Menikah Dengan Duda Loyo
Bab 1. Kecelakaan Maut
Sebuah mobil melaju oleng ke kanan-kiri di kegelapan malam. Sang pengemudi sedang berusaha mengendalikan laju kendaraannya agar berada di jalur yang benar.
"Mas Dhika, hati-hati!" pekik wanita yang sedang berbadan dua sambil memegang perutnya yang tiba-tiba saja terasa sakit.
"Tenang Andhira, jangan membuat aku panik!" bentak Andhika, sang suami.
Mulut Andhira komat-kamit berdoa berharap keselamatan mereka. Kedua matanya terpejam karena jika melihat dia akan merasa ketakutan dan berakibat kepada bayi yang ada di dalam kandungannya. Ketika dia memejamkan mata, rasa sakit di dalam perutnya tidak begitu kentara terasa seperti tadi.
Mobil yang dikemudikan oleh Andhika masih saja oleng, sulit untuk melaju secara lurus. Dia yakin kalau ada orang yang sudah merusak rem mobil milik kakaknya ini.
"Seharusnya aku tidak bertukar mobil dengan Kak Argani," batin Andhika yang merasa menyesal karena sekarang dia harus mempertaruhkan tiga nyawa.
Sebelah tangan Andhika menggapai sebuah bantal yang tersandar di belakang tuas. Lalu, dia meletakkan bantal itu ke perut Andhira agar tidak terkena benturan secara langsung ke bagian dashboard mobil. Dia tidak khawatir untuk bagian depan, karena nanti akan keluar airbag yang bisa melindungi kepala Andhira agar tidak terbentur saat tubuhnya terdorong ke depan.
Andhika terkejut karena tiba-tiba muncul mobil yang melaju berlawanan arah dengannya. Lalu, dia membanting setir secara spontan.
Andhira hendak bertanya atas apa yang dilakukan oleh suaminya, belum juga ucapannya keluar dari mulut, mobil mereka sudah berputar dan membentur pagar pembatas jalan.
Bunyi keras yang memekakkan telinga terdengar di kesunyian malam. Di dalam mobil berwarna merah itu terdapat seorang laki-laki yang kepalanya penuh dengan darah segar akibat pecahan kaca jendela mobil dari samping. Kepalanya bersandar di airbag yang berwarna putih.
Sama halnya dengan perempuan yang duduk di kursi penumpang, kepalanya juga berdarah, tetapi tidak separah sang suami. Dia memegang perutnya yang kembali terasa sakit, bahkan lebih terasa menyakitkan lagi kali ini.
Dalam keadaan antara sadar dan tidak sadar, dia menghubungi nomor darurat untuk memanggil ambulans. Dia berharap bayi mereka bisa diselamatkan.
***
Seorang pria dewasa langsung berlari begitu turun dari mobil yang dia parkiran secara asal. Pintu ruang UGD yang di depan matanya terasa sangat jauh. Napas dia juga tersengal-sengal. Keringat terlihat dari membasahi keningnya.
Begitu mendapatkan kabar dari seorang polisi yang memberi tahu kecelakaan adik dan adik iparnya, pria itu langsung datang ke rumah sakit ini. Tubuhnya yang terasa remuk karena banyak pekerjaan selama seminggu ini, tidak dia hiraukan.
"Dokter, mana korban kecelakaan pasangan suami-istri yang terjadi di jalan Cendrawasih?" tanya laki-laki itu dengan napas yang kasar.
"Apa Anda pihak keluarga Bu Andhira?" tanya dokter yang kebetulan akan keluar ruangan UGD.
"Iya. Saya, Argani. Kakak ipar Andhira yang sedang hamil itu," jawab laki-laki pemilik berambut hitam legam itu sambil mengangguk.
Dokter memberi tahu kalau Andhira harus segera melakukan operasi caesar untuk mengeluarkan bayinya. Usia kandungan bayi itu baru tujuh bulan lebih, maka akan terlahir prematur.
"Itu adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan nyawa bayinya," kata dokter yang jaga malam itu dengan lirih.
"Lakukan yang terbaik untuk menyelamatkan nyawa mereka berdua, Dok," tukas Argani yang sudah siap dengan konsekuensi yang akan dia dapatkan nanti dari keluarganya.
"Lalu, bagaimana dengan suaminya, Dok?" lanjut Argani yang ingin tahu keadaan sang adik.
Raut wajah Dokter itu terlihat berubah. Lalu, dia menggelengkan kepala dan berkata, "Adik Anda meninggal di tempat."
Tubuh Argani oleng, mundur dua langkah. Dia tidak menyangka kalau pertemuan dengan Andhika di pesta tadi itu untuk terakhir kalinya mereka bercakap-cakap. Selama ini mereka jarang bertemu setelah sang adik menikah dan tinggal terpisah.
Seorang perawat datang dan memberi tahu kalau operasi caesar sudah siap. Tim medis sudah berkumpul semua di ruang operasi.
Setelah selesai mengurus administrasi, Argani menghubungi kedua orang tuanya dan orang tua Andhira. Dia memberi tahu apa yang sedang menimpa keluarga Andhika.
Keluarga Wiratama dan Atmadja datang hampir bersamaan. Wajah mereka terlihat panik dan tegang. Apalagi Mama Aini, mamanya Argani dan Andhika, mukanya sudah seperti mayat karena terlihat pucat pasi.
"Bagaimana keadaan Andhira?" tanya Pak Bagas, ayahnya Andhira.
"Dokter masih berusaha mengeluarkan bayi di dalam kandungan Andhira, Om," jawab laki-laki berbaju kaus kerah berwarna hitam yang pas di tubuhnya.
"Papa akan urus jenazah Andhika terlebih dahulu," ucap Papa Anwar sambil mendudukkan sang istri di kursi stainles.
"Aku ikut, Pa," ucap Argani.
Keadaan di sana kini hening. Bu Rosdiana menatap besannya. Dia pun duduk di samping Mama Aini.
"Semoga Andhira dan bayinya selamat dan baik-baik saja, ya, Jeng," ujar Bu Rosdiana sambil mengusap punggung wanita yang sejak tadi berderai air mata.
"Aku ... tidak menyangka ini akan terjadi kepada Andhira dan Andhika. Padahal sore tadi, mereka datang ke rumah dan terlihat bahagia sambil menunjukkan satu set perlengkapan bayi," ucap Mama Aini sambil mengusap pipinya yang basah oleh cairan bening.
"Namanya juga takdir. Tidak akan ada yang tahu apa yang terjadi selanjutnya," balas Bu Rosdiana.
"Sekarang Andhika sudah tidak ada. Apa hubungan kekeluargaan kita akan berakhir sampai di sini?" lanjut wanita itu melirik ke arah suaminya yang berdiri tepat di samping.
Pak Bagas tersentak dengan kenyataan ini. Jika hubungan mereka berakhir, dia takut besannya tidak akan mau lagi membantu modal perusahaannya yang baru saja stabil setelah diambang kebangkrutan.
Perusahaan keluarga Wiratama nyaris diakuisisi jika saja tidak mampu bersaing dengan para pengusaha lainnya. Setelah Andhira menikah dengan Andhika, perusahaan mereka mendapatkan banyak modal dari keluarga Atmadja.
"Apa sebaiknya kita nikahkan Andhira dengan Argani? Bagaimanapun juga bayi itu memerlukan kasih sayang seorang ayah yang bisa menjaga dan melindunginya. Bukannya bayi yang dikandung oleh Andhira itu laki-laki? Pasti peran seorang ayah sangat penting," tutur Bu Rosdiana dengan nada halus kepada besannya.
"Benar. Apa yang dikatakan istriku itu benar. Pastinya Bu Aini juga tidak mau kehilangan sosok cucu, 'kan? Kalau sampai Andhira pergi meninggalkan keluarga Atmadja, bisa saja dia pergi jauh entah ke mana, nanti," tambah Pak Bagas untuk meyakinkan Mama Aini.
Wanita paruh baya yang berpenampilan anggun itu diam menatap kedua besannya. Dia sangat sayang kepada Andhira layaknya putri kandung. Karena menantunya itu adalah putri sahabat baiknya yang susah payah dia temukan. Dia juga yang menjodohkan dengan Andhika, meski putranya itu sudah punya kekasih. Karena dia ingin memberikan yang terbaik untuk putra bungsu dan anak sahabatnya. Setidaknya dengan menjadi menantu keluarga Atmadja, Andhira bisa hidup nyaman dan aman.
"Ya, kalian benar. Dengan menikahkan Andhira dengan Argani, aku masih bisa berkumpul bersama mereka. Cucuku harus mendapatkan kehidupan yang baik," ujar Mama Aini.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
🌷💚SITI.R💚🌷
ini emak² ya anaky aja satu sdh meninggal yg satu berjuang hidup sm mati..ko malah mikirin pejodihan lg ..kasian
2024-11-12
1
Sugiharti Rusli
temanya naik ranjang yah, semoga ga putus di tengah jalan yah😉😉🙃
2024-11-12
1
Daulat Pasaribu
langsung hadir Thor
semoga makin sukses dgn cerita nya.
2024-11-10
1