak rintangan yang mereka hadapi, mereka tetap satu tim yang saling melindungi dan itu adalah kekuatan terbesar mereka. sementara pikiran keitaro tidak pernah tenang karena Nanami yang mulai bergerak, dan tentang hutan yang seperti menyimpan banyak misteri dan mungkin monster didalamnya.