novel ini adlaah adaptasi dari kelanjutan novel waiting for you 1
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uppa24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
menyerah?
Tapi ia tidak bisa menunjukkan kelemahan. Tidak di depan Alvio.
Sementara itu, di kamarnya sendiri, Alvio duduk di tepi tempat tidur dengan laptop kecilnya terbuka di depan. Dia telah mempelajari sesuatu yang menarik dari sistem keamanan di rumah mereka—video singkat dari pertemuan antara Elena dan Aidan di aula perjamuan beberapa hari lalu.
Matanya menatap tajam ke layar, menganalisis setiap ekspresi, setiap gerak-gerik. "Aku tahu ada yang lebih dari ini," gumamnya. "Dan aku akan mencari tahu."
Alvio mungkin baru tiga tahun, tapi dia sudah memutuskan satu hal: dia tidak akan membiarkan ibunya menanggung segalanya sendirian. Jika Aidan benar-benar memiliki hubungan dengan mereka, maka dia harus membuktikannya—dan dia akan memastikan bahwa apa pun yang terjadi, Elena tetap menjadi prioritas utama.
...~||~...
Malam semakin larut ketika Elena akhirnya terlelap setelah berjuang melawan pikirannya sendiri. Sementara itu, Alvio tetap duduk dengan laptopnya, mata kecilnya bersinar karena tekad dan rasa penasaran. Dia memanfaatkan pengetahuannya tentang sistem keamanan rumah untuk mencoba mengakses informasi lebih lanjut. Dengan kecerdasan di luar usianya, dia berhasil membuka jalur ke arsip lama keluarga El Bara—dokumen yang bahkan belum pernah dia akses sebelumnya.
Di sana, ia menemukan beberapa dokumen yang tidak pernah dilihatnya: file tentang perubahan identitas ibunya. Data-data tersebut mengungkapkan perjalanan Elena sejak meninggalkan kehidupan lamanya sebagai Syafira. Foto-foto dan catatan medis yang mengonfirmasi transformasi wajahnya membuat Alvio tertegun. Dia tahu bahwa ibunya menyimpan banyak rahasia, tapi ia tidak pernah membayangkan betapa besar perjuangan itu.
Namun, dokumen yang paling menarik perhatiannya adalah sebuah sertifikat kelahiran lama yang tersimpan di folder tersembunyi. Nama pada sertifikat itu adalah "Alvio sebastoro", bukan "Alvio El Bara sebastoro" seperti yang dia kenal selama ini. Dan yang lebih mengejutkan: nama ayah yang tertera di sana adalah "Aidan bastoro"
Alvio terdiam beberapa saat, matanya menatap layar tanpa berkedip. Segala hal yang selama ini tidak dipahami mulai tampak masuk akal. Pria yang ditemuinya di aula perjamuan bukan hanya bagian dari masa lalu ibunya—dia juga adalah bagian dari dirinya.
Dia mematikan laptop dengan hati-hati, menutupnya perlahan, lalu berdiri dari tempat tidurnya. Pikiran-pikiran kecilnya sudah bulat: ia harus mendengar penjelasan langsung dari ibunya. Alvio melangkah perlahan ke kamar Elena, mengetuk pintu lembut sebelum masuk.
"Ibu?" panggilnya dengan suara kecil, cukup untuk membangunkan Elena dari tidur ringan.
Elena membuka matanya perlahan, tampak lelah namun tetap lembut saat melihat Alvio. "Ada apa, sayang? Kau belum tidur?"
Alvio naik ke atas tempat tidur, duduk di samping ibunya, wajahnya serius. "Aku menemukan sesuatu. Dan aku ingin Ibu jujur padaku."
Elena merasakan tubuhnya menegang, tapi dia menyembunyikan rasa gugup itu sebaik mungkin. "Apa maksudmu, Vio?"
Alvio menarik napas dalam, kemudian berkata, "Apakah Aidan sebastoro adalah ayah kandungku?"
Pertanyaan itu jatuh seperti petir di ruangan. Elena hanya bisa menatap putranya dengan mata melebar, mulutnya terbuka seolah ingin bicara tapi tak satu kata pun keluar. Waktu terasa berhenti sejenak di antara mereka.
"Vio..." Elena akhirnya berkata, tapi suaranya bergetar. "Dari mana kamu mendapat ide itu?"
Alvio menatap ibunya dengan sorot mata penuh kesungguhan. "Aku menemukan dokumen lama. Namaku di sana adalah Alvio sebastoro saja, bukan Alvio El Bara sebastoro. Ibu... aku sudah besar. Aku tidak ingin rahasia lagi. Aku hanya ingin tahu yang sebenarnya."
Elena menundukkan kepala, menggenggam tangan kecil putranya. Ini adalah momen yang selama ini selalu ia hindari. Tapi bagaimana ia bisa menyembunyikannya lagi? Dia tidak bisa membohongi anaknya, terutama saat Alvio sudah menemukan potongan kebenaran.
"Aidan..." bisiknya pelan, mencoba mengendalikan emosinya. "Ya, Vio. Dia adalah ayah kandungmu. Tapi Ibu punya alasan mengapa Ibu tidak memberitahumu lebih awal."
"Kenapa?" Alvio bertanya, nada suaranya tidak menuduh, tapi penasaran. "Kenapa kau meninggalkan dia? Kenapa kau tidak membiarkan dia tahu tentang aku?"
Elena menatap mata Alvio yang tak berkedip. Air mata mulai menggenang di sudut matanya. Dia tahu bahwa malam ini ia tidak hanya akan membuka masa lalu kepada Alvio, tapi juga akan kembali menghadapi luka yang telah ia coba sembunyikan selama bertahun-tahun.
"Karena..." Elena berkata perlahan, suaranya pecah oleh emosi. "Ibu ingin melindungimu, Vio. Kehidupan dengan Aidan bukanlah tempat yang aman untuk kita. Kami punya banyak perbedaan, dan aku takut kau akan terluka jika terus berada di tengah-tengah semuanya."
Alvio menggenggam tangan Elena lebih erat. "Tapi dia punya hak untuk tahu, kan? Dan aku juga punya hak untuk mengenal ayahku."
Elena tak bisa menyangkal itu. Hatinya mencelos, sadar bahwa apa pun yang ia katakan malam ini tidak akan bisa menghapus rasa penasaran Alvio. Tapi ia juga tahu bahwa semua ini bukan hanya tentang Alvio, melainkan tentang Aidan, dan tentang dirinya sendiri.
"Kau benar," akhirnya Elena berkata, menatap putranya dengan mata penuh air mata. "Dia memang punya hak. Dan kau juga punya hak. Mungkin ini saatnya kita menghadapi masa lalu itu bersama-sama."
Sementara itu, di tempat lain, Aidan duduk di kantornya yang besar dan mewah. Di hadapannya, layar laptop menyala menampilkan file yang baru saja diterimanya. Data yang dikumpulkan oleh penyelidiknya telah memberikan jawaban yang tak terbantahkan: Alvio memang anak kandungnya.
Aidan bersandar di kursinya, menatap layar dengan campuran emosi yang rumit—marah, kecewa, tapi juga harapan yang anehnya mulai tumbuh di hatinya. Elena mungkin telah berusaha menghilangkan jejak masa lalu, tapi Alvio adalah penghubung tak terpisahkan antara mereka.
"Alvio..." gumamnya pelan, seolah merasakan kedekatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. "Aku tidak akan menyerah pada kalian berdua. Apa pun yang terjadi."
Dan malam itu, baik Elena, Alvio, maupun Aidan, masing-masing merasa bahwa hidup mereka baru saja berubah. Masa lalu yang mereka hindari akan segera menjadi bagian dari masa depan yang tak bisa mereka elakkan. Bagaimanapun caranya, sebuah konfrontasi kini tak lagi terhindarkan.