Park Eun-mi, seorang gadis Korea-Indonesia dari keluarga kaya harus menjalani banyak kencan buta karena keinginan keluarganya. Meski demikian tak satupun calon yang sesuai dengan keinginannya.
Rayyan, sahabat sekaligus partner kerjanya di sebuah bakery shop menyabotase kencan buta Eun-mi berikutnya agar menjadi yang terakhir tanpa sepengetahuan Eun-mi. Itu dia lakukan agar dia juga bisa segera menikah.
Bagaimana perjalanan kisah mereka? Apakah Rayyan berhasil membantu Eun-mi, atau ternyata ada rahasia di antara keduanya yang akhirnya membuat mereka terlibat konflik?
Yuk! Simak di novel ini, Kencan Buta Terakhir. Selamat membaca.. 🤓
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 32
Rayyan, David dan juga empat orang baker masih berkutat dengan finishing beberapa produk yang akan dijual hari ini. Toko baru buka sekitar setengah jam lagi. Para pelayan toko juga baru datang dan sedang menyiapkan ruang etalase.
Asna masuk dari ruang etalase hendak menuju ruangan Eun-mi untuk mengambil keperluan tugasnya sebagai kasir.
"Asna!", panggil David.
Tak hanya Asna yang menoleh padanya, tapi juga yang lain. Dan sebagian dari mereka tersenyum-senyum karena sudah terlalu nampak di mata mereka kalau David menyukai Asna. Rayyan juga demikian, dia malah menyenggol David yang membalasnya dengan tatapan kesal.
David kemudian menghampiri Asna.
"Ada yang ingin aku diskusikan denganmu tentang rencanaku kemarin. Setelah selesai jam kerja, apa aku boleh minta waktumu sebentar?", tanya David.
Asna hanya mengangguk, dan itu sudah lebih dari cukup bagi David yang membalasnya dengan senyuman. Lesung pipinya yang hanya sebelah nampak tiap kali ia melakukan itu.
Asna kemudian segera berpaling dari David dan menuju ke ruangan Eun-mi.
Sesampainya di sana, Eun-mi dan Wina menatapnya bingung. Asna jelas tetap pada mode tanpa ekspresinya, tetapi ada yang lain yang berubah. Wajahnya memerah..
"Kamu ga papa As?", tanya Eun-mi khawatir.
Kini Asna yang berbalik kebingungan dengan pertanyaan itu. Ia kemudian menggeleng.
"Muka kamu merah gitu.. Jangan-jangan lagi demam", kini Wina yang menimpali.
Tak seorang pun dari mereka yang menyangka kalau Asna sedang merona karena malu. Karena seharusnya rasa itu terbaca dari wajah yang tersenyum sipu.
"Aku gak papa", sahutnya.
"Kalo memang gak enak badan, gak usah kerja dulu. Nanti biar yang lain gantiin kamu. Kamu istirahat aja", ucap Eun-mi yang masih tetap khawatir.
"Bener, aku gak papa", sahutnya lagi.
"Ya udah. Tapi kalo ada apa-apa jangan diam aja ya. Aku gak mau sampai dibilang mengeksploitasi karyawan", ucap Eun-mi sambil tersenyum.
Asna mengangguk. Dalam hatinya ia merutuki wajahnya yang tak tahu malu, sudah berani merona hanya karena diajak David untuk bicara.
********
"Bagaimana perkembangan In-ho?", tanya Rayyan pada Salman saat di minimarket.
Ia sedang mengambil pesanan berbagai macam rempah khas Indonesia yang dipesannya lewat Salman.
"Bagus, dan dia cepat belajar. Untuk beberapa bacaan wajib sholat, dia sudah hafal. Cuma mungkin agak kesulitan di pelafalan. Ya gitu deh, lidah mereka beda tipe sama kita jadi agak susah diajak baca bahasa Arab", sahut Salman.
"Ya gak papa juga kan? Yang penting dia sudah berusaha, Allah Maha Tahu", Rayyan kemudian menyerahkan ongkos pesanannya.
"Jadi, kapan kamu pulang?", tanya Salman.
Rayyan menghela nafas.
"Belum tahu. Kemarin sih rencananya lusa, tapi kayaknya kutunda dulu. Masih ada urusan penting di sini".
"Urusan apa memangnya?", Salman tak mampu melawan rasa ingin tahunya.
"Maaf, aku gak bisa ngasih tahu", Rayyan kemudian mengucapkan salam lalu segera pergi dari situ.
Sampai di toko, dia kembali melihat pemandangan yang mengganggunya. Lewat kaca di pintu etalase, Rayyan kembali melihat In-ho berada di toko bersama anaknya. Kali ini mereka tak hanya membeli, tapi juga duduk untuk makan di situ.
Rayyan yang tadinya hendak masuk ke sana, memilih mengurungkan niatnya dan bermaksud kembali ke rumahnya. Namun kini langkahnya juga terhenti oleh pemandangan lain. David dengan wajah kesal sedang membuat adonan kue. Ia melirik sebentar pada Rayyan seolah ingin menampakkan kekesalannya.
"Kalau lagi kesal, jangan bikin kue dulu. Nanti malah kacau jadinya", ucap Rayyan.
David hanya menghempaskan spatulanya dalam wadah adonan lalu mengambil loyang. Mulutnya terkunci, tapi wajahnya seperti sedang mengomel dengan berderet kata makian.
"Dengar, kau jangan seperti ini. Apa yang kau dapat dengan berperilaku seperti anak kecil begini", Rayyan coba menasehatinya.
"Aku hanya khawatir kalau akhirnya Asna menyerah pada In-ho. Apalagi lelaki itu sungguh licik dengan memanfaatkan anaknya untuk memikat Asna", sahut David.
"Kau tak perlu anak untuk itu. Kau hanya perlu dirimu dan segala pesona yang ada pada dirimu", puji Rayyan, bermaksud mengembalikan rasa percaya diri David.
"Aku sebenarnya tak yakin kalau Asna mau menerimaku. Aku tak bisa membaca isi hatinya sama sekali, terlalu abstrak", David terhenti dari aktivitasnya seolah tengah merenung.
"Sudah dibilangin dari kemaren juga. Ngeyel!", ucap Rayyan dalam bahasa Indonesia.
"Kau bilang apa tadi?", tanya David tak mengerti.
"Maksudku, kalau kamu memang berniat, maka usahakan dengan maksimal. Tak perlu berpikir yang tidak-tidak. Pantang menyerah sebelum diputuskan", Rayyan bicara dengan nyaring untuk memberi semangat pada David.
David malah terkekeh meledek.
"Coba kau ucapkan itu pada dirimu sendiri", katanya.
Rayyan malah jadi kesal. Situasi dirinya kan berbeda dengan yang David hadapi?
"Kau serius ingin kubantu atau tidak? Kalau tidak ya sudah, aku berlepas tangan dari urusanmu, urusan Eun-mi atau siapapun. Lebih baik aku segera pulang dan menikah. Terserah kalian saja mau bagaimana menjalani hidup kalian. Aku ingin meraih kebahagiaanku sendiri tanpa perlu direpotkan lagi oleh kalian", Rayyan mengomel dengan nada kesal.
"Maaf.. maaf.. Baiklah, aku tak bermaksud begitu. Aku.. mengandalkan mu", ucap David sambil tersenyum penuh harap.
Rayyan melengos melihatnya kemudian langsung pergi ke lantai atas.