Terdengar suara 'sah' menyeruak ke dalam gendang telinga, seolah menyadarkan aku untuk kembali ke dunia nyata.
Hari ini, aku sah dipersunting oleh seorang Aleandro. Pria dingin dengan sejuta pesona. Pria beristri yang dengan sengaja menjadikan aku sebagai istri kedua.
Istri pertamanya, Michelle bahkan tersenyum manis dan langsung memelukku.
Aneh, kenapa tidak terbersit rasa cemburu di hatinya? Aku kan madunya?
Tanya itu hanya tersimpan dalam hatiku tanpa terucap sepatahpun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sop Buntut
Aleandro marah, karena sop buntut yang dibuat tak seperti yang diinginkan.
Asiten rumah tangga di sana sampai takut mendapat amukan sang bos. Selama ini Aleandro tak pernah komplain perihal makanan di atas meja makan.
Aleandro memutuskan pergi ke resto. Meminta tolong Martin tak akan memecahkan masalah karena Martin sedang sibuk.
"Hhhhmmm sepertinya ini enak," gumam Aleandro.
Aleandro mengambil sesendok kuah sop, dan menaruh kembali sendoknya.
Hari ini, semua mengecewakan bagi Aleandro.
Sop buntut yang terhidang tak sesuai ekspektasi Aleandro.
"Mulut ku yang salah, atau memang masakannya beneran nggak enak," kata Aleandro frustasi. Aleandro tahu kualitas resto langganannya ini.
"Hhmmm, sebaiknya aku ke rumah pak tua itu saja. Kali aja bibi bisa buatin," Aleandro pergi setelah meninggalkan beberapa lembar uang di atas meja tanpa menyentuh lagi menu yang terhidang.
.
"Sepi banget? Kemana tuan Pollin?" gumam Aleandro saat masuk mansion.
"Selamat siang tuan muda?" sapa salah satu bibi yang sudah lama bekerja dengan tuan Pollin.
"Siang. Bi, tolong kemari sebentar," kata Aleandro.
'Kesambet apa nih tuan muda Aleandro? Baru kali ini aku mendengar kata tolong dari bibirnya,' batin bibi.
"Ada apa tuan muda?"
"Tolong buatin sop buntut dong," kata Aleandro sambil melangkah ke arah ruang makan.
Melihat pemandangan di atas meja makan, liur Aleandro sampai menetes.
"Wah, makasih bi. Bibi tahu apa yang aku mau," kata Aleandro antusias.
Tanpa menunggu lama, Aleandro menikmati apa yang terhidang.
"Bibi is the best," puji Aleandro sambil menikmati sop buntut yang terhidang dengan lahap.
Bibi hanya bisa bengong melihat ulah Aleandro.
.
2 jam sebelumnya.
Andine bingung mau ngapain. Di kamar terus dia pun bosan. Tadi sempat ke taman, mau bantuin paman yang ada di sana tapi tak diijinkan.
"Pagi Nona Andine," sapa salah satu bibi yang ada di dapur.
"Pagi. Mau masak bi?" tanya Andine dengan mata berbinar.
"Nona mau ngapain ke sini? Sebaiknya Nona di kamar," kata bibi.
"Panggil Andine aja bi," pinta Andine merasa aneh dengan panggilan seperti itu.
"Maaf, kami takut dimarahi tuan besar," tukas bibi sopan.
"Yaaachhhh, padahal enak panggil nama aja," ulas Andine mengurai senyum.
"Masak apa nih? Boleh Andine bantuin?" tanya Andine .
"Jangan Non, nanti sama aja kita makan gaji buta," cegah bibi.
"Yaelah bi, memasak adalah salah satu cara mengusir kebosanan. Dan aku sedang bosan sekarang," tukas Andine.
"Non, jangan," tolak bibi halus.
'Nona Andine bertolak belakang sifatnya dengan nyonya muda Michelle. Kalau yang satunya, angkuh dan suka main perintah,' batin bibi.
"Mau bikin sop buntut bi? Ini mah keahlian chef Andine," ujar Andine tertawa.
"Iya Non," jawab bibi.
"Baiklah bi, mari kita eksekusi," ajak Andine.
"Apa itu eksekusi Non?"
"He...he... Mari kita buat bahan ini jadi hidangan istimewa," seru Andine.
Dengan terampil Andine menyiapkan bahan dan bumbu.
"Wow, Nona ternyata lihai sekali," puji bibi.
"Ha... Ha... Biasa aja kali bi," kata Andine merendah.
Tak menunggu lama, hidangan sop buntut telah terhidang di atas meja makan. Asapnya pun masih mengepul.
"Bi, Andine mandi dulu ya. Badanku lengket nih," kata Andine setelah selesai berberes dibantu oleh bibi.
"Baik Nona," kata bibi.
.
Aleandro bersendawa.
"Bi, kapan-kapan buatin lagi sop buntut nya," pinta Aleandro.
"Enak buangeettt bi," puji Aleandro. Bibi mengangguk dan tak berani bilang kalau yang memasak bukan dirinya.
'Padahal yang memasak Nona muda,' batin bibi.
Aleandro kembali ke ruang tengah dan menyalakan tivi di sana.
Anehnya, setelah makan sop buntut tadi Aleandro tak merasakan mual lagi.
Tak.... Tak...
Suara sepatu terdengar mendekat ke arah Aleandro berada.
"Wah, ada tamu tak diundang nih?" sapa tuan Pollin.
"Ngapain ke sini? Tumben-tumbenan," seloroh tuan Pollin.
Di belakangnya ada Martin mengikuti, membuat Aleandro menatap tajam asistennya itu.
"Pah, aku ini anakmu loh," ujar Aleandro.
"Jangan mengaku anak kalau permintaan papa belum kamu penuhi?" telisik tuan Pollin.
Bibir Aleandro mencebik, jengah dengan sikap papa yang selalu mengungkit perihal cucu.
"Kasih kesempatan Aleandro lagi Pah. Ale akan memaksa Michelle agar mau hamil," jelas Aleandro.
"Cih, aku yakin wanita itu cuman mau harta kamu saja," tegas tuan Pollin.
"Papa terlalu overthinking dengan istriku. Michelle wanita baik," bela Aleandro.
"Really?" tukas tuan Pollin.
"Pah, nggak usah ngajak debat deh. Aku tau papa nggak suka dengan Michelle. Tapi mau tak mau papa harus mengakui kalau Michelle adalah menantu papa. Karena Michelle itu istri aku," imbuh Aleandro.
"Istri keberapa? Pertama? Kedua? Ketiga?" kata tuan Pollin dengan mimik serius.
Deg.
'Jangan-jangan papa sudah tahu semua. Tak mungkin Martin cerita ke papa,' elak Aleandro dalam hati.
"Kenapa diam?"
"Pah, aku ke sini karena kangen sama papa," Aleandro ingin mengalihkan topik bicara.
"Nggak salah dengar papa," dahi tuan Pollin berkerut.
"Atau kamu kesepian karena ditinggalin istri kamu pergi seperti biasanya?" sindiran tuan Pollin menohok banget.
"Makanya cari istri tuh yang bener. Perhatian, bisa masak, merawat keluarga penuh kasih sayang. Contoh tuh mama kamu," kata papa Aleandro.
"Michelle dan almarhum mama wanita yang berbeda Pah. Jangan samakan dong," kata Aleandro tak terima.
"Martin, ngapain kamu ke sini?" perhatian Aleandro beralih ke arah asisten yang sedari tadi diam.
Martin ikut dengan tuan Pollin karena mandapat mandat untuk mengantarkan Andine jalan-jalan. Eh malah ketemu dengan Aleandro di mansion utama.
"Mampir aja tuan," jawab Martin.
Aleandro memicingkan netra tanda tak percaya.
"Beneran tuan! Saya cuman mampir," tandas Martin yang tahu jika Aleandro tak percaya akan ucapannya.
"Awas saja jika ada yang kamu sembunyikan!" ancam Aleandro.
'Banyak atuh tuan, misi ku bersama tuan besar dan dokter Jerome. Tuan muda saja yang tak tahu,' Martin terkekeh dalam hati.
Tuan Pollin berlalu ke dalam.
"Pah, sop buntutnya jangan dihabiskan!" bisa-bisanya Aleandro berteriak ke arah papa.
"Kalau masih ada aku mau bungkus," lanjut Aleandro.
Segepok tisu mendarat manis mengenai kepala Aleandro.
"Kamu pikir mansion ini gudang makanan," ucap tuan Pollin.
"Sop buntut yang dibuat bibi tak ada duanya," puji tulus Aleandro.
Martin melihat sekeliling, takut Andine akan keluar di saat yang tak tepat.
Jika Aleandro dan Andine bertemu, maka misi mereka bertiga akan ending sebelum waktunya.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
'smoga istiqomah untuk rajin up, episode menyemangati diri sendiri,' 🤗
'Ketika kita masih diberikan kesempatan untuk bangun di pagi hari, itu artinya Tuhan masih memberi kesempatan pada kita untuk melakukan hal yang lebih baik'
Up... Up... Up... Menuju kontrak 😊
Do the best