Zara, akhirnya kembali ke tanah air setelah menyelesaikan studinya, sekaligus menyembuhkan trauma masa lalu. Ia ingin melupakan orang yang menyakitinya. Namun tanpa diduga Kenan muncul kembali dalam hidupnya, menyatakan keinginan nya menikah dengan dengan nya. Zara menolak ia ingin melupakan laki-laki tersebut. Namun Kenan tidak mau. menyerah ia berusaha mendapatkan Zara dengan cara apapun. Apakah Zara akan jatuh pada laki-laki yang pernah menyakiti nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sonata 85, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Korban Bully
Zara berjalan santai melihat-lihat pemandangan di sekitarnya, saat melihat ke sekeliling ada bagian dalam hatinya yang terasa masih sakit. Luka masa lalu itu masih membekas dalam ingatannya.
Menjadi korban bully di masa lalu menyakitkan bukan hanya fisik tetapi mental yang susah disembuhkan.
“Zara, apa yang kamu pikirkan.” Mona mendekat seakan-akan ia tahu apa yang dipikirkan sang sahabat.
“Tempat ini tidak berubah dari beberapa tahun yang lalu, batu itu masih tetap sama.”
Mona ikut menoleh, keduanya sama-sama diam sejenak, tidak mudah memang bagi seorang Zara melupakan semua yang dialami dimasa lalu. Tempat itu tempat anak-anak orang kaya bertemu. Salah satunya orang tua Zara dan orang tua Kenan, hanya saja di masa lalu Zara jadi korban ketidakadilan dunia ia terkucilkan dari anak-anak anak orang kaya pada umumnya.
“Apa kamu belum bisa melupakannya?” tanya Mona sahabatnya, gadis cantik itu salah satu anggota dari klub kuda tersebut.
“Tidak, aku bahkan ingin membalas perbuatan mereka satu persatu saat ini juga.” Tatapan Zara menyala,
“Kamu yakin Zara …? Kamu tidak takut sama mereka lagi?”
Zara yakin. “Tidak, mari kita balas mereka semua.”
Sebelum membalas orang –orang yang membullynya di masa lalu. Zara ingin uji kemampuan dengan Mona.
“Zara, apa kamu yakin bisa melakukanya?” Mona gelisah takut hal buruk terjadi lagi pada sahabatnya.
“Bisa, Aku pilih kuda hitam itu.” Zara menunjukan seekor kuda hitam yang baru saja dikeluarkan dari kandang sama pelatihnya.
Bola mata Mona memutar sempurna, karena ia tahu Zara dulu sangat takut sama kuda, ia bahkan beberapa kali jatuh saat berlatih kuda di masa lalu.
“Kamu yakin Zara …?” Mona memastikan.
“Iya, ayo kita ganti kostum.”
Kedua sahabat itu meninggalkan acara dan berjalan ke samping gedung di sana ada kandang kuda dan lapangan balap kuda. Zara dan Mona sudah mengenakan seragam helem dan sepatu boot. Penampilan cantik Nyra saat mengenakan paKenann ketat itu mengundang perhatian rekan-rekan Kenan yang saat itu sedang duduk di pinggir taman.
“Kenan … bukankah itu, Zara?”
Mata para lelaki itu melihat ke arah bawah tepatnya di arena balap. Zara dan Mona sudah mulai memberi aba-aba siap bertanding. Pada hitungan ke tiga kedua sahabat itu membuktikan diri mereka kalau keduanya ahli dalam menunggang kuda. Zara bahkan lebih unggul dari Mona, ia melakukannya dengan sangat sempurna dan profesional.
“Bagaimana kamu melakukannya Zara? Maksudku kapan kamu belajar.” Mona penasaran.
Zara tersenyum tipis, “Aku ingin sekali mengalahkan Maya dan gengnya.”
“ Kamu pasti bisa mengalahkannya, Zara. Apakah kamu lapar?” Mona sengaja mengalihkan pembicaraan, ia tidak ingin Zara berurusan dengan gadis sombong seperti Maya dan gengnya.
“Tapi aku ingin sekarang Mon.”
Gadis berambut panjang itu menatap Zara dengan napas berat, “Aku berharap kamu tidak berurusan dengan dia lagi Zara, dia itu orang yang nekat masih sama seperti dulu, bahkan lebih sombong sekarang.”
“Aku ingin sekarang. Bantu aku melakukan balas dendam,” ujar Zara.
“Jangan lelaki itu, kamu tidak akan bisa mengalahkannya. Aku berharap kamu melawan mereka,” usul Mona.
Mendengar nama Dikto, wajah Mona tiba-tiba gelisah, ia tidak ingin berurusan dengan lelaki sombong itu.
“Kenapa … kamu masih tidak yakin denganku? Apa perlu aku mengalahkanmu sekali lagi?” tanya Zara menggoda sang sahabat.
“Iya, aku ingin menantangmu sekali lagi,” tantang Mona
Mereka berdua tidak menyadari semua orang menonton keduanya dari atas. Aksi Zara menunggang kuda terdengar juga pada orang-orang, mereka keluar dari ruangan lalu melihat aksi Mona dan Zara. Kali ini mereka menggunakan busur panah sebagai acuannya. Panah pertama Zara masih kalah Mona tersenyum dengan kedipan meledek, putaran kedua Zara mengimbangi sang sahabat yang jago dalam memanah. Putaran ketiga keduanya sama-sama mencapai target dan memperoleh nilai skor yang sama. Zara tertawa lepas sembari memacu kuda hitam yang ditunggangi. Mona merasa tertantang ia melepaskan panah ketiga karena buru-buru sasarannya tidak tepat. Hal itu memicu tawa keras dari Zara, karena ia tahu Mona salah satu atlet pemanah terbaik. Mereka berdua tidak sadar menjadi tontonan banyak orang salah satunya sang ibunda yang menatap putrinya dengan perasaan haru sekaligus bangga. Di Masa lalu Rena melihat dengan jelas bagaimana Zara trauma melihat kuda.
“Zara …? Jago sekarang tante,” puji Dinar sembari mengusap punggung tangan wanita berkacamata tersebut.
“Selain cantik, dia juga baik dan karirnya bagus,” puji seorang wanita sosialita teman Ibunya Zara dan teman Gita Maminya Kenan. Pujian kagum dari semua orang yang melihat aksi Zara sukses membuat Maya kepanasan dari dulu sampai sekarang sikapnya masih saja tidak ingin orang lain lebih hebat darinya. Gadis jahat itu berjalan ke arah lapangan menghampiri Zara dan Mona.
“Oh, jadi kamu Zara … kok kamu tidak mengenalkan dirimu. Jadi sekarang kamu sudah berubah? Bukan anak penakut dan anak manja lagi?”
Mona tidak ingin sang sahabat dapat masalah, ia menghampiri Maya dan mencoba mendinginkan suasana. Zara terlihat tenang walau Maya memprokasinya.
“Maya, apa-apan sih kamu,” hardik Mona.
“Oh, Mona … sang atlet panah kita. Sayang sekali SEA Games kemarin kamu hanya dapat perunggu dan kalah dari pemanah baru. Apa hanya itu kemampuanmu? Pantas saja kamu kalah dari gadis manja ini,” hinanya dengan bibir dimajukan.
Mona tampak geram, urat-urat lehernya saling bertarikan, aliran daranya seakan Zarak ke atas kepala dan siap menumpahkan luapan amarah. Namun, Zara yang sudah terlatih menahan kesabaran menghampiri sang sahabat dan membantu mendinginkan hatinya yang kepalang sudah mendidih. Lalu ia membisikkan sesuatu pada Mona .
“Jangan khawatir kita akan bungkam mulut lebarnya,” bisik Zara santai.
Mona tersenyum penuh arti, lalu ia mendekati Maya dan berkata dengan santai. “Memangnya kamu bisa mengalahkan, Zara?”
“Kamu menantang gue?” Wanita jahat itu tertantang.
Mona mengibaskan rambut panjang dengan gaya meledek, “bukan aku tapi Zara. Katakan saja kalau kamu takut.”
“Siapa yang takut? Ayo. Aku akan buat kamu menangis ketakutan seperti enam tahun yang lalu.”
“Baiklah, bila perlu kamu bisa mengajak Kenan pujaan hatimu,” ucap Zara lagi,
“Aku berharap kamu mengingat apa yang kamu alami di tempat ini,” ucapnya lagi dia sengaja merusak mental Zara.
“Aku selalu mengingatnya setiap saat dalam hidupku Maya. Bahkan aku tidak pernah melupakan wajahmu,” balas Zara dengan tenang.
‘Kenapa dia bisa setenang itu?’ Maya terusik dengan sikap santai yang ditunjukkan Zara.
Maya seketika tersentak kaget melihat tatapan tajam dari Zara saat ia mengatakan kalimat itu. Tidak ingin merasa kalah Maya menyetujui. Maya salah satu orang yang ikut melakukannya di masa lalu, bahkan wanita penjahat utamanya. Mendengar Zara dan Maya akan bertanding semua orang kaget, bahkan teman-teman Maya bersorak riuh, mereka mengagung-agungkan nama Maya.
“Apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba mereka berdua bertanding?” Rena ibunda Zara sangat khawatir.
“Jangan khawatir Bun, Zara kita bukan gadis lemah seperti dulu lagi,” ucap Leo sang kakak, ia berdiri di pembatas pagar lapangan perlombaan. Maya si gadis jahat sudah berganti paKenanan dengan kostum ala pembalap kuda. Berjalan ke lapangan dengan percaya diri. Namanya riuh di panggil di tengah lapangan. Kenan berdiri dengan wajah tegang tidak jauh dari area balap.
“Menurut kamu siapa yang menang?” tanya teman Kenan yang berdiri di sampingnya.
“Tidak tau,” sahutnya acuh, tapi tatapan matanya tegang.
Zara sudah lama menunggu kesempatan ini. Sebelum pertandingan dimulai Zara membisikkan sesuatu pada kuda yang akan ditunggangi Maya. Benar saja saat putaran panah pertama Zara menang sasaran tepat. Namun Maya yang terlihat percaya diri malah meleset. Ia kesal dan memukul punggung kudanya dengan kasar, kuda hitam yang ditunggangi Maya melompat seperti kesetanan, ia berusaha menjatuhkan Maya dari tubuhnya. Gadis jahat itupun jatuh dengan kepala mendarat ke tanah. Bukan hanya itu ia bahkan menyerang Maya dengan tendangan bahkan dan menginjak kaki kanannya. Zara terdiam menatap Maya dengan tatapan tajam.
‘Aku harap itu sepadan dengan yang kamu lakukan padaku’ ucapnya dalam hati.
Bersambung