Tuan Alaxander Almahendra adalah seorang CEO dan tuan tanah. Selain memiliki wajah yang tampan ia juga pintar dan cerdas dan nyaris sempurna. Namun, siapa sangka di balik kesempurnaan fisik dan kecerdasannya tuan Alex terkadang sangat kejam terkesan tidak berprikemanusiaan. Ia seperti tenggelam dalam lorong hitam yang menggerogoti jiwanya.
Nayla De Rain gadis canti dengan paras sempurna. Setelah mengalami kegagalan dengan Fandy ia memutuskan untuk menikah dengan Zainy lelaki yang tida di cintainya. Namun, sebuah peristiwa membuatnya tertangkap oleh anggota tuan Alex dan di bawa ke menara dengan seribu tangga memutar.
Nasib baik atau buruk yang menimpa gadis bernama Nayla iti malah mempertemukannya dengan tuan Alex. Entah tuan Alex dan anggotanya akan akan menyiksa Nayla seeprti yang lainnya atau malah menjadikannya tahanan abadi. Novel 'REMBULAN YANG TENGGELAM' adalah kisah cinta dan balas dendam. Para tokoh mempunyai karakter unik yang membuat mu jatuh cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dongoran Umridá, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hadiah ulang tahu
"Nayla..."
Gumam orang itu. Orang itu juga sangat kaget seperti baru saja bertemu dengan hantu. Nayla menoleh ke orang itu dengan takut. Nafasnya masih terengah-engah.
"Fandy? Ke... ke.. kenapa kamu ada di sini?" Tanya Nayla gugup, fikirannya belum berfungsi sepenuhnya dengan baik.
"Aku di beri tahu untuk datang ke sini, namun aku heran kok sepi tidak ada orang, saat aku masuk aku hanya melihat mu berjalan mundur" kata Fandy. Nayla langsung duduk di lantai tempat dia jatuh.
"Fandy, kita harus segera keluar dari sini dan meminta bantuan. Seseorang baru saja terbunuh di sini"
"Terbunuh? Siap Nay?" Tanya Fandy terkejut dan cemas. Ada rasa takut menghinggapi lelaki di depan Nayla itu.
"Itu, di sana ada pisau berlumuran darah. Lihat saja ke sana" Nayla menunjuk ke arah tangga di mana ada sebilah pisau berlumuran darah. Fandy pun mengikuti arah telunjuk Nayla. Matanya terbelalak kaget saat matanya tertuju ke sebilah pisau berlumuran darah. Fandy berdiri, dengan hati-hati, ia berjalan menuju tangga yang berceceran darah itu.
"Fandy, jangan ke sana"
Bisik Nayla melarang Fandy. Takut ada yang mendengarnya.
"Sssstttt...."
Fandy memberi isyarat dengan menempelkan jari telunjuknya di bibir Nayla, seolah menyuruh Nayla agar tidak berisik. Fandy melangkah satu anak tangga. Kemudian melangkah ke anak tangga ke dua, Nayla segera berdiri dan berusaha menarik Fandy.
"Fandy, jangan ke sana, mari kita minta bantuan terlebih dahulu" ajak Nayla berusaha menahan Fandy.
"Nayla, jangan berisik ya, aku harus memastikan keadaan" Kata Fandy terus menaiki anak tangga satu persatu. Nayla khawatir terjadi sesuatu pada tunangannya itu, dengan mengumpukan seluruh keberaniannya ia mengikuti Fandy dari belakang. Jika terjadi sesuatu pada Fandy dia harus membantunya. Ia tidak ingin membiarkan Fandy dalam bahaya sendirian, ia harus mendampingi Fandy. Sebisa dan semampunya akan di tolongnya lelaki yang di cintainya ini walau harus berkorban.
Fandy dan Nayla akhirnya tiba di lantai dua, belum ada tanda-tanda kalau-kalau di sini ada orang. Masih sepi dan hening, tiba-tiba..
"TAR...! Sebuah peluru hampir saja mengenai dada Fandy. Selanjutnya..
"TAR...TAR... TAR... TARRR" Letusan selanjutnya membuat Nayla dan Fandy kaget hampir copot jantungnya dalam hitungan detik keduanya sudah terjatuh ke lantai oleh rasa kaget. Fandy dan Nayla memegangi dada masing-masing yang hampir meledak.
"HAPPy BIRDDAY TO YOU..."
"HAPPY BIRDDAY TO YU..."
Semua menyanyikan lagu ulang tahun yang tiba-tiba keluar dari persembunyian masing-masing. Lasmi tampil di depan dengan kue ulang tahun di tangannya. Dengan senyuman manisnya Lasmi menyodorkan kua ulang tahun dengan dua lilin, satunya angka dua puluh satu yang satunya lagi angka dua puluh lima.
"TIUP LILINNYA..."
"TIUP LILINNYA..." Sambil tepuk tangan Lasmi dan teman-teman lainnya menyanyikan lagu ulang tahun. Fandy dan Nayla saling pandang lalu berdiri dan meniup lilinnya sama-sama. Acara perayaan ulang tahun berjalan dengan lancar dan menyenangkan.
"Bagaimana kamu menjelaskan pisau dan darah itu?" Tanya Nayla sedikit kesal dengan Lasmi. Lasmi tersenyum manis.
"Itu mudah, kan jaman sekarang ada cat yang persis banget kayak darah" Jawab lasmi kemudian.
"Inikan ulang tahun sahabat ku yang tahun depan akan menikah, jadikan harus di buat spesial dan berkesan gitu" tambahnya lagi dengan enteng.
"Kamu pasti ingin bertanya soal peluru. Jaman sekarangkan udah maju, peluru itu tiruan tidak berfungsi, suaranya aja yang kuat" tambahnya lagi.
Setelah acara ulang tahun selesai Fandy mendekati Nayla yang sedang ngobrol dengan Lasmi.
"Nayla, temui aku dekat kolam renang"
Bisik Fandy di telinga Nayla. Tanpa menunggu jawabannya lelaki itu langsung bergegas menuruni anak tangga. Nayla tersenyum, kejutan apa kira-kira yang akan di berikan tunangannya ini padanya? Ah Nayla sungguh penasaran, gadis itupun mengikuti Fandy dari belakang. Senyum merekah tidak hilang dari wajahnya cantiknya
Fandy berdiri menghadap kolam renang dengan posisi membelakangi Nayla. Kedua tangannya di masukkan ke dalam saku celana panjangnya. Dengan wajah menunduk seperti sedang berusaha keras memikirkan sesuatu.
Nayla berdiri di belakang Fandy. Menunggu dengan dag dig dug di hatinya. Kejutan apa yang akan di berikan lelaki itu sebagai hadiah ulang tahun untuknya.
Nayla sungguh tidak sabar menunggu. Lama berdiri namun tidak ada kalimat yang keluar dari mulut lelaki itu. Nayla masih berdiri dan menunggu. Kemudian Fandy membalikkan tubuhnya menghadap Nayla sesungging senyum terukir di wajah lelaki itu.
"Selamat ulang tahun, semoga panjang umur dan semoga terkabul segala keinginan mu." Gumamnya kemudian.
"Terima kasih, selamat ulang tahun juga" kata Nayla, wajahnya berbinar dengan senyuman manis menghiasi wajah cantiknya. Siapapun yang melihatnya pasti ingin terus memandangnya dan akan kecewa ketika gadis itu menarik senyumnya dan memakingkan wajahnya.
"Nayla!" Panggil Fandy. Nayla merespon panggilan itu dengan menggerakkan matanya. Ia merasa ada sesuatu yang aneh pada nada panggilan itu, sesuatu yang yang sulit di mengerti dan di tebak.
"Nayla!" Untuk kedua kalinya Fandy memanggil namanya dengan nada yang sulit di jelaskan.
"Ya," Nayla menyahut dan sedikit heraan dengan ekspresi yang terlihat di wajaùh Fandy. Ada ekspresi tidak enak yang tersirat di wajah tampan itu. Hal itu sungguh sangat mengganggu fikiran Nayla.
"Nayla, maafkan aku." Nadanya penuh dengan rasa tidak enak mendekati rasa bersalah.
"Kok minta maaf? Kamu salah apa? Nayla mulai merasa tidak nyaman, perasaan semakin bingung dan was-was kini menghinggapinya.
"Maafkan aku, sepertinya kita harus mengakhiri hubungan kita sampai di sini, aku tidak bisa melanjutkannya.
Fandy melanjutkan kalimatnya, kali ini nadanya lepas tanpa beban dan terkesan tegas. Seketika senyuman di wajah Nayla meredup dan perlahan hilang.
"A.. a... ap... apa..?" Tanya Nayla kaget bercampur gugup tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
"Mari kita putus! Sebenarnya aku tidak bisa menikahimu."
"Tapi ke... ken... kenapa..?" Tanya Nayla tidak yakin. Gadis itu memandangi wajah Fandy, mencari kesungguhan dalam ucapan itu. Fandy menghela nafas sebelum menjawabnya.
"Aku tidak bisa menjelaskannya, sepertinya aku memilih odang lain." Kini jawaban itu tegas dan pasti. Tanpa memberi kesempatan apa yang akan di ucapkan oleh Nayla dan tanpa peduli dengan reaksi gadis itu Fandy melangkah pergi.
Nayla masih berdiri, terdiam mematung menghadap kolam renang. Air matanya jatuh mengalir begitu saja di pipinya yang lembut. Tidak ada kata yang terlontar dari mulutnya. Hatinya terlalu sock dan kaget mendengar kata-kata itu. Itukah hadiah ulang tahun yang di siapkan pecundang itu? Ah manusia memang berubah-ubah dan tidak bisa di tebak.