FIKSI karya author Soi. Hanya di Noveltoon.
Novel perdana author.
Berawal dari gadis biasa yang menghadapi diskriminasi dan hinaan orang banyak di sekitarnya, Clara membuktikan kemampuannya dengan bekerja sebagai ahli keuangan yang mengesankan bagi seorang bos konglomerat. Di satu sisi, Clara menjadi salah seorang kepercayaan bagi atasannya. Namun, di sisi lain ia menyadari bahwa pekerjaannya berkaitan dengan hal-hal berbahaya yang tidak manusiawi. Pertemuan kembali dengan Kent, sahabat pada masa remajanya, memberikan Clara keberanian untuk menguak kejahatan orang-orang kelas atas yang berkaitan dengan berbagai kasus misterius. Akankah Kent tergerak untuk menolong Clara seperti sedia kala?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon soisoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Awal
Pada Senin pagi, tanggal 30 Desember 2024, Clara pergi ke kantor imigrasi untuk membuat paspor.
Karena mendapatkan bantuan khusus dari seorang kenalan Presdir, urusan paspor Clara selesai sebelum seharian penuh. Kemudian, dirinya diminta datang ke perusahaan untuk melakukan tugas dari Presdir Linardi.
Perjalanan dari kantor imigrasi menuju perusahaan L-Group cukup jauh, karena itu Clara memesan kendaraan mobil Grab agar lebih cepat tiba, daripada menunggu dijemput oleh supir suruhan Presdir.
Sementara itu, Kent menunggu kesempatan untuk bertemu dengan Debry secara langsung.
"Leno!" panggil Kent pada pukul 6 sore, tepat seusai Leno bekerja.
"Ya ampun, Kent. Bikin kaget aja! Kenapa kamu kemari lagi?" sahut Leno.
Kent dengan cekatan melingkarkan lengannya pada pundak Leno yang tinggi badannya sekitar 170 cm.
"Kamu tinggi banget ya, Kent. Makan apaan lu?" sindir Leno, sambil mengamati teman lamanya.
"Makan tahu tempe," gurau Kent.
"Tong kosong nyaring bunyinya. Jangan bohong," tegur Leno.
"Yah, kok pakai metafora segala? Apa kamu pikir aku bisa makan enak selama ini?" balas Kent.
"Kenapa ga? Emang kamu beneran cuma makan tahu tempe?" usik Leno.
"Plus sayur asem, nasi, dan ayam goreng," jelas Kent.
"Itu sih makanan anak bangsa!" sentak Leno, kemudian keduanya tertawa.
Sebelum menjadi hening, Kent ingin memancing informasi lebih penting dari Leno.
"Len, kamu pernah berurusan ama Ibu Debry Linardi?"
"Ga tuh, kenapa? Dia itu putri tunggal Presdir," kata Leno.
"Iya, aku tahu. Maksudku, apa kamu pernah melihat ada karyawan yang dipercayai olehnya? Dia bekerja di bagian apa?" tanya Kent.
"Dia sih sudah pasti setara dengan Wakil Direktur. Putri konglomerat memang ada jalur tersendiri, Kent," jelas Leno.
"Kalau begitu, apa kamu pernah diberi tugas oleh Presdir atau Debry?" Kent bertanya lagi.
"Pernah, tapi hanya dari Presdir. Kenapa kamu bertanya? Kau mau melamar kerja di sini? Kalau benar, aku bisa bantu rekomendasi buat kamu," ujar Leno.
"Hmm.. Aku belum berpikir sampai sana. Tapi, aku ada keperluan dengan putrinya."
Mendengar reaksi Kent, Leno sedikit curiga.
"Apaan, nih? Apa kamu punya hubungan khusus dengan wanita berpangkat tinggi itu?" pancing Leno.
"Ga kok. Hanya sekedar bisnis."
Jawaban membosankan dari Kent membuat Leno terdiam.
"Jadi, karena itu kamu mencarinya?" tanya Leno lagi.
"Ya. Kuharap dia tidak lupa akan janjinya," ungkap Kent singkat.
"Apapun itu, semoga beruntung. Aku pergi dulu ya," pamit Leno.
"Dah, sampai ketemu lagi, Len!" balas Kent, sambil melambaikan tangan.
"Kent."
Suara seorang perempuan membuat Kent terkesiap.
Dia menoleh ke belakang dan menemukan lawan bicaranya, yang tak lain adalah Debry itu sendiri.
"Kau--," respon Kent, tak menduga dirinya akan bertemu dengan Debry secepat ini.
"Benar, kan? Kamu pasti Kent. Bagaimana? Apa kamu ingin berbicara berdua denganku?" kata Debry.
"Ya, jika kau ada waktu," sahutnya.
"Ikuti aku," ajak Debry, kemudian diikuti oleh Kent hingga menaiki lift perusahaan.
"Ternyata, perusahaan ini masih berjalan dengan baik dan semakin maju," puji Kent, sembari mengamati seisi perusahaan yang besar melalui kaca lift.
"Kita sudah sampai. Aku bekerja di lantai ini, keluarlah," sanggah Debry.
"Lantai 8. Angka yang bagus," ucap Kent, lalu berjalan mengikuti Debry hingga memasuki ruang kantor pribadinya.
Keduanya telah duduk dan siap memulai pembicaraan.
"Apa alasanmu mengungkit perjanjian kita di masa lalu?" tanya Debry, blak-blakan.
"Aku hanya ingin bertemu denganmu dan berbagi cerita," jawab Kent, lalu direspon dengan anggukan pelan oleh Debry.
"Apa yang ingin kau ketahui? Langsung katakan saja intinya," perintah Debry, seperti mengenal kebiasaan dan gaya berbicara Kent.
"Tidak sabaran banget. Padahal, aku sudah menunggumu hingga berjam-jam. Bisakah kamu mengulur waktu untukku?" tawar Kent, dengan ekspresi yang tak mudah ditebak oleh Debry.
"Itu bukan gayaku. Cepat katakan, supaya urusan kita cepat selesai."
Kata-kata tegas ala Debry itu juga cukup familiar bagi Kent.
"Bagaimana kondisi ayahmu? Apa kamu masih sering turut serta dalam perjalanan bisnis ke luar negeri?" mulai Kent.
"Ayahku baik-baik saja.. Masih, tapi tidak sering. Bagaimana denganmu? Mengapa kau menghilang selama bertahun-tahun?" Debry balik bertanya.
Dari respon Debry, Kent dapat menyimpulkan bahwa gadis itu hampir tidak mengetahui apapun mengenai tragedi yang menimpa beberapa korban tak bersalah belasan tahun lalu.
"Oh, aku hanya sibuk. Makanya, sekarang aku berkunjung kemari, untuk bertemu denganmu," kata Kent ramah, walau hanya akting.
"Begitukah? Kurasa, tidak buruk juga bertemu denganmu lagi. Lalu, apa kau takkan bertanya padaku bahwa perjanjian kita masih berlaku atau tidak?" ucap Debry.
Wanita itu memang cukup peka dan tidak lamban berpikir, saat ini Kent hanya perlu sedikit berterus terang kepadanya.
"Apa perjanjian kita masih berlaku?" tanya Kent, pada akhirnya.
"Jawabanku adalah.."
"Wah, kau memang licik. Mengulur waktu? Kau memang sedang melakukannya untukku!" ejek Kent, sehingga Debry langsung terpancing.
"Ya. Akan kulakukan."
Akhirnya perkataan itu keluar juga.
"Sungguh? Jangan sampai kau memboikot persetujuan kita di tengah proses. Kau harus membayar kerugian padaku, jika kau berubah pikiran," tekan Kent.
"Baiklah. Kita lakukan sesuai kemauanmu," putus Debry.
"Hmm.. Tidak bisa hanya dengan ucapan. Buatlah surat kuasa untuk misi kita ini. Aku tidak mau disalahkan nantinya," pinta Kent, tanpa toleransi.
"Ok. Kau hanya perlu datang kembali ke kantorku tahun depan. Aku akan segera memanggilmu, tunggu saja," kata Debry, sebelum urusannya dengan Kent selesai dan pria itu pergi.
Kini, Adi telah bersiap di halaman parkir untuk menjemput Kent. Seketika Kent melangkah keluar, Adi langsung menyerukan namanya dengan nyaring.
"Oh, ada apa kau kemari?" tanya Kent.
"Untuk apa? Berterima kasihlah karena aku berbaik hati mau menjemputmu!" sahut Adi.
"Haha, terima kasih. Ayo," kata Kent, setelah menaiki kursi penumpang sepeda motor Harley Davidson milik Adi.
"Nih, pakai helm. Aku juga pakai," sanggah Adi.
"Rupanya, kau punya selera yang bagus. Kau sembunyikan dimana motormu ini sebelumnya?" gurau Kent, sambil mengenakan helmnya.
"Hehe. Ini memang hasil dari kerja keras dan tabunganku. Nikmati saja, ga usah banyak tanya!" tegur Adi, seraya berkonsentrasi mengemudi.
Seperginya motor yang ditumpangi mereka, mobil Grab Clara baru saja tiba di depan lobby L-Group.
Karena Presdir Linardi bersedia membelikan beberapa set pakaian kerja yang mahal untuk Clara sebelum berangkat ke Singapura, kini gadis itu benar-benar nampak profesional dan elegan. Mungkin karena itulah, beberapa orang yang masih berada di sekitar perusahaan hampir tidak mengenali Clara.
Gadis itu pun menyadari rasa percaya diri yang timbul dalam hati kecilnya saat berjalan dan diperhatikan oleh orang lain. Di sisi lain, seseorang mendatangi Presdir Linardi secara rahasia, lalu pergi dengan melompat keluar dari jendela belakang sebelum Clara mendekati ruang kantor Presdir.
- Bersambung -