Seorang gadis cantik, jenius dan berbakat yang bernama Kara Danvers bekerja sebagai agen ganda harus mati di karena dikhianati oleh rekannya.
Namun, alih-alih ke alam baka. Kara malah bertransmigrasi ke tubuh bocah perempuan cantik dan imut berusia 3 tahun, dimana keluarga bocah itu sedang di landa kehancuran karena kedatangan orang ketiga bersama dengan putrinya.
"Aku bertransmigrasi ke raga bocil?" Kara Danvers terkejut bukan main.
"Wah! Ada pelakor nih! Sepertinya bagus di beri pelajaran!" ucap Kara Danvers menyeringai dalam tubuh bocah cilik itu.
Apa yang yang akan dilakukan sang agen ganda saat di tubuh gadis cilik itu dan menggemaskan itu. Yuk mari baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang Ke Mansion Prameswari
Di dalam mobil mewah yang meluncur dengan halus, suasana terasa sunyi. Kaca jendela yang gelap menutupi dunia luar, seolah memisahkan penumpang dari kenyataan.
Kursi kulit yang lembut dan interior yang elegan tak mampu mengusir perasaan berat yang mengendap di udara.
Terlihat wajah Selvira terpantul di kaca jendela, namun matanya kosong, seolah memandang jauh ke masa lalu yang penuh kenangan.
Di luar, lampu-lampu kota berkilauan, namun dalam mobil ini, hanya ada kesunyian yang menyesakkan.
Setiap putaran roda seakan membawa beban yang semakin berat, dan meskipun mobil ini melaju dengan kemewahan, hati penumpangnya terasa jauh lebih lambat, terjebak dalam kenangan yang tak bisa lagi kembali.
Semua yang ada di luar kaca ini, seolah tak dapat dijangkau, hanya bayangan yang semakin memudar.
Kasihan amat cuk, mama baru aku! batin Vara.
Sebuah genggaman tangan yang mungil, membuyarkan lamunan Selvira. Wanita berusia 27 tahun itu menatap sang putri, yang berwajah serius.
"Mama jangan belcedih lagi. Ada Vala kok, kita pacti bica melewati cemua ini. Lagipula, Mama macih muda, macih bica cali papa balu untuk Vala, tapi bial Vala yang cali papa balunya," ujar Vara membuat semua orang terkekeh.
Begini nih kalau di tubuh anak kecil! Pasti jadi bahan lucu-lucuan! gerutu Vara.
Nyonya Ambar Prameswari mencium pipi bulat sang cucu karena merasa gemas, membuat Vara kesal karena dicium-cium terus.
"Cucu Grandma pinter banget sih. Siapa yang ajarin Vara ngomong kayak gitu?" tanya Ambar Prameswari.
Nih kalau bukan nenek-nenek, udah aku jitak kepalanya! gerutu Vara.
Berbeda dengan wajahnya yang menampilkan raut polos. "Vala celing liat di tv, Glandma," jawabnya asal.
"Lain kali, Vara tidak perlu nonton tv seperti itu yah," sahut Ambar Prameswari lembut pada sang cucu.
Selvira menatap sang putri, tangannya mengelus kepala bocah kecil itu. "Maafin, Mama ya? Seandainya Mama tidak teledor waktu itu, kejadian itu tidak akan terjadi pada Vara," sahutnya dengan mata berkaca-kaca.
Seandainya kalian tahu, jika Vara asli udah pergi! Maafkan aku! batin Vara merasa sedih.
Vara merasa bersalah karena tidak berani memberitahu keluarga Prameswari, terutama Selvira.
Tapi apakah mereka akan percaya, jika yang mengatakan hal itu adalah seorang bocah perempuan polos.
Mereka pasti akan menganggap Vara mengarang ataupun ngawur saja. Vara juga takut, jika mereka tahu. Mungkin mereka akan membuang Vara.
Vara sudah sangat nyaman memiliki seorang ibu yang sayang padanya. Dulu dialah hanyalah anak panti asuhan, yang tidak jelas orangtuanya.
Jadi, apakah dia boleh egois? Dia ingin memiliki seorang ibu meski bukan ibu dalam konsep berbeda.
Tuhan! Bolehkah aku kali ini egois? Engkau tahu, aku dari dulu ingin memiliki seorang ibu seperti anak-anak yang lain! Aku tidak pernah meminta apapun dari-Mu Tuhan. Dan izinkan aku kali ini meminta untuk tetap menjadi putrinya!
"Vala cangat cayang cama Mama." bocah perempuan itu langsung memeluk Selvira.
Setetes air mata menetes di pipi gembul nan merah itu, dia berjanji akan menjaga Selvira sesuai permintaan terakhir Vara padanya.
Tuan dan nyonya Prameswari tersenyum menatap putri dan cucunya, mereka ikut merasakan sakit atas apa yang terjadi.
"Hiks! Hiks! Hiks! Mama juga sayang Vara," ujar Selvira menangis.
Duh! Aku kok jadi cengeng gini sih? Apa karena aku berada di tubuh seorang bocah! batin Vara.
"Mama jangan menangis lagi. Vala 'kan jadi ikutan cengeng. Cehalusnya Vala tidak boleh cengeng, kalena Vala udah gede," ujar Vara.
Nyonya Ambar mengusap punggung sang putri mencoba menguatkan. "Sudah. Lupakan bajingan itu, Vara benar. Kamu masih muda dan ingat, kamu memiliki Vara, Mama dan Papa yang selalu bersamamu," ujar nyonya Ambar lembut.
Selvira melepaskan pelukannya. "Terimakasih Vara sayang. Kamu penyemangat hidup Mama," ujar Selvira, kemudian menatap sang ibu. "Maafkan Vira ya, Ma. Seandainya Vira mendengarkan kata Mama dan Papa waktu itu," sambung wanita itu.
Nyonya Ambar tersenyum manis. "Sudah. Semua pasti ada hikmahnya, salah satunya adalah Vara. Lihat, Mama punya cucu yang cantik dan menggemaskan seperti Vara," sahutnya.
Selvira mengangguk, matanya terlihat sembab karena menangis.
"Lihat Vara! Dia lebih kuat dari kamu yang sangat cengeng," ujar tuan Prameswari mencoba menghibur.
Semua yang ada di dalam mobil mewah itu terkekeh, perlahan namun pasti, Selvira mencoba melupakan Arvin.
"Darimana Mama dan Papa tahu masalah Vira?" tanya Selvira penasaran.
Pasalnya Selvira tidak pernah memberitahu keluarganya maupun keluarga mertuanya tentang apa yang sedang menimpa rumah tangganya.
"Kami selalu memantau kamu dari kejauhan. Apa kamu pikir Mama dan Papa akan lepas tangan begitu saja pada Putri kami satu-satunya? Tentu tidak," jelas tuan Anggara Prameswari.
Terlihat wajah pria parubaya itu menerawang jauh, meskipun dulu dia tidak setuju putrinya menikah dengan Arvin.
Anggara Prameswari tetap mengijinkannya, dia bahkan menempatkan mata-mata untuk melindungi sang putri dan cucunya.
Makanya saat di luar rumah, Vara terlihat tenang karena dia tahu ada penjaga bayangan yang diam-diam melindunginya.
Hanya saja, Vara belum tahu mereka itu siapa. Ingin bertanya pada Selvira tidak mungkin. Karena wanita cantik itu pasti tidak akan tahu.
Namun, jika di dalam rumah, mereka tidak bisa mengawasinya. Karena terlalu mencolok makanya Vara asli bisa tewas karena tidak ada yang melindunginya.
"Maafin Vira Pa," sahut Selvira merasa bersalah.
Tuan Anggara menatap sang putri. "Lupakan itu, yang lalu biarlah berlalu, Papa lega karena kamu akhirnya sudah sadar," sahut pria parubaya itu.
Selvira memeluk sang papa, dia terharu melihat orangtuanya ternyata sangat peduli padanya.
"Apa Vara tidak ingin dipeluk sama Grandpa?" tanya tuan Anggara.
Vara menatap polos pria parubaya itu. "Kalena Glandpa telmacuk olang tampan, jadi boleh dipeluk," ujarnya membuat orang yang ada di dalam mobil itu terkekeh.
Setelah beberapa menit berkendara, akhirnya mereka tiba di kediaman Prameswari. Sebuah mansion tak kalah mewahnya dari mansion Mahardika.
Bahkan menurut Vara, kediaman Prameswari lebih mewah dan elegan dibandingkan dengan kediaman Mahardika.
Mansion besar itu berdiri megah di atas bukit, dikelilingi oleh kebun yang luas dan pagar tinggi yang menjulang.
Dalam kegelapan malam, cahaya lampu-lampu mewah di dalam mansion memantulkan kilau yang hampir menipu, seolah dunia ini hanya milik mereka yang berkuasa.
Namun, bagi bocah perempuan berusia tiga tahun itu, dunia ini adalah permainan yang sudah ia kenali jauh sebelum tubuhnya berpindah ke sini.
Meskipun usianya sangat muda, jiwanya adalah agen ganda wanita yang terlatih dengan kecerdasan yang luar biasa.
Vara tahu betul ada banyak pengawal tersembunyi di sekitar mansion pengawal bayang yang tidak dapat dilihat oleh sembarang orang.