Tanah yang di jadikannya sandaran. Key Lin hidup di dunia yang bukan miliknya. Keras, dan penuh penindasan. Keadilan bagaimana mungkin ada? Bagi bocah yang mengais makanan dari tempat sampah. Apa yang bisa dia sebut sebagai keadilan di dunia ini?
Dia bukan dari sana. Sebagai seorang anak kecil bermata sipit penjual koran di barat, apakah di akan selamat dari kekejaman dunia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jauhadi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Ikut Senang [Key Lin Tumbuh di Bumi Barat
Key selesai dengan semua pekerjaannya dengan Shoe sore itu. Dia langsung pulang ke rumah. Saat pulang dia sengaja melewati gang di mana Robert biasa mangkal untuk mencari mangsa palak.
Key sudah tahu Robert, dan kawan-kawan ada di sana, tapi tetap saja lewat sana. Itu tidak akan terjadi jika tidak di sebabkan oleh suatu alasan.
Key memang sengaja lewat, agar di palak. Uang palak hanya dalih, itu sebenarnya transaksi. Key mendapatkan keuntungan dari pengeluaran kecil, dan Robert juga mendapat keuntungan dari perlindungan kecil.
"Nak, seperti biasa." Ujar Alan pada Key. Key meletakkan dua dolar pada tangan Alan.
Alan terkejut dengan uang yang di keluarkan Key Lin, biasanya tidak sampai satu dolar. Tapi apa ini? Hari ini dia mengeluarkan dua...dua dolar?
"Kau serius? Ini banyak loh? Bisa buat makan beberapa orang!" Ujar Alan pada Key.
"Iya, kasih satu dolarnya ke Robert, aku sudah janji ke dia soalnya." Key berlalu setelah mengatakan itu. Alan mengedipkan mata tak percaya. Sungguh di kasih ke dia?
Saat Key sudah pergi, Alan menunjukkan uang dua dolar ke Robert. Robert hanya mengangguk mengerti, tapi tidak memberikan komentar sampai akhirnya Alan bertanya.
"Apa dia sudah jadi kaya? Jadi kasih dua dolar? " Tanya Alan bingung.
"Tidak. Dia berjanji padaku, kalau bisa sekolah dia kasih aku lebih." Ujar Robert pada Alan.
Alan tersenyum senang. Dia merasa senang untuk Key Lin.
"Bocah kecil kita sekolah? Itu berita bagus, tapi apakah paman Frederick mengizinkan?" Tanya Alan penuh kekhawatiran.
Hanya Alan, dan Robert yang tahu pasti keadaan Key Lin.
Orang di pemukiman kumuh tidak ada yang benar-benar peduli padanya. Hanya segelintir saja yang peduli.
Alan adalah salah satu diantaranya yang peduli pada Key. Alan memang miskin, dan tak punya rumah, dia memang sering memalak orang. Namun Alan adalah pemuda yang masih punya hati, dia cukup peduli dengan masa depan Key, sebab suatu alasan juga.
Robert menatap Alan dengan wajah sama khawatir.
Robert memejamkan matanya, membiarkan benda itu melepaskan lelahnya selepas bekerja. Dia ingin berhenti jadi preman sebenarnya, tapi dia belum bisa. Dia berjanji pada nenek Key untuk menjaga anak itu. Meski nenek Key tidak menyebut agar Robert menjadi preman, dan pasti tidak ingin Robert, dan Alan menjadi preman, tapi Robert hanya tahu cara itu. Menjadi preman untuk melindungi anak itu dari preman lain.
Dia tidak mungkin menjadi polisi atau penegak hukum. Robert tidak punya ijazah. Jika saja ijazahnya tidak menghilang entah kemana. Mungkin dia masih bisa lanjut sekolah menengah atas, dan menjadi polisi seperti cita-citanya.
Dia ingin menjadi polisi yang jujur, dan melindungi masyarakat. Itu adalah cita-citanya.
Alan sama dengan Robert, dia juga ingin menjadi polisi. Tapi Alan berbeda dengan Robert yang kehilangan ijazahnya. Alan tidak punya uang untuk sekolah, ia tidak punya sama sekali. Sehingga saat mendengar Key kecil bersekolah, Alan merasa senang sekali. Setidaknya keinginannya dulu untuk sekolah bisa ia lihat dari Key Lin.
Dia merasa sedikit iri, dan sedikit rasa menyesal, karena tidak sekolah dulu. Dia selalu iri pada anak lain yang bersekolah, bahkan Alan iri pada Robert. Robert setidaknya bisa sampai jenjang menengah pertama.
Alan hanya bisa berusaha di luar sekolah, dia sadar betapa pentingnya sekolah. Sehingga diluar sekolah pun, Alan masih belajar, dan minta temannya yang sekolah mengajarinya, setidaknya membaca, menulis, dan berhitung.