Sebuah rasa cemburu, membuatku melakukan hal yang paling gila. Aku nekat meniduri seorang pria yang sedang koma.
Tahun berlalu dan kini, ada sosok kecil yang membuatku hidup dalam kebahagian. Hingga suatu hari, sosok kecil yang tak lain adalah anakku dan pria yang koma waktu itu, membawaku kembali.
Kembali ke kehidupanku yang dulu. Tempat dimana, aku akan memulai kisah yang baru dari lingkungan yang sama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi wahyuningsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mini Cafe
Lexi berjalan mengikuti langkah kaki Nath. Dia masih tak percaya dengan apa yang diucapkan Nath.
" Nath? " Panggil Lexi.
Nath menghentikan langkah kakinya.
" Hem... " Jawabnya cepat lalu Kembali melangkahkan kaki.
" Tunggu Nath! " Lexi berjalan cepat untuk menyusul Nath dan berdiri dihadapan Nath setelah berhasil menyeimbangi langkah kaki Nath, dan Membuat Nath terpaksa menghentikan langkahnya lagi. Nath menatap Lexi jengah seolah berkata, apa lagi?!
Lexi menarik nafas dan membuangnya perlahan. Mengusir kegugupan yang ada pada dirinya agar menghilang sejenak. " Dengar, kau tidak serius kan? "
" Apa aku pernah bercanda? " Lexi terdiam sesaat. Benar sekali. Pria yang berdiri di hadapannya ini, adalah pria yang tidak pernah main-main dengan ucapannya.
" Nath, cobalah kau pikir kan kembali. Bagaimana dengan Gaby? dia akan sangat menderita. Dia tidak pernah lelah mencintaimu. Cobalah untuk belajar mencintainya. " Benar-benar terlihat sangat tulus setiap ucapan yang keluar dari bibir Lexi. Rasa cintanya terhadap Gaby, membuatnya sanggup melakukan apapun agar Gaby bahagia.
" Tidak tertarik. " Nath menggeser tubuh Lexi agar menyingkir dari hadapannya dan melanjutkan langkahnya.
" Nath? kenapa kau lahir tanpa memiliki perasaan? " Sudah kehabisan kata-kata. Lexi akhirnya mengatakan apa yang selama ini dia pendam.
Nath kembali menghentikan langkah dan membalikkan tubuhnya. Menatap Lexi tajam.
" Jika aku tidak memiliki perasaan, maka kau, tidak akan bertahan di sisiku. " Nath memasuki mobilnya dan tanpa menunggu Lexi, Nath langsung melajukan kendaraanya.
Lexi tertunduk kelu. Menyesali ucapannya sendiri. Iya, memang benar. Jika Nath mau, dia bisa saja menerima cinta Gaby. Tapi, Lexi pasti akan sering melihat wanita yang ia cintai bermesraan dengan sahabatnya sendiri. Lexi mengepal kuat. Menyesal. Benar-benar menyesal rasanya. Ternyata, Nath lebih mementingkan perasaan sahabatnya.
Di rumah Nathan.
" Kirim CV pegawai yang bernama Vanya. " Ucap Nath melalui sambungan teleponnya. Nath Menyenderkan tubuhnya pada senderan tempat duduk. Pikirannya kembali teringat saat ia melihat Vanya di kantor berharap jika pria yang tadi berbincang dengan Vanya bukanlah orang spesial baginya.
Jika ada yang mengatakan aku gila, aku tidak bisa membantahnya. Sepertinya,Tuhan benar-benar memberiku banyak keberuntungan.
Tring!!
Nath menerima sebuah email. Matanya tajam teliti membaca email-nya. Tak lama, bibirnya tersenyum lega.
Bagus. Dia masih lajang.
Nath terus menatap photo pada CV Vanya.
" Aku tidak tahu apa yang salah denganku. Tapi, bersiaplah Vanya. Aku akan mendapatkan mu meski kau bersembunyi di lubang neraka sekalipun, aku akan tetap mendapatkan mu. "
Di rumah Vanya.
" Ibu kau baik-baik saja? " Tanya Nathan kecil yang masih terjaga karena melihat mata Ibunya yang masih terlihat segar.
" Sebenarnya Ibu baik-baik saja. Tapi, Ibu merasa bulu kuduk Ibu merinding dari tadi. Seperti ada sesuatu yang menyeramkan akan tiba. "
Nathan menempelkan tubuhnya pada Vanya.
" Ibu sedang menakuti ku ya?! "
Vanya menahan tawanya.
" Kalau begitu, kau harus tidur. Besok adalah hari pertama mu memasuki sekolah yang baru. " Ucap Vanya sembari memeluk tubuh Putranya. Mencium harum shampo yang tertinggal di rambutnya. Tubuh kecil yang selalu menenangkan hati Vanya.
Bagaimana Ibu memberi tahu padamu? Ibu seperti merasa, akan terjadi sesuatu yang Ibu sendiri tidak tahu.
Ibu, kau berbohong. Saat kau berbohong, detak jantungmu terdengar sangat kencang. Aku tidak tahu sekarang tapi aku akan tahu nanti. Ibu, aku tahu kau banyak berbohong. Tapi aku juga tahu. Kau melakukan banyak kebohongan untuk melindungi ku. Mulai sekarang, aku yang akan melindungi mu agar Ibu tidak perlu berbohong lagi padaku.
Pagi harinya. Setelah Vanya mengantarkan Nathan kecilnya ke sekolah yang baru, ia langsung bergegas menuju tempat kerjanya. Sebelum masuk ke gedung kantor, seperti biasa, Vanya membeli secangkir kopi Latte favoritnya.
" Selamat pagi? " Ucap pelayan kafe sembari tersenyum.
" Selamat pagi juga,. aku mau yang seperti biasa ya."
" Ok. Kopi latte kan? " Tanya nya lagi. Vanya mengangguk sembari tersenyum.
" Berikan juga untukku. " Ucap seorang Pria dibalik punggung Vanya.
Pelayan kafe itu memutar tubuhnya. Matanya tertahan untuk menatap Pria yang tadi memesan. Seperti tatapan takjub.
" I, iya. " Jawabnya setelah beberapa saat hanyut dalam kekaguman.
Vanya yang merasa lelah karena banyak berjalan kaki hari ini, mencoba membalikkan tubuh berniat mencari tempat duduk kosong untuknya melepaskan lelah.
" Ah! maaf. " Vanya memegangi kepalanya yang berbenturan dengan dada bidang seorang pria.
" Tidak apa-apa. Kau baik-baik saja?
" Tentu ti, " Vanya mengangkat wajahnya untuk menatap lawan bicaranya. Namun ucapannya terpaksa tak dilanjutkan lagi. Vanya menelan ludahnya sendiri. Tubuh yang sudah lelah di pagi hari, kini semakin kehilangan energi. Pria yang berdiri dihadapannya, adalah pria yang sangat tampan. Tubuh tinggi bidang dan atletis. Wangi mint yang bercampur dengan bau tubuh menjadikannya aroma yang sangat maskulin dan cocok untuknya. Sayang sekali. Pria sempurna seperti dia, adalah pria yang harus Vanya jauhi sejauh mungkin.
" Pre, presdir Nath? "
" Kau mengenalku? " Nathan tersenyum lembut.
Matilah aku! kenapa begini? kenapa seorang presdir harus repot-repot membeli kopi ditempat ini? tidak! aku tidak boleh gugup. Jika aku terlalu panik dan gugup, dia akan menyadari jika ada yang tidak beres.
" Hahaha... Tentu saja. Anda adalah atasan saya."
" Kau sedang memaksakan diri untuk tertawa? " Sangat jelas Nath bisa melihatnya. Bibir Vanya yang terbuka saat tertawa. Tapi dimatanya, ada rasa takut yang tersimpan.
Sial! sepertinya, aku harus mencari orang untuk mengajariku berakting.
" Tentu saja tidak presdir Nath. " Vanya hanya bisa berucap tanpa bisa menarik bibirnya agar terlihat tersenyum. Gugup membuatnya kehilangan kemampuan untuk berpura-pura.
" Jika diluar kantor, panggil saja namaku. Tidak perlu formal begitu."
Memanggil namamu? ya ampun Pak presdir, jangan bicara lagi. Tubuhku rasanya seperti tidak memiliki tulang saat kau mengatakan itu.
" Vanya, " Pelayan cafe itu menyodorkan dua cup kopi latte. " Ini milikmu. Dan ini milik anda. " Pelayan itu menatap Vanya dan Nath bergantian.
Vanya meraihnya dengan cepat.
" Terimakasih ya. Saya permisi presdir Nath. " Vanya melangkahkan kaki gemetarnya secepat mungkin. Berharap tak lagi berbicara dengan Nath. Vanya berjalan sembari memukul dadanya pelan karena rasa panik dan gugup yang berlebihan membuat detak jantungnya berdetak sangat cepat.
Nath mengikuti langkah kaki Vanya yang terlihat lucu baginya. Sudah tahu kaki gemetar, tapi dia berjalan sangat cepat. Untung saja, ada beberapa informasi yang didapatkan Nath semalam. Jadi dia akan memulainya dari mini kafe. Tempat dimana mereka bertemu untuk pertama kali.
Sesampainya diruangan presdir. Nath masih saja tak bisa menghentikan bibirnya untuk tersenyum. Lagi-lagi dia terus teringat saat melihat kegugupan diwajah Vanya, membuatnya ingin kembali bertemu dengan Vanya.
Nath menyangga dagunya dengan kedua jemarinya yang dibuat saling mengait.
" Vanya, pelan-pelan saja. Aku akan membuatmu terbiasa melihatku. Tinggi badan sekitar seratus enam puluh. Tubuh ramping dan beraroma buah. Aku juga menghirup aroma di rambutmu. " Nath teringat kembali saat berdiri dibelakang Vanya.
" Nath? " Suara seorang gadis yang sangat akrab di telinga Nath.
To Be Continued.