Salwa Nanda Haris, anak sulung dari pasangan Haris dan Raisya. Salwa menolak perjodohannya dengan Tristan, pria yang berstatus duda anak satu.
Awalnya Salwa sangat menolak lamaran tersebut. Ia beralasan tak ingin dibanding-bandingkan dengan mantan istrinya. Padahal saat itu ia belum sama sekali tahu yang namanya Tristan.
Namun pernikahan mereka terpaksa dilakukan secara mendadak lantaran permintaan terakhir dari Papa Tristan yang merupakan sahabat karib dari Haris.
Sebagai seorang anak yang baik, akhirnya Salwa menyetujui pernikahan tersebut.
Hal itu tidak pernah terpikir dalam benak Salwa. Namun ia tidak menyangka, pernikahannya dengan Tristan tidak seburuk yang dia bayangkan. Akhirnya keduanya hidup bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mertua bar bar
Waktunya jam pulang sekolah. Salwa dan Khumairah dijemput oleh Mang Jaja. Mereka langsung pulang ke rumah.
Saat sudah sampai di rumah, ada notif pesan di Handphone Salwa.
💌0898 XXXX XXXX
Ini passwordnya 789789
Rupanya yang mengirim pesan adalah suaminya.
"Dasar es Balok! Nggak ada romantis-romantisnya sama istri! Gimana aku bisa punya perasaan coba? Dianya aja gitu! Astaga... Nyebut, Wa! Sabar-sabar! Kalau kamu kayak es balok, aku pun bisa jadi kulkas dua pintu, Mas!" Monolog Salwa yang saat ini sedang berada di kamarnya.
Merasa kepanasan, ia membuka cadarnya. Seketika ia ingat keberadaan foto pengantin suaminya yang masih terpampang di dalam kamar itu. Ia mengamati begitu lama.
"Mbak Nabila! Saya tidak bermaksud merebut Mas Tristan dan Ira! Mbak tahu itu, kan? Awalnya aku bahkan tidak berminat untuk menikahi dudamu itu! Aku tidak siap dibanding-bandingkan dengan orang di masa lalunya meski ia sudah tiada. Tapi Ira yang membuat aku kini ingin menjaga dan merawatnya. Mbak yang ridho ya?" Salwa seolah mengajak foto Nabila berbicara.
Tok
Tok
Tok
"Siapa?"
"Ira... Bunda!"
"Masuklah, nggak dikunci!"
ceklek
Khumairah tertegun di tempatnya. Ia mengamati Salwa dari ujung kepala ke ujung kaki.
"Ra... kok bengong?"
"Ini Bunda, kan?"
"Iya ini Bunda, kenapa?"
Khumairah mengedip-ngedipkan mata dengan ekspresi yang lucu.
"Hai, kenapa?" Tanya Salwa lagi, melambaikan tangan di depan wajah Khumairah.
Bukan menjawab justru Ira memegang wajah Bundanya. Posisi saat ini Salwa duduk di karpet depan tempat tidur dan Khumairah berdiri.
"Bunda cantik! Cantik sekali kayak bidadari! Ira baru bisa lihat wajah Bunda."
"Ira juga cantik kok."
Keesokan harinya.
Karena libur, Tristan masih bermalas-malasan di dalam kamarnya. sedangkan Salwa dan Ira
saat ini sedang di dapur. Rupanya Ira sedang membantunya membuat kue coklat. Keduanya belepotan dengan tepung. Tak jarang Salwa mencolek pipi Ira dengan tepung.
Melihat hal tersebut, Bi Eni sangat terharu. Ia adalah salah satu saksi yang melihat tumbuh kembang Khumairah. Meski Khumairah tidak kekurangan kasih sayang dari Abi dan keluarganya, namun kasih sayang khusus dari sosok Ibu pasti sangat ia rindukan.
Tiba-tiba Handphone Tristan berdering. Rupanya sang Ayah mertua yang menelponnnya.
"Assalamu'alaikum, Yah!"
"Wa'alaikum salam, Tristan! Kalian ada di rumah?"
"Iya, Yah!"
"Ini Bundanya mau main, kangen sama anaknya katanya! Boleh ya?"
"Astaga, kok masih nanya sih, Yah? Ya boleh, dengan senang hati kami tunggu."
"Baiklah, mungkin satu jam lagi kami sampai."
"Iya, Yah."
Tristan keluar dari kamarnya, mencari keberadaan Istri dan anaknya.
"Encus, mana Ira?"
"Nona Ira di dapur sama Nyonya, Tuan!"
"Oh..."
Tristan pun pergi ke dapur.
"Bunda, tadi waktu shalat aku sudah berdo'a sama Allah."
"Do'anya apa?"
"Ira minta supaya Kakek cepat sembuh dan pulang ke rumah, terus Ira juga minta supaya cepat dapat adik bayi."
"Semoga do'a Ira segera terkabul ya! Udah mateng nih, cobain dulu, Ra! Enak nggak? Pelan masih panas!"
"Hem... Yummiii, Enak banget, Bun!"
Mereka tidak sadar, ada seseorang yang saat ini sedang memperhatikan mereka berdua.
"Eh ada Abi!" Ujar Ira.
Salwa pun menoleh ke belakang. Benar, saat ini suaminya itu sedang berdiri cukup dekat di belakang mereka.
"Masak apa, Nak? Kok sampai cemong-cemong gitu?"
"Hehe... Ira bantuin Bunda bikin kue! Nih kuenya udah jadi! Enak lho, Bi! Abi harus nyobain ini!"
Khumairah menyuapkan satu kue ke mulut Abinya. Tristan pun memakan kue itu.
"Hem... gimana, Bi? Enak, kan?"
"Enak sekali, anak Abi udah pinter masak nih!"
"Bunda yang pinter, Bi! Kasih hadiah dong, Bundanya, Bi!"
"Hah, hadiah?"
"Iyalah, Bunda juga udah bikinin Abi minuman coklat tadi! Masa Abi nggak bilang apa-apa sama Bunda! Kata Miss Fera kalau seseorang sudah berbuat baik kepada kita, kita harus bilang terima kasih!"
Tristan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Putrinya itu sekarang sudah bisa menceramahinya.
"Terima kasih!" Ucap Tristan kepada Salwa dengan kaku.
"Ih, Abi dicium dong Bundanya!"
Deg
Jantung Salwa tidak aman.
"Ah iya, aku lupa mau bilang! Tadi Ayah telpon, katanya mau main ke sini. Mungkin sebentar lagi sampai."
"Iya, Mas! Ira, Opa dan Oma mau ke sini! Ayo kita taruh kue coklatnya di meja tamu!"
"Jadi Opa dan Omanya Ayla dan Alya sekarang jadi Opa-Omaku juga ya, Bun?"
"Iya, Sayang! Itu benar!"
"Kalau begitu, Ayo, Bun!"
Tristan meraba dadanya, merasa aman.
"Sst, Bi Eni!"
"Iya, Den! Ada apa?
"Yang bikin minumanku Bibi, kan?"
Bi Eni menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia khawatir Tristan akan marah.
"Maaf, Den! Dari kemarin yang bikin Nyonya muda! Maaf ya, Den! Saya sudah melarangnya, tapi Nyonya maksa!"
"Oh... ya sudah! Nggak pa-pa!"
"Jadi Aden nggak marah nih?"
Tristan menggelengkan kepala.
"Berarti buatan Nyonya muda cocok dong?"
"Nggak usah banyak tanya, Bi! Tolong siapkan makanan! Sebentar lagi mertuaku mau ke sini!"
"Ah, iya! Siap, Den!"
"Gitu aja gengsi, Den!" Batin Bi Eni.
Tristan pergi ke ruang tamu menyusul anak dan istrinya. Dia duduk menyimak obrolan Salwa dan Khumairah.
Tidak lama kemudian ada mobil datang. Ternyata Ayah Haris dan Bunda Raisya sudah sampai.
"Assalamu'alaikum...."
"Wa'alaikum salam..."
Salwa, Tristan, dan Khumairah menghampiri mereka dan mencium punggung tangan mereka.
Raisya mencium pipi kiri dan pipi kanan Putrinya juga Khumairah.
"Ira, apa kabar?"
"Baik, Oma!"
"Ayo masuk dulu, Bun, Yah!"
Mereka pun masuk dan duduk di ruang tamu.
Bi Eni membawakan minuman untuk mereka.
Mereka pun ngobrol soal Pak Farid.
"Alhamdulillah sudah dimulai dari hari ini pengobatannya, Yah!"
"Syukurlah semoga berjalan dengan lancar, dan hasilnya bagus."
"Amiin..."
"Oma, Ini tadi kuenya Ira sama Bunda yang bikin."
"Oh ya? Pinter sekali!"
Ayah Haris dan Tristan pergi ke ruang kerja, karena Tristan mau menunjukkan sesuatu kepada mertuanya.
"Ini proyek yang di Semarang, Yah! Sementara distop dulu! Karena saya fokus dengan proyek yang di sini."
"Lebih baik begitu, daripada semua dikerjakan tapi tidak maksimal. Dan kamu juga harus membagi waktumu kehidupan barumu."
"Iya, Yah."
"Ehem... apa kamu sudah unboxing?"
"Hah? Apa?" Tristan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ish, kamu itu kayak perjaka saja!"
Tristan tidak menyangka, bahwa mertuanya ini lebih bar-bar dari yang ia pikirkan selama ini.
"Ingat ya, Tris! Kamu jangan main-main dengan anakku! Kalau sampai kamu menyakiti Salwa, maka aku yang akan memotong kemaluanmu."
Tristan bergidik ngeri mendengar ucapan sang mertua.
"Maaf, Yah! Kita masih beradaptasi. Aku berusaha untuk membuatnya nyaman. Aku masih insecure dengan semua ini. Mungkin Salwa juga."
"Hem..iya, Ayah mengerti itu! Tapi kamu harus lebih aktif, karena Salwa itu orangnya agak cuek sebenarnya."
Obrolan mereka berlanjut sampai waktu makan siang.
Bersambung....
...----------------...
Next ya kak
Lanjut Baca ke 4...🤗🥰
Gina Ga Ketauan Iy...😅😅
Uda Dapat Restu...🤲🏻🤲🏻😘😘😍😍
Oleh² Khas Palembang 🤭😁