Arnav yang selalu curiga dengan Gita, membuat pernikahan itu hancur. Hingga akhirnya perceraian itu terjadi.
Tapi setelah bercerai, Gita baru mengetahui jika dia hamil anak keduanya. Gita menyembunyikan kehamilan itu dan pergi jauh ke luar kota. Hingga 17 tahun lamanya mereka dipertemukan lagi melalui anak-anak mereka. Apakah akhirnya mereka akan bersatu lagi atau mereka justru semakin saling membenci?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9
"Vita, gue antar pulang ya. Bahaya kalau lo pulang sendiri," kata Zeva.
Vita semakin melihat ponselnya dengan dekat karena dia tidak bisa membaca tulisan dengan jelas. "Rumah kita gak searah. Gue lagi pesan ojek online nih."
Tiba-tiba ada yang menarik tangan Vita agar mengikutinya.
"Hei, apa sih?"
"Kak!" Zeva mengikuti Shaka yang menarik tangan Vita. "Kak Shaka mau apa sama Vita?"
"Zeva, gue mau tanggung jawab karena udah mecahin kacamata dia."
"Hah! Sejak kapan Kak Shaka peduli sama hal-hal kecil kayak gitu. Jangan-jangan Kak Shaka cuma mau memanfaatkan Vita," kata Zeva lagi.
Shaka menutup bibir Zeva. Adik sepupunya itu memang cerewet dan selalu ikut campur dengan urusannya. "Udah lo pulang aja, nanti nyokap lo marah."
"Ih, ya udahlah aku duluan! Awas, jangan pengaruhi Vita!" Zeva menaiki motornya dan pergi meninggalkan mereka berdua.
Shaka terus menarik Vita sampai berhenti di dekat sepeda motornya.
"Lepasin!" Vita melepas paksa tangan Shaka. Dia akan melangkahkan kakinya tapi dia tidak melihat ada batu dan membuatnya terjatuh. "Ih, kesel banget!" Hidupnya memang sering sial. Bukan sekarang saja dia sering terjatuh tapi hampir di setiap harinya.
Vita melihat ada dua tangan yang mengulur di hadapannya tapi satu tangan menepis tangan yang lainnya.
"Ngapain lo ikut campur. Gue mau bantu dia." Shaka membaca kartu identitas yang menggantung di leher Vita. "Arvita? Dia adik lo?" tanya Shaka sambil menunjuk Arvin.
"Bukan, gue gak punya adik." Arvin urung menolong Vita. Dia memakai helmnya dan naik ke atas motornya.
"Yah, Kak Arvin." Vita berdiri dan mengibaskan roknya yang kotor. Dia hanya melihat motor Arvin yang kini melaju meninggalkannya.
Shaka tersenyum menatap Vita. "Lo suka sama Arvin? Percuma, lo bakal dicampakkan sebelum mendekatinya."
"Bukan gitu." Vita meremat tangannya sendiri. Dia sendiri juga bingung harus bagaimana. Tapi jika dia ingin segera mencari papa kandungnya, dia harus mengetahui identitas Arvin yang sebenarnya. Dia mempunyai feeling yang kuat tentang Arvin.
"Kak Shaka tahu gak tentang keluarga Kak Arvin?" tanya Vita.
"Keluarga Arvin?" Shaka terdiam beberapa saat untuk berpikir. "Buat apa lo mau tahu keluarga Arvin?" Shaka membungkukkan badannya lagi agar bisa menatap wajah Vita.
"Ada satu hal yang belum bisa aku ceritakan. Kak Shaka tahu tidak?"
"Ayo, naik!" suruh Shaka sambil menaiki motornya.
Vita akhirnya naik ke boncengan Shaka dan beberapa saat kemudian, motor itu melaju.
"Kita ke optik dulu. Gue ganti kacamata lo setelah itu terserah lo mau tanya apa aja," kata Shaka.
Vita hanya mengangguk pelan. Dia menjaga jarak dengan Shaka dan menyisakan ruang di antara mereka. Dia juga harus waspada dengan pria yang baru saja dia kenal itu.
...***...
"Arvita? Dia adik lo?"
Arvin menghentikan motornya karena pertanyaan itu sangat mengganjal perasaannya.
Papa pernah bilang kalau Mama punya anak lagi tapi dengan pria lain. Yah, mungkin hanya kebetulan saja namanya sama atau ada sesuatu yang tidak aku ketahui?
Kemudian Arvin mengambil ponselnya. Dia sudah menelusuri perusahaan produksi film yang mengadaptasi drama dari novel milik Gita Asmara.
"Aku harus mencari informasi tentang Gita Asmara. Mungkin saja dia memang Mama." Setelah mencari di google map, dia segera melajukan motornya menuju perusahaan itu.
Setelah melewati kemacetan yang cukup panjang, Arvin akhirnya sampai di depan perusahaan itu. Dia menghentikan motornya di tempat parkir. Dia akan masuk ke dalam perusahaan itu tapi dihentikan oleh petugas keamanan.
"Mau bertemu siapa?"
"Bu Gita apa bekerja di sini?" tanya Arvin.
"Bu Gita siapa? Jika tidak ada kepentingan, dilarang masuk."
Arvin tak bisa memaksa masuk. Dia tidak punya alasan yang tepat untuk masuk ke dalam perusahaan itu.
Apa aku sebarkan saja foto Mama di media sosial, tapi nanti Papa pasti marah.
Arvin berjalan pelan kembali ke tempat parkir. Tanpa sengaja dia melihat banner audisi dan setumpuk pamflet di tempat pengumuman.
"Audisi band untuk mengisi original soundtrack dengan ketentuan memiliki lagu ciptaan sendiri." Arvin tersenyum dan mengambil satu lembar pamflet itu. "Ini kesempatanku masuk dalam dunia musik. Siapa tahu aku juga bertemu Mama jika berhasil bergabung di perusahaan ini. Tapi audisinya satu minggu lagi. Apa aku bisa?"
Arvin segera menaiki motornya dan melaju menuju basecamp-nya. "Tidak ada salahnya mencoba. Aku pasti bisa!"
...***...
"Sekarang sudah jelas kan ketampananku?" tanya Shaka sambil tersenyum.
"Ih!" Vita membenarkan kacamatanya yang baru saja dibelikan Shaka. "Sebenarnya tidak perlu diganti juga. Aku masih punya cadangan di rumah."
"Tidak apa-apa. Model yang ini cocok banget sama lo." Shaka telah memesan dua minuman. Tentu saja, Shaka memanfaatkan kesempatan ini dan mengajak Vita mengobrol di kafe.
"Gak usah bahas masalah lain, langsung pada intinya," kata Vita dengan tegas.
Shaka tersenyum mendengar obrolan serius Vita. "Apa?"
"Aku mau tahu keluarga Kak Arvin?"
"Buat apa?"
"Aku tidak bisa cerita. Tolong beritahu aku. Kalau Kak Shaka gak mau beritahu ya udah aku cari tahu sendiri." Vita tidak mau berbasa-basi. Dia akan pergi dari tempat itu jika Shaka tidak bisa memberinya informasi.
Shaka menahan tangan Vita yang akan pergi dari tempat itu. "Tunggu dulu. Oke, gue kasih tahu."
Vita akhirnya duduk sambil mengeluarkan buku catatannya. "Siapa nama orang tua Kak Arvin?"
Shaka mengambil buku dan bolpoin Vita lalu menulisnya. "Arnav Wiratama, anaknya bernama Arvin Wiratama."
"Terus nama ibunya?"
"I don't know. Coba lo baca aja biografi Arnav Wiratama. Di sana ada info yang lengkap."
Vita segera mengambil ponselnya. Dia mengetik nama Arnav Wiratama dan membaca biografi itu. "Duda anak satu, berarti memang ada kemungkinan kalau Pak Arnav adalah Papa. Pimpinan di perusahaan Tama Group? Aku mau ke sana sekarang."
"Kemana?" tanya Shaka yang melihat Vita berkemas.
"Ke kantor pusat Tama Group." Vita segera memasukkan buku dan ponselnya ke dalam tas.
"Mau ngapain?"
"Bertemu Pak Arnav."
"Buat apa? Kalau tidak ada kepentingan kita tidak mungkin bisa masuk."
"Biar aku ke sana sendiri." Vita berlari keluar dari kafe itu. Entah mengapa firasatnya kali ini sangat kuat. Apalagi saat melihat foto profil di biografi Arnav. Bentuk hidung dan bibir itu sangat mirip dengannya.
Vita menghentikan langkah kakinya di pinggir jalan. "Tapi dimana kantor pusat Tama Group. Aku kan gak tahu daerah sini."
Shaka menghentikan motornya di dekat Vita. "Ayo gue antar. Meskipun gue gak tahu alasan lo tapi pasti ini sangat penting buat lo."
Akhirnya Vita tersenyum dan naik ke boncengan Shaka.
"Lo cantik kalau senyum," kata Shaka sambil melajukan motornya.
Kemudian tidak ada pembicaraan di antara mereka hingga akhirnya motor Shaka berhenti di depan kantor pusat Tama Group.
Vita turun dari motor Shaka dan berlari melewati pos satpam untuk masuk ke dalam gedung itu.
"Kamu mau kemana?" teriak satpam.
Tanpa sengaja Vita menabrak seseorang hingga membuat ponsel orang itu terjatuh.
"Maaf." Vita mengambil ponsel itu dan memberikan pada seseorang yang kini berdiri di hadapannya.
Vita tak bisa berkata-kata saat melihat wajah yang sama persis dengan yang ada di dalam biografi Arnav Wiratama. Benarkah seorang pria paruh baya yang sekarang berdiri di hadapannya adalah ayah kandungnya?
***
Komen jangan lupa. 😁