Pertemuan tanpa sengaja, membawa keduanya dalam sebuah misi rahasia.
Penyelidikan panjang, menyingkap tabir rahasia komplotan pengedar obat terlarang, bukan itu saja, karena mereka pun dijebak menggunakan barang haram tersebut.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Akankah, Kapten Danesh benar-benar menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#8. Aroma Yang Tak Asing•
#8
Wanita bergaun merah itu menghempaskan tubuhnya di atas pembaringan, ia melepaskan beberapa atribut senjata yang tersembunyi di balik gaun sexy yang ia kenakan. Pisau lipat di pahha sebelah kanan, sementara senjata api di pahha sebelah kiri, syukurlah malam ini ia bertemu orang-orang baik, walau sedikit mengesalkan, namun ia tak perlu menggunakan kedua senjata tersebut.
Ia melirik ponsel pribadi yang sengaja ia tinggalkan di kamar agar tak mengganggu pekerjaannya.
Notifikasi pesan serta panggilan memenuhi laman ponselnya, “Apakah sudah menjelang harinya?” Ujarnya seorang diri. Sementara kedua matanya melirik kalender yang ada diatas meja riasnya.
Bagi seseorang yang terbiasa hidup dalam kesendirian, hal itu sudah biasa, bahkan kadang ia berbicara dengan pasta gigi ketika sedang ada di depan wastafel sebelum menyikat gigi.
Wanita itu tak mau ambil pusing, ia meletakkan ponselnya kembali, kemudian memejamkan matanya.
•••
Sementara itu, di sebuah ruangan yang tepatnya berada di lantai paling atas Black Shadow Night Club. Pria yang akrab dipanggil dengan sebutan Mr. B, nampak tersenyum puas melihat sederetan sampel obat siap edar yang baru saja selesai diproduksi.
Obat ini akan kembali mendulang kesuksesan mengingat sudah sangat lama ia memesan obat ini atas instruksi dari Mr, X, sang atasan sekaligus orang yang selama ini mendanai Night Club yang ia kelola, hingga bisa kembali buka pasca ditutup karena skandal yang sempat menghebohkan publik.
Transaksi malam ini memang nyaris gagal karena ulah penyusup, namun tanpa penyusup ketahui, night club hanyalah kamuflase, bahkan orang-orang yang datang pun hanya menyamar. Karena pertemuan sesungguhnya terjadi di tempat lain.
Sekian lama ia berurusan dengan polisi, hanya Danesh yang tak berhasil ia sentuh, entah karena keberuntungan, keuletan, atau pengaruh keluarganya. Yang jelas Danesh memang berbeda dengan polisi yang lainnya.
Hingga saat ini Mr. B belum berhasil menemukan letak kelemahan pria itu, karena jika disuap dengan uang, Danesh bukanlah seseorang yang berasal dari kalangan biasa yang kekurangan uang. Ia adalah salah satu polisi dengan latar belakang keluarga yang fantastis, hanya keturunan konglomerat sableng saja yang mau mempertaruhkan keselamatan demi pekerjaan menangkap penjahat. 🤣
•••
Suasana kampus sedikit berbeda dari hari-hari biasanya, kini sering terlihat polisi berlalu-lalang pasca tragedi tabrak lari yang hingga kini masih menjadi misteri, siapa gerangan pelakunya.
Polisi mulai menginterogasi orang-orang yang mengenal korban tabrak lari, termasuk diantaranya Tommy yang hingga kini muram karena kehilangan kawan yang biasanya setia mengerjakan semua tugas-tugas kuliahnya.
Kini suka atau tidak, ia harus mengerjakan semua tugas kuliahnya seorang diri, karena berharap pada Mario lebih tidak mungkin lagi. Jangankan mengerjakan tugas, mungkin memahami materi saja ia tak mampu, karena yang ada di pikirannya hanyalah hura-hura.
Sebuah mobil berwarna abu-abu gelap memasuki area kampus, sengaja sang pengemudi memarkirkan kendaraannya bersebelahan dengan parkir khusus dosen, karena hanya tempat itulah yang kosong belum memiliki penghuni.
Tak lama setelah Danes menarik hand rem sebuah mobil mungil berwarna merah muda melintas di hadapan Danesh. Mobil itu bergerak lincah, bahkan tak perlu maju atau mundur demi mengatur jarak antar mobil, karena walau dalam sekali gerakan parkir, ia sudah berhenti dengan posisi yang pas, bahkan jarak antar mobil pun sangat presisi antara sisi kanan dan kirinya.
Melihat mobil yang baru saja terparkir di sebelahnya, pikiran Danesh seketika mengingat kejadian kemarin malam, yang mana kejadian itu nyaris membuat jantungnya melompat keluar dari tempatnya. Namun ingatannya seketika buyar ketika melihat siapa yang keluar dari mobil yang parkir di sebelahnya, yah, ternyata pemilik city car tersebut adalah bu Maria.
Wanita itu keluar dari kursi kemudi, tak jauh berbeda dari kemarin, kali ini pun, penampilannya nampak membosankan. Bahkan semua serba hijau botol, pendek kata, jika dilihat lelaki normal, penampilan bu Maria terlihat suram. 😜
Plak!
Danesh memukul pipinya sendiri, “Sadar, Danesh, mana mungkin bu Maria membuatmu teringat wanita bergaun merah semalam. Karena jika dilihat dari jenis sepatunya saja sudah berbeda,” gumam Danesh seorang diri, ia menggeleng seraya tertawa geli, menertawakan keabsurdan pikirannya.
Atau mungkin juga ia terlalu lama sendiri, akibatnya Danesh tak mampu membedakan mana wanita berpenampilan sexy, dan mana wanita berpenampilan membosankan. Apalagi yang memiliki banyak aturan hidup seperti bu Maria.
Danesh bergegas keluar dari mobilnya, ketika padangan matanya bertemu dengan tatapan bu Maria, ia menganggukkan kepala sebagai tanda hormat. Melihat keberadaan mahasiswanya bu Maria menoleh sejenak, kemudian kembali melanjutkan langkahnya, sementara Danesh mengikutinya dari belakang karena tujuan mereka sama.
Dan sekali lagi, bahkan tak bisa Danesh pungkiri, ada aroma samar-samar yang tiba-tiba ia kenali, bukan aroma parfum atau aroma wewangian untuk laundry, namun aroma tersebut kembali membuat Danesh teringat kejadian bersama wanita bergaun merah semalam.
Walau bukan bertemu dalam suasana yang romantis, apalagi intim, namun beberapa kali mereka bersentuhan ketika harus bekerja sama agar lolos dari serangan musuh.
Layaknya sebuah romantisme, pertarungan melawan komplotan anak buah Mr. B semalam cukup mengusik pikiran Danesh. Atau mungkin hanya seseorang yang doyan berkelahi seperti dirinya saja yang merasakan sensasi aneh, ketika partner yang membantunya berkelahi adalah seorang wanita.
“Mungkin ini juga yang membuat Uncle Juna jatuh cinta setengah mati dengan Aunty Emira.” Danesh kembali terkekeh, ia terus berjalan sambil menatap langkah kakinya, tiba-tiba…
Brugh!
“Eh … ma …”
“Kamu menertawakan, Ibu?” Tiba-tiba bu Maria berhenti, hingga Danesh tanpa sengaja menabraknya.
Danesh merasa cukup heran, seingatnya, beberapa saat lalu ia hanya tersenyum seorang diri, bukan tertawa terbahak-bahak. Tapi tanpa melihat, bu Maria tahu jikalau dirinya sedang tertawa sendiri.
“Saya? Kapan?” Tentu hanya itu yang Danesh tanyakan, karena ia masih gugup akibat kepergok menertawakan dosennya sendiri.
“Kamu pikir, Saya tidak melihat?”
“Memang, Ibu punya mata di belakang kepala? Ajaib sekali bisa melihat Saya tertawa, padahal saya menunduk sambil tersenyum.”
Ingin mengumpat karena ketidaksopanan mahasiswanya, tapi bu Maria terlihat mati-matian menjaga imagenya. “Kau … “
Bu Maria urung melanjutkan kalimatnya, ia justru mengepalkan tangan di kedua sisi tubuhnya. Kemudian wanita itu berbalik melanjutkan langkah dengan perasaan dongkol bercampur kesal.
Danesh bergegas mengejar bu Maria, “Ibu, tunggu!” ujarnya.
Bu Maria berhenti, ia menunggu kalimat apa yang hendak Danesh ucapkan. Iris coklat dibalik kacamata tersebut menyorot waspada.
“Maaf, jika sikap saya membuat Ibu tersinggung, benar tadi saya tertawa, tapi bukan menertawakan anda.”
“Lalu?”
“Eh, tapi tunggu, kenapa ibu jadi kepo ingin tahu isi hati saya?”
Pertanyaan tak terduga, membuat bu Maria gelagapan, hingga akhirnya kembali memilih berjalan mendahului. “Jangan terlambat masuk kelas!”
Desir angin kembali membawa aroma wewangian yang masih misteri bagi indera penciuman Danesh.
Danesh menggaruk kesal kepalanya, “Sebenarnya aroma apa ini?!!” Danesh menjerit dalam hati, “Kenapa aku sampai sedemikian penasaran? Apa karena aroma ini sama seperti aroma si Wanita bergaun merah semalam?”
Ponsel di saku celananya berbunyi, “Hmm…” jawab Danesh, “Baiklah, kita berkumpul malam ini, di apartemenku saja, aku tak suka keramaian.” Danesh menginstruksikan pada si penelepon.