Elowen, seorang wanita muda dari keluarga miskin, bekerja sebagai asisten pribadi untuk seorang model internasional terkenal. Hidupnya yang sederhana berubah drastis saat ia menarik perhatian dua pria misterius, Lucian dan Loreon. Keduanya adalah alpha dari dua kawanan serigala yang berkuasa, dan mereka langsung terobsesi dengan Elowen setelah pertama kali melihatnya. Namun, Elowen tidak tahu siapa mereka sebenarnya dan menolak perhatian mereka, merasa cemas dengan intensitasnya. Lucian dan Loreon tidak menerima penolakan begitu saja. Persaingan sengit antara keduanya dimulai, masing-masing bertekad untuk memenangkan hati Elowen. Saat Elowen mencoba menjaga jarak, ia menemukan dirinya terseret ke dalam dunia yang jauh lebih berbahaya daripada yang pernah ia bayangkan, dunia yang hanya dikenal oleh mereka yang terlahir dengan takdir tertentu. Di tengah kebingungannya, Elowen bertemu dengan seorang nenek tua yang memperingatkannya, “Kehidupanmu baru saja dimulai, nak. Pergilah dari sini secepatnya, nyawamu dalam bahaya.” Perkataan itu menggema di benaknya saat ia dibawa oleh kedua pria tersebut ke dunia mereka, sebuah alam yang penuh misteri, di mana rahasia tentang jati dirinya perlahan mulai terungkap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adelita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Two Alpha's And Mate
Langit pagi itu cerah, meski udara masih cukup dingin. Elowen melaju dengan motor kecilnya melewati jalanan kota yang mulai ramai. Pikirannya sedikit teralihkan, mengingat kejadian-kejadian aneh belakangan ini, terutama tentang Lucian yang tiba-tiba muncul di hidupnya.
Saat ia berhenti di lampu merah, pikirannya melayang ke Valerie. Ia bertanya-tanya apa alasan sebenarnya Valerie tiba-tiba memintanya datang. Meski Valerie sering kesepian, biasanya ia cukup sibuk dengan pekerjaannya sendiri. Tapi Elowen tidak terlalu memikirkan hal itu. Baginya, ini kesempatan untuk sedikit menjauh dari rumah dan mendapatkan suasana baru.
Setelah hampir setengah jam perjalanan, Elowen akhirnya tiba di gedung apartemen Valerie. Gedung itu tinggi menjulang dengan desain modern, jendelanya besar-besar, memantulkan cahaya matahari yang mulai terik.
Elowen memarkir motornya di basement, lalu naik lift ke lantai 25, tempat Valerie tinggal. Saat pintu lift terbuka, lorong apartemen tampak sepi, hanya terdengar suara pendingin udara yang berdengung pelan.
Ia berjalan menuju pintu bernomor 2507, lalu menekan bel.
Tak butuh waktu lama, Valerie membuka pintu dengan senyum lebar. Rambutnya yang panjang terurai, mengenakan pakaian santai berupa kaus oversized dan celana pendek.
Beberapa detik kemudian, pintu terbuka. Namun alih-alih Valerie, yang berdiri di depannya adalah seseorang yang tidak asing—Loreon.
Wajah Elowen langsung berubah kaget. "Hah? Kok... kamu lagi?" ucapnya spontan dengan nada setengah bingung, setengah kesal.
Loreon berdiri dengan ekspresi datar seperti biasanya, tangan kirinya masih memegang gagang pintu. "Masuk saja," katanya tanpa basa-basi, seolah kehadirannya di apartemen Valerie adalah hal yang sepenuhnya wajar.
Elowen tetap terpaku di tempatnya, matanya memandang Loreon dengan tajam. "Tunggu dulu. Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya, nadanya mulai meninggi.
Loreon mengangkat bahu ringan, lalu menjawab dengan nada dingin, "Aku ditugaskan menjaga Valerie."
Elowen mengerutkan kening, hatinya semakin tidak tenang. "Kenapa kamu yang ditugaskan? Apa Valerie baik-baik saja?"
"Dia di dalam. Kalau kau mau tahu, tanyakan sendiri," jawab Loreon tanpa minat untuk menjelaskan lebih jauh.
Kesal dengan sikap Loreon yang tidak peduli, Elowen akhirnya melangkah masuk ke dalam apartemen. Ia mendapati Valerie sedang duduk santai di sofa ruang tamu, mengenakan kaus oversized dan celana pendek. Begitu melihat Elowen, Valerie langsung tersenyum lebar.
"Elowen! Kamu datang juga," katanya dengan antusias, tanpa menyadari ketegangan yang baru saja terjadi di depan pintu.
Elowen berusaha menenangkan dirinya, lalu menatap Valerie. "Valerie, apa yang terjadi? Kenapa dia ada di sini?" tanyanya, menunjuk Loreon yang masih berdiri di belakangnya.
Elowen memandang Loreon dengan tatapan bingung sekaligus kesal. Ia lalu melangkah mendekati Valerie yang masih duduk di sofa, seperti tidak ada yang terjadi.
"Bukannya Elliot ya yang seharusnya jaga kamu? Kok sekarang malah kamu?" tanya Elowen, masih menatap Loreon dengan curiga. "Dimana Elliot?"
Loreon, yang baru saja duduk di kursi dengan posisi santai, menegakkan tubuhnya sedikit. Matanya tajam menatap Elowen, memancarkan aura dingin yang hampir membuat suasana terasa mencekam. "Oh... ternyata kau kenal dengan Elliot, ya?" katanya, suaranya rendah tapi terdengar menusuk.
Elowen mengerutkan kening, tidak mengerti perubahan sikap Loreon. "Ya, kenal lah. Kan dia yang biasa jaga Valerie," jawab Elowen dengan nada defensif.
Loreon tidak menjawab langsung. Hanya tatapannya yang semakin tajam, seperti pisau yang menembus hati Elowen. Ia jelas tidak senang mendengar nama Elliot disebut-sebut, sementara Elowen sendiri tidak pernah sekalipun memanggilnya dengan nama.
"Hei, Valerie. Dimana Elliot?" ulang Elowen, kali ini menoleh ke Valerie yang terlihat canggung.
"Oh, Elliot," jawab Valerie sambil tersenyum kecil, meski jelas ada kebohongan dalam suaranya. "Dia disuruh papiku pulang. Ada tugas lain katanya. Jadi posisinya diganti sama Loreon."
Elowen menatap Valerie dengan tatapan penuh kebingungan. "Ganti sama dia? Kenapa harus dia? Aku lebih suka Elliot, sih. Dia lebih... ramah."
Perkataan itu langsung membuat Loreon terdiam, tapi rahangnya terlihat mengeras. Pandangannya yang sudah tajam kini tampak semakin berbahaya, meskipun ia tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Valerie, menyadari suasana mulai memanas, tertawa kecil dan mencoba mencairkan situasi. "Aduh, Elowen. Jangan gitu. Loreon juga kan gak buruk. Malah dia lebih kuat dari Elliot, jadi aku rasa lebih aman kalau dia yang jaga aku," katanya sambil melirik Loreon, berharap pria itu tidak akan meledak di depan mereka.
Namun, Loreon hanya diam, ekspresinya tetap dingin. Elowen, yang merasa ada sesuatu yang aneh, menghela napas panjang dan akhirnya memilih untuk duduk di sofa.
"Ya udah lah. Terserah deh. Kalau ini memang keputusan Harison, aku gak bisa bilang apa-apa," gumam Elowen, meskipun hatinya tetap merasa tidak nyaman.
Valerie mengangguk cepat, berusaha mengakhiri pembicaraan yang mulai menegang. "Nah, itu baru temanku yang pengertian," katanya sambil tersenyum lebar.
Sementara itu, Loreon hanya memalingkan wajah, tapi tangannya yang terkepal di atas lutut menunjukkan bahwa emosinya sedang sulit dikendalikan.
Elowen duduk di sofa, menatap Valerie yang tampak ragu sebelum akhirnya membuka mulut.
"Kamu kenapa sih? Tiba-tiba ngajak aku ikut?" Elowen bertanya, penasaran dengan ajakan Valerie yang tiba-tiba.
Valerie yang sejak tadi diam, kini menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi dengan santai. "Sebenernya, gini sih," jawab Valerie, "Suamiku kan lagi urusan bisnis, jadi... kamu mau ikut nggak? Sekalian kita liburan. Pulang kampung deh, bisa ikut juga kalau mau."
Elowen tercengang. "Pulang kampung? Kampung kamu di mana?"
Valerie tersenyum tipis. "Rahasia sih, tapi yang jelas lokasi hiburan dan tempat kerja suamiku di kampung halamanku. Jadi ya, gimana? Kamu mau ikut gak?"
Mendengar itu, Elowen bingung dan sedikit ragu. "Serius? Emang boleh? Nanti aku ganggu kamu sama suamimu, gitu?"
"Enggak, enggak kok," jawab Valerie, sambil tersenyum lebar. "Semua pada ikut kok, aku, Lorian, Elliot, pokoknya semuanya. Jadi, kalau kamu mau ikut, ayo. Gak ada masalah."
Elowen masih memikirkan ajakan itu, lalu berkata, "Emang beneran boleh? Nggak ganggu semuanya?"
Valerie mengangguk cepat. "Boleh banget, semuanya ikut, jadi nggak akan ganggu."
"Apa boleh aku kasih tau nenek dulu ya?" tanya Elowen, sedikit ragu.
"Gak masalah, kamu kasih tau aja dulu. Kita rencananya sih berangkat sore ini," jawab Valerie.
"Kalau gitu, gimana dengan kerjaanku? Aku harus ambil cuti nih, sudah lama banget nggak liburan," Elowen bertanya.
"Gampang, tinggal ambil cuti aja. Toh, udah lama banget kerja terus, kan?" kata Valerie sambil tertawa kecil.
"Baiklah," jawab Elowen akhirnya, "Oke deh, kita ketemu nanti sore. Aku pamit dulu ya."
"Jangan lupa hati-hati. Nanti sore kita ketemu lagi," jawab Valerie, mengiringi Elowen yang mulai pergi.
Elowen berjalan menuju pintu, berpikir tentang keputusan yang baru saja dia buat.
oh iya mampir juga yuk dikarya baruku, judulnya ISTRI PENGGANTI TUAN ARSEN😁🙏