Cinta yang datang dan menetap di relung hati yang paling dalam tanpa aba-aba. Tanpa permisi, dan menguasai seluruh bilik dalam hati. Kehadiran dirimu telah menjadi kebutuhan untukku. Seolah duniaku hanya berpusat padamu.
Zehya, seorang gadis yang harus bertahan hidup seorang diri di kota yang asing setelah kedua orang tuanya berpisah. Ayah dan ibunya pergi meninggalkan nya begitu saja. Seolah Zehya adalah benda yang sudah habis masa aktifnya. Dunianya berubah dalam sekejap. Ayahnya, cinta pertama dalam hidupnya, sosok raja bagi dunia kecilnya, justru menjadi sumber kehancuran baginya. Ayahnya yang begitu sempurna ternyata memiliki wanita lain selain ibunya. sang ibu yang mengetahui cinta lain dari ayahnyapun memutuskan untuk berpisah, dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata Zehya bukanlah anak kandung dari wanita yang selama ini Zehya panggil ibu.
Siapakah ibu kandung Zehya?
yuk, ikuti terus perjalanan Zehya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yunacana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kamu?
Zehya harus menunda waktu pulangnya, karena Purnomo menahannya. Lelaki itu sangat senang saat mengetahui Bosnya kembali. Selama Zehya tidak ada di tempat, dialah yang menghandle semua pekerjaan Zehya. Meski selalu mendapatkan pendampingan jarak jauh. Meski Bos kecilnya ini selalu mengerjakan semua tugasnya, tetap saja. Purnomo sangat senang saat Zehya ada di kantor, dalam wujud nyata. Bukan via virtual apalagi email panjangnya. Sehingga Purnomo menghujani Zehya dengan segudang pekerjaan.
" Apa anda sedang balas dendam, pak?" Tanya Zehya jengah. Purnomo tertawa renyah. Tidak menyangkal perkataan Bosnya.
" Menetaplah Bos. Anda harus menghandle perusahaan anda secepatnya."
Zehya memutar bola matanya malas. Kini dia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi dan mencoba untuk fokus kembali pada materi rapat yang sedang Purnomo jelaskan.
Setelah terjebak bersama Purnomo dan tumpukan berkas di kantornya selama dua jam. Akhirnya Zehya bisa pulang. Gadis itu berjalan dengan langkah yang lebar, memutar jalan yang sepi agar tidak bertemu dengan para karyawannya. Sungguh, dia ingin segera merebahkan tubuhnya ke kasur. Zehya merasa badannya kaku karena seharian hanya duduk dan berjalan.
Namun, bayangan kasur sirna. Kala Zehya harus berpapasan dengan salah satu kolega bisnisnya di tempat parkir.
" Lama tidak bertemu, Zehya." Ujar Lelaki yang menghadang jalannya dengan tangan yang terulur ke arahnya. Zehya menatap wajah orang yang berani membuyarkan imajinasinya dengan wajah datar, mencoba menahan makian yang hendak keluar dari bibirnya.
Mata Zehya memicing. Zehya memiliki ingatan yang sangat bagus. Sehingga dia dapat mengingat Lelaki ini, lelaki yang sama dengan lelaki yng menabraknya di bandara. Zehya melipat kedua tangannya ke depan. Matanya menyorot malas.
" Kamu?"
" Ah ..." Zain menarik kembali tangannya. Hatinya sedari tadi sudah ribut. Degupannya bahkan sudah tidak beraturan sejak mengetahui bahwa gadis yang membuatnya bergetar adalah gadis yang sama dengan sosok yang sangat dia rindukan. Rasanya Zain ingin segera menarik Zehya dan membawanya pulang, dan menguncinya agar tidak pergi lagi.
" I am so, sorry. But, Who-Are-You?" Zehya mengeja tiga kata terakhirnya. Dia ingin menegaskan pada lelaki di hadapannya ini, bahwa dia sama sekali tidak mengenalnya.
Zain tersenyum kecut, mendapati bahwa gadis kecilnya sama sekali tidak mengenalinya. Zain memakluminya, toh dia juga tidak bisa mengenali Zehya saat pertama bertemu di Inggris dua bulan yang lalu. Mereka sama -sama tumbuh dengan sangat baik, dan mengalami banyak perubahan. Sehingga mereka tidak bisa langsung mengenali satu sama lain setelah lima belas tahun tidak bertemu.
" Zain Agatha Syarif..."
Zain menyebut namanya dengan tegas. Zehya melebarkan matanya, terkejut. Tentu saja. Mimpi apa dia semalam hingga harus bertemu dengan bocah menyebalkan ini hari ini. Saat dirinya sangat lelah dan ingin segera beristirahat
...****************...
Zehya terpaksa mengikuti Zain, setelah mengetahui siapa lelaki itu, yang ternyata adalah cucu semata wayang Aga. Zain mengendari mobilnya dengan kecepatan enam puluh kilometer per jam. Mobil yang hanya berisi dirinya dan Zehya itu membelah kota Jakarta dalam keadaan hening.
Zehya yang sedang berusaha sangat keras untuk menikmati pemandangan malam kota Jakarta, dan Zain yang sibuk mengendalikan perasaannya. Sedang kedua pengawal mereka sudah pulang ke rumah masing-masing.
Zain menghentikan mobilnya di depan sebuah restoran yang terkenal dengan makanan lezatnya. Zehya lekas keluar dari mobil begitu menyadari ada makanan yang tengah menunggu untuk di santap. Zain diam-diam terkekeh melihat tingkah Zehya yang tidak berubah. Gadis itu sangat menyukai makanan lezat.
Keduanya berjalan bersisihan setelah Zain menjajarkan langkah mereka. Tak ayal, pemandangan itu menyita perhatian para pengunjung restoran yang berada di sana. Keduanya memiliki visual yang tidak main-main. Yang satu bertubuh atletis dan wajah tampan dan dingin, dan yang satu bertubuh proporsional dengan wajah yang berbinar penuh kehangatan. Kombinasi keduanya terlihat sangat mencolok di sana.
Zain yang sudah mereservasi meja, di sambut oleh petugas penerima tamu. Pelayan itu mengarahkan mereka untuk masuk ke privat room. Ruangan itu tidak terlalu besar untuk mereka, namun menyuguhkan Pemandangan gemerlap lampu yang epik.
Zehya duduk dengan tenang di hadapan Zain. Seolah kehadiran makluk tampan yang terus menatapnya dengan lekat itu bukan suatu masalah yang berarti. Zehya sudah terbiasa bersama dengan lelaki tampan sejak dia kecil. Sehingga Zehya tidak lagi menganggap lelaki tampan itu pemandangan langka.
Zain berdehem, mencoba mebangun percakapan diantara mereka. Dia tidak akan menyianyiakan kesempatan yang tidak datang setiap hari ini lewat begitu saja.
" Bagaimana kabarmu?" Pertanyaan Zain dengan nada datar itu membuat Zehya menoleh padanya.
" Seperti yang kau lihat, Zain." Jawab Zehya singkat tanpa mau bertanya pada Zain.
Sabar, Zee... Dia bukan lagi bocah kecil yang dulu memaksamu menikahinya. Bukan juga bocah kurang ajar yang mengajakmu kabur dari rumah, dan Dia bukan lagi bocah mesum yang mencuri kecupan di pipimu. Zain sudah tumbuh dengan baik.
Zehya perang dengan pikirannya sendiri, berusaha untuk tidak mengingat semua kelakuan menyebalkan Zain sewaktu kecil dulu. Zehya terus berpikir positif tentang lelaki yang duduk di depannya ini.
" Aku merindukanmu... " Akhirnya Zain mengatakannya. Zehya menatap lekat wajah rupawan Zain, dan diapun tertegun. Zehya dapat menangkap kegelisahan lelaki itu dengan jelas. " Aku mencarimu kemana-mana, Zehya. Aku juga pergi ke Ausie, tapi usahaku selalu gagal."
Zehya mendapati kesungguhan dalam manik mata Zain yang menatapnya dengan lembut. Ada kesedihan di sana.
" Apa hadirku sangat berarti untukmu, Zain?" Kali ini Zehya bertanya dengan nada yang lebih ramah. Meski wajahnya tetap tanpa ekspresi. Zain tersenyum, senyuman yang hanya dia tunjukkan di hadapan Zehya.
" Ya. Sangat, jadi... Bisakah kamu memberikan kesempatan untukku? Aku akan menunjukkan padamu, betapa besar pengaruhmu untuk hidupku."
Zehya tidak langsung menjawab. Banyak hal yang dia pertimbangankan. Jatuh cinta dan membuat orang jatuh hati padanya tidak ada dalam list hidupnya semenjak dia mendapatkan perlakuan buruk dari keluarga ibunya. Yang ada dalam pikirannya adalah bagaimana memperkaya diri dan bertahan.
Zehya tidak mau bertanggung jawab akan dampak yang mungkin di timbulkan oleh sesuatu yang di sebut cinta. Baginya, cinta hanya untuk keluarganya.
Namun, di tengah pikirannya yang rumit, sesosok lelaki tampan muncul di benaknya, dan hatinya bergetar. Zehya menggelengkan kepalanya. mengusir bayangan lelaki itu, dan mencoba untuk kembali fokus pada apa yang ada di depannya saat ini.
Zehya mengetuk meja dengan jemari panjangnya. Menciptakan suatu melodi yang semakin membuat dada Zain tidak karuan. Seolah sedang menunggu hakim memberikan putusan padanya.
" Aku tidak mau berjanji padamu, Zain. Aku juga tidak ada keinginan untuk bertanggung jawab atas perasaan mu kepadaku. Semua itu tanggung jawab mu sendiri."
" Kamu tidak perlu merisaukan hal seperti itu, cukup berikan aku waktu untuk bisa bersamamu. Aku sedang meminta kesempatan. Bolehkah?"
Zehya beradu pandang dengan Zain. Bunanya pernah berkata padanya, jika kamu memandang seseorang dan hatimu merasakan desiran yang nggelitik dan memberikan rasa hangat yang menjalar kesuluruh tubuhmu, berarti hatimu terikat dengannya.
Namun, Zehya rasa itu tidak ada. Sehingga dia tidak merasakan getaran halus itu merambati hatinya. Yang terjadi hanya kekosongan.
Zehya memejamkan matanya. Oh, ayolah. Sekarang dia lapar dan sangat lelah. Bisakah makanan cepat datang? Dia hanya ingin makan sekarang. Ah, rupanya Zehya memang berjodoh dengan makan, terbukti, setelah Zehya membayangkan nya. menu fine dining yang Zain pesan datang.
Mulai dari Hors d'oeuvrest, yang disajikan pertama kali di atas meja oleh pelayan. Zehya hanya fokus pada makanan di depannya. Selain hors d'ouvrest, pelayan juga menyajikan amuse-bounche, Sup, appetizer, salad, Ikan, Main Course, dan terakhir di tutup dengan palate cleanser.
Zehya yang sedang makan dimata Zain. ( Gambar saya ambil dari google)
Zain harus bersabar menunggu jawaban Zehya yang tertunda. Zain hanya bisa tersenyum dalam diam, ketika mendapati bahwa dirinya kalah dari makanan di depan Zehya. Harga dirinya sungguh terluka. Namun, melihat bagaimana Zehya tampak bahagia ketika menikmati makanannya, membuat Zain mengesampingkan perasaan terhinanya karena kalah dari makanan.