"Jamunya Mas," Suara merdu mendayu berjalan lenggak lenggok menawarkan Jamu yang Ia gendong setiap pagi. "Halo Sayang, biasa ya! Buat Mas. Jamu Kuat!" "Eits, Mr, Abang juga dong! Udah ga sabar nih! Jamunya satu ya!" "Marni Sayang, jadi Istri Aa aja ya Neng! Ga usah jualan jamu lagi!" Marni hanya membalas dengan senyuman setiap ratuan dan gombalan para pelanggannya yang setiap hari tak pernah absen menunggu kedatangan dirinya. "Ini, jamunya Mas, Abang, Aa, diminum cepet! Selagi hangat!" Tak lupa senyuman manis Marni yang menggoda membuat setiap pelanggannya yang mayoritas kaum berjakun dibuat meriang atas bawah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harga Barang Naik Menjelang Bulan Puasa
"Kamu yang dilamar sama Basir buat jadi bini keempat? Mau?"
Tatapan menelisik dari pria yang Marni taksir berusia lima puluhan akhir namun masih terlihat gagah dan awet muda.
"Maaf Pak, Saya bukan perempuan seperti itu." Marni menunggu reaksi apalagi dari Pria Baya yang masih kekar dan berotot dihadapannya.
"Bagus! Jadi Gue ga perlu pusing lihat Leha ngambek gara-gara Lu bakal ngeladenin si Udin, Buaya buntung."
"Tenang saja Pak, Saya juga ga minat jadi madu dari Putri Bapak."
"Panggil Gue Babeh Ali. Biar sama kayak orang-orang manggil Gue. Bu Sri, kalo si Basir datang lagi dan bucin kacau lapor sama Saya."
"Oh iya Beh."
Babeh Ali menatap dengan sorot mata yang membuat Marni bingung, "Lu harus berani kalau emang bener! Jangan nerima aje kalo orang mau semena-mena sama Lu! Biar perempuan kudu kuat dan tahan banting!"
Marni sendiri masih bingung, seperti apa sebenarnya sosok Babeh Ali yang baru saja meninggalkan lapak Bude Sri.
"Ndok, Kamu melamun?"
"Gak kok Bude. Bude Babeh Ali itu siapa?"
"Loh kan sama-sama Kita tahu, Babeh Ali itu Bapaknya Leha, Mertuanya si Udin."
"Maksud Marni, emang Babeh Ali itu kerjanya apa? Aneh aja sih pembawaannya beda banget sama Juragan Basir.
"Emang beda Ndok. Kayak bumi sama langit jauh beda. Kalo Juragan Basir Bojonya malah telu, nah Babeh Ali setahu Bude sejak Istrinya meninggal ya duda sampe sekarang. Kamu ga naksir kan Ndok?"
"Ya Allah Bude, ya enggaklah. Marni cuma heran aja, Kok bisa Mpok Leha direstuin nikah sama Bang Udin, padahal kalo dilihat-lihat Babeh Ali kayaknya orangnya selektif begitu."
"Ya Bude juga gak tahu sih. Wes lah. Ga usah ngurusi Mereka. Kamu jadi ga Ndok, mulai besok mau jualan mie rebus buat ngisi warung?"
"Jadi Bude. Habis dari sini Marni mau ke agen di depan pasar. Mau beli Mie sama sekalian telur ayam."
"Ya sudah sana. Biar enak beres-beresnya ga keburu kesorean. Kan Kamu juga masih harus ramu Jamu toh."
"Ya sudah, Marni pamit dulu ya Bude."
*
"Apa bener tadi yang diomongin orang-orang di agen sembako kalau pasar mau di revitalisasi. Kalau begitu gimana Aku jualan ya? Sekarang saja Aku bisa jualan karena dipinjami lapak Bude Sri. Lagi pula kok mendadak ya." Marni sambil menggodok Jamu kini pikirannya melayang jauh. Bagaimana nasibnya kalau kabar burung itu benar adanya.
Marni menata warungnya. Mulai besok selain sedia Jamu san Gorengan, Marni menambahkan Mie Rebus karena banyak pembelinya yang menanyakan.
"Lama-lama warungku kayak warkop bukan warung Jamu lagi. Tapi ya gapapa deh, selagi cuan jalani aja. Kalau Aku untung kan bisa mulai bayar sewa lapak ke Bude Sri. Walau Bude Sri pasti bakal ga mau nerima, tapi Aku udah niat, kalau semakin rame dan untung Aku mau bayar sewa biar Bude Sri juga punya tambahan penghasilan.
"Duh, capek banget!" rasanya tubuh Marni remuk. Seharian banyak sekali yang terjadi dan Marni juga banyak yang dikerjakan urusan warung.
"Kayaknya nanti kalau ada rezekinya Aku harus beli etalase supaya lebih rapi ini barang dagangan."
Banyak rencana di kepala Marni untuk memajukan warungnya.
"Oh ya, sebentar lagi puasa, Kira-kira jualan apa ya, yang lumayan buat tambah-tambahan." Marni tak pernah berhenti berpikir ide apalagi untuk meramaikan jualannya.
Rasanya semangat jika dagangan laris manis bahkan banyak pembeli yang kembali datang.
"Oh iya ya. Kenapa Aku ga coba buat kue-kue lebaran aja ya. Tapi aku ga punya alat-alatnya. Kalau beli ya modalnya gede. Tempatnya juga ga ada. Kira-kira apa ya?" Otak Marni selalu saja berpikir cuan. Tapi Marni selalu mengedepankan mencari uang halal yang bukan secara instan apalagi buka paha didepan Suami orang. Ga ada dalam kamus Marni seperti itu.
Marni kembali ingat saat ia tadi belanja di Agen depan pasar. Pemiliknya seorang tionghoa yang tadi saat Marni belanja disana si Engkoh yang melayani sekaligus pemiliknya curi-curi kesempatan ganjen pada Marni.
"Besok tanya Bude Sri deh, Agen mana lagi yang harganya murah meriah. Males banget di pelengosin Encinya gara-gara lakinya ganjen begitu! Heran dimana-mana kenapa sih Marni selalu aja diuji oleh Buaya Darat sama Kadal Buntung! Padahal gak ada sedikitpun niat Marni ngambil Suami orang. Ga sudi! Mending melek begini malem-malem godok jamu dari pada jadi madu orang."
Marni terkadang capek juga selaku jadi pihak yang disudutkan jika berjumpa laki-laki beristri yang ganjen padanya.
Padahal bukan sepenuhnya salah Marni, tapi Suami Mereka yang gatel minta digaruk seperti kurang dibelai.
"Heran, Kadal Buntung, Buaya darat kenapa selaku ada dalam perjalanan hidup Marni. Gusti Allah, kapan Marni ketemu jodoh yang baik. Pria lajang yang bukan laki orang dan ga bikin kisruh. Marni ga mau ya Allah jadi madu orang."
Sunyinya malam tak berlaku bagi Marni yang malam ini kepala dan batin Marni yang berisik penuh dilema san banyak pikiran.
"Wes. Ga terasa kalau ngerjain dagangan pasti asik sendiri sampe lupa waktu. Apalagi besok mulai tambah jenis jualan. Semoga makin laris. Marni semakin cuan. Laris manis tanjung kimpul. Dagangan habis duite kumpul."
Marni memilih menunaikan shalat malam sebelum ia akhirnya merebahkan sejenak sambil menunggu subuh.
Namun lelah tubuh Marni sepertinya membawa Marni hingga kesiangan. Beruntung ga terlalu siang banget hingga Marni pukul enam pagi lebih lima belas menit baru buka lapak jamunya.
"Loh Mar, tak tungguin dari tadi. Tak pikir Kamu ga jualan." seorang penjual dipasar yang juga langganan setia jamu Marni.
"Jualan Bune. Tadi Marni kesiangan saja. Untung ga telat banget. Tapi Jamu sama dagangan sudah rampung. Jamune biasa Bune?"
"Yo biasa! Biar kuat menghadapi hidup! Dagangan dari sananya naik ga tahu ini Pembeli dari tadi pada komplain. Belum puasa barang-barang sudah naik, Lah gimana pas puasa. Kadang bingung ngecernya. Di naikin pembeli protes ga naik Kitanya yang untung tipis. Mumet! Wes lah tak minum jamu dulu. Awakku kudu sehat, kuat biar tahan banting kalau ada pembeli nawar ngotot."
Beginilah kehidupan di pasar. Ada saja problematika sesama pedagang dan saling curhat kadang sekedar bercerita suka duka sesama pedagang.
"Mar, De Sri tumben belum buka lapak, tadi Aku lewat masih tutup? Kesiangan ora yo?"
"Masa Bue?"
"Lah wong Aku baru lewat. Tadi tak mampir sekalian mau bayar utang. Eh belum buka."
"Mar! Bude Sri!"