Alena: My Beloved Vampire
Sejak seratus tahun yang lalu, dunia percaya bahwa vampir telah punah. Sejarah dan kejayaan mereka terkubur bersama legenda kelam tentang perang besar yang melibatkan manusia, vampir, dan Lycan yang terjadi 200 tahun yang lalu.
Di sebuah gua di dalam hutan, Alberd tak sengaja membuka segel yang membangunkan Alena, vampir murni terakhir yang telah tertidur selama satu abad. Alena yang membawa kenangan masa lalu kelam akan kehancuran seluruh keluarganya meyakini bahwa Alberd adalah seseorang yang akan merubah takdir, lalu perlahan menumbuhkan perasaan cinta diantara mereka.
Namun, bayang-bayang bahaya mulai mendekat. Sisa-sisa organisasi pemburu vampir yang dulu berjaya kini kembali menunjukan dirinya, mengincar Alena sebagai simbol terakhir dari ras yang mereka ingin musnahkan.
Dapatkah mereka bertahan melawan kegelapan dan bahaya yang mengancam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syafar JJY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Pertarungan Dan Pengakuan
Chapter 58: Latih Tanding
Sore itu, langit memancarkan semburat oranye keemasan di halaman belakang keluarga Reinhard. Cahaya senja jatuh lembut di atas rerumputan hijau, menyoroti dua sosok yang saling berhadapan di tengah arena terbuka.
Alberd dan Alena berdiri dengan postur siaga, mata mereka saling mengunci, membaca gerak-gerik lawan dengan tajam. Angin sore berembus, menerbangkan dedaunan kering yang berputar di antara mereka, seakan menandakan awal dari pertarungan yang akan terjadi.
Di kejauhan, Nina duduk dipagar teras belakang rumah, menggoyangkan kakinya sambil menikmati camilan. Matanya berbinar penuh semangat.
"Ayo Kak Alena! Hajar Kak Alberd!!" serunya dengan suara nyaring, membuat Alberd menoleh dengan ekspresi pura-pura kesal.
Alena menahan tawa kecil dan melirik Nina sekilas. Sementara Alberd menghela napas panjang, lalu mengangkat dagunya dengan percaya diri.
"Istriku, jangan menahan diri." Suaranya terdengar rendah dan menantang.
Alena tersenyum tipis, tatapan matanya meredup berbahaya. "Kamu juga, suamiku..."
Tanpa aba-aba, keduanya menghilang dalam sekejap, lalu..
"DUAAARRR!!!"
Sebuah gelombang kejut dahsyat mengguncang halaman saat mereka saling bertabrakan. Rerumputan tersapu angin, dedaunan beterbangan ke segala arah. Alberd terdorong mundur beberapa langkah, sementara Alena dengan gesit berputar ke samping.
Alena melirik sekilas ke kursi kayu di dekatnya, lalu dengan gerakan halus, kursi itu terangkat ke udara dan melesat ke arah Alberd seperti proyektil.
Alberd menghantam kursi itu dengan tinjunya yang berlapis energi, menghancurkannya menjadi serpihan kecil sebelum jatuh menyentuh tanah. Tapi di saat yang sama,
"Brakk!!"
Alena sudah ada di hadapannya, melesat dengan kecepatan yang nyaris tak terlihat dan melepaskan pukulan lurus ke dadanya. Alberd segera menyilangkan kedua lengannya untuk menahan serangan itu. Tubuhnya terseret ke belakang, menciptakan jejak panjang di tanah.
Mata Alberd menyala dengan semangat bertarung. Ia meraih meja di dekatnya dan melemparkannya ke arah Alena.
Namun dengan satu kibasan tangan, meja itu berhenti di udara, lalu..
"CRAAK!!"
Meja itu remuk berkeping-keping di bawah tekanan telekinesis Alena.
Alberd menyeringai dan mengepalkan tinjunya. Api menyala dari lengannya, menjalar hingga ke kepalan tangannya yang kini membara. Dengan satu gerakan cepat, ia melompat dan menghantam udara, melepaskan gelombang api besar ke arah Alena.
Alena tetap tenang. Dia berputar dengan anggun, mengayunkan lengannya dan seketika, gelombang merah menyembur dari telapak tangannya.
"DUARRRR!!!"
Benturan dahsyat terjadi di udara. Ledakan besar menghempaskan benda-benda ke segala arah. Meja, kursi, dan gelas-gelas beterbangan, kaca pecah menghujani tanah.
"Kakak...!! Kalian GILA?!" Nina berteriak sambil menutup wajahnya dari debu yang berterbangan.
Namun, ketika asap mulai mereda, Alena tiba-tiba menghilang dari pandangan. Alberd menyipitkan mata, tubuhnya tetap siaga.
Hening.
Kemudian..
"CLEK!"
Sebuah lengan melingkar di sekitar tubuhnya dari belakang. Sebelum ia sempat bereaksi, Alberd sudah terkunci dalam genggaman kuat Alena.
"Alena... kamu..."
Dalam sekejap, ia kehilangan keseimbangan. Tubuhnya dijatuhkan dengan gerakan yang begitu mulus hingga ia tak bisa melawan.
"BRAKK!!"
Alberd tergeletak di tanah, dan di atasnya, Alena menindihnya, mengunci pergerakannya sepenuhnya.
"Aku menyerah," Alberd mengaku, napasnya berat.
Alena tersenyum kecil, melepaskan sedikit cengkeramannya. "Kamu cukup hebat, Alberd. Bisa mengimbangi setengah kekuatanku..."
Saat Alena hendak berdiri, Alberd tiba-tiba menarik tangannya..
"Wah!" teriak Alena
Dalam satu gerakan, Alena jatuh ke pelukannya.
"Mau ke mana, sayang? Setidaknya beri aku hadiah..." Suara Alberd terdengar rendah dan penuh godaan. Ia menatap mata istrinya, lalu turun ke bibirnya dengan intensitas yang jelas.
Alena tersenyum lembut. "Hadiah apa yang kamu mau, sayang?" tanyanya dengan suara menggoda.
Alberd menarik napas pelan, mendekatkan wajahnya hingga hanya beberapa inci dari bibir Alena. "Aku haus... Aku ingin.."
"Kakak...!!!"
Teriakan Nina memecah momen.
"Jangan melakukan adegan dewasa di depan anak polos seperti aku!!"
Alberd dan Alena langsung menoleh ke arah Nina, yang menatap mereka dengan wajah merajuk.
"Bisakah kita pakai stealth?" Alberd berbisik.
Alena mengangguk lalu berbisik pelan.. "Stealth."
Dalam sekejap, mereka menghilang.
Nina mengedarkan pandangan ke sekeliling dengan bingung. "Hah? Mereka ke mana?"
Sementara itu, di tempat yang sama tetapi tak terlihat oleh siapapun,
Alberd menarik Alena lebih dekat, lalu mencium bibirnya dengan lembut.
Tangannya melingkari pinggang istrinya dengan erat, sementara jemari Alena merayap ke rambut Alberd, menariknya lebih dalam. Ciuman mereka intens, namun tetap penuh kasih.
Saat Alberd mendesah kecil, Alena menyelipkan sedikit liur vampir ke dalam mulut suaminya. Tenggorokan Alberd bergerak menelan, tubuhnya sedikit bergetar menikmati rasa manis dan hangat yang mengalir dalam tubuhnya.
Setelah beberapa saat, Alena melepaskan ciumannya perlahan, menatap Alberd dengan mata merahnya yang berkilau.
"Sepertinya cukup... Kalau dilanjutkan, kamu bisa kehilangan kendali." Suaranya lembut, hampir seperti bisikan.
Alberd menghela napas panjang, lalu tersenyum kecil. "Kamu benar..."
Di sisi lain, Nina masih mencari dengan wajah kesal.
Tiba-tiba.
"DAAAAAA!!"
Alberd muncul di belakang Nina dan menepuk bahunya.
"KYAAAA!!" Nina tersentak, camilannya terjatuh ke tanah. "Kakak jahat!!"
Alberd tertawa puas, sementara Nina berlari ke arah Alena, mengadu dengan wajah merajuk. "Kak Alena, lihat kak Alberd menggangguku!!"
Alena tersenyum lembut, mengelus kepala adiknya. "Kakak di sini, sayang. Dia tak akan berani mengganggumu..."
Alberd hanya terkekeh kecil sambil mulai merapikan meja dan kursi yang berantakan akibat pertarungan tadi.
Senja mulai memudar, meninggalkan cahaya keemasan di langit. Suasana di halaman terasa begitu hangat, dipenuhi tawa dan kebersamaan.
Chapter 59: Kekuatan Sejati
Langit mulai berubah kemerahan, senja merambat perlahan. Beberapa saat telah berlalu sejak latih tanding Alena dan Alberd. Kini, di halaman belakang, Nina dan Alberd saling berhadapan.
Alberd berdiri tegap dengan bantalan di kedua tangannya, sementara Nina memasang kuda-kuda, matanya penuh tekad.
Tak jauh dari mereka, Alena duduk santai di atas bangku kayu, kakinya terayun pelan, menikmati hembusan angin senja. Ia memperhatikan dengan tatapan hangat, sesekali tersenyum kecil.
Nina menyeringai, matanya berkilat penuh semangat.
"Kakak, ini waktunya aku membalas dendam!" serunya dengan nada menantang.
Alberd menaikkan alisnya, lalu tersenyum tipis.
"Kalau begitu, tunjukkan kemampuanmu, adikku."
Tanpa menunggu lagi, Nina melompat dan melepaskan tendangan cepat ke arah Alberd.
Bugh!
Alberd menangkisnya dengan satu tangan tanpa bergeming. Nina tak menyerah, ia segera menyerang lagi dengan kombinasi tendangan, namun Alberd tetap menahan setiap serangannya dengan mudah.
"Teruskan," ujar Alberd, suaranya tenang namun penuh dorongan.
Nina mundur satu langkah, mengambil ancang-ancang. Dalam sekejap, ia melompat tinggi dan memutar tubuhnya, melepaskan tendangan ganda.
Krak!
Alberd mengangkat kedua tangannya untuk menahan kedua serangan itu. Kali ini, ia terdorong beberapa langkah ke belakang. Ia menatap adiknya dengan kagum.
"Bagus... kamu sudah semakin hebat," katanya, bangga.
Nina mendengus pelan dan memalingkan wajahnya, pura-pura masih marah.
"Tentu saja! Aku ini luar biasa!" ujarnya dengan nada puas.
Dari tempatnya, Alena bertepuk tangan kecil dan berdiri menghampiri mereka.
"Hebat, Nina! Kamu sudah semakin menguasai Taekwondo," ujarnya sambil mengusap kepala Nina dengan lembut.
Nina tersenyum lebar, langsung merangkul pinggang Alena.
"Terima kasih, Kak!"
Alberd mendengus, bersedekap.
"Aku tadi juga memujimu, tapi kenapa tanggapanmu beda?" tanyanya pura-pura kesal.
Nina hanya menjulurkan lidah, mengejek kakaknya.
Alberd menghela napas dan menggeleng, sementara Alena tertawa kecil melihat interaksi mereka.
Tiba-tiba, suara lembut dari dalam rumah memanggil.
"Alberd, Alena, Nina... di luar sudah gelap, ayo masuk ke dalam," suara Stefani terdengar.
"Baik, Bu!" sahut Nina, langsung berlari masuk, diikuti Alberd dan Alena.
Setelah selesai mandi, Alberd dan Alena duduk di ruang tamu bersama.
Alena bersandar nyaman di dada suaminya, matanya terpejam sejenak menikmati kehangatan yang mengalir di antara mereka. Ruangan itu diterangi cahaya lampu temaram, menciptakan suasana damai yang nyaris sempurna.
Alberd membelai rambut istrinya perlahan, lalu menatapnya.
"Sayang, ada sesuatu yang membuatku penasaran," ucapnya.
Alena menoleh, menatap suaminya dengan mata penuh perhatian.
"Apa itu? Tanyakan saja."
Alberd menghela napas kecil sebelum bertanya.
"Saat aku dan Nina diserang oleh bawahan Simon... bagaimana kamu bisa tahu? Bahkan bisa menemukan lokasi kami begitu cepat?"
Alena tersenyum tipis, lalu menjawab dengan suara lembut.
"Itu karena aku telah menandai kalian."
Alberd mengerutkan kening.
"Menandai?"
Alena menatapnya sebentar sebelum melanjutkan.
"Vampir murni memiliki kemampuan untuk memberi tanda ketika menggigit dan menghisap darah seseorang. Itu memungkinkan aku untuk merasakan jika kamu atau Nina dalam bahaya, di mana pun kalian berada. Tapi hanya lima orang dalam satu waktu."
Alberd menatapnya, mencoba mencerna kata-kata istrinya.
"Jadi... Nina juga sudah kamu gigit?"
Alena mengangguk pelan.
"Dia memohon dengan wajah memelas. Aku tidak tega menolak," jawabnya, tersenyum kecil.
"Tapi aku hanya meninggalkan tanda pada kalian berdua."
Alberd mengangguk, akhirnya mengerti.
"Kapan kamu menandaiku?" tanyanya lagi.
Alena menoleh, tersenyum kecil.
"Ketika aku membawamu terbang pertama kali.."
Alberd merenung sejenak, mencoba mengingat.
"Ah ya, setelah kita selesai menonton teater.."
Alena menangguk pelan.
"Ya.. benar.."
Alena kemudian melanjutkan, suaranya lebih serius.
"Selain itu, bangsa vampir memiliki kemampuan deteksi alami yang bisa merasakan aura bahaya atau aura jahat dalam radius 500 meter. Tapi... ada satu hal yang perlu kamu ketahui."
Alberd menatapnya penuh perhatian.
"Apa itu?"
Alena tersenyum tipis.
"Kamu ingat saat kita pertama kali bertemu?"
Alberd mengangguk.
"Ya... waktu itu aku dikejar oleh dua orang bersenjata."
Alena mengangguk pelan.
"Saat itu, aku kebetulan berada tak jauh darimu. Aku merasakan aura membunuh yang kuat bercampur dengan aroma darahmu... Itu yang membuatku tahu bahwa kamu dalam bahaya, termasuk di mana kamu berada."
Alberd termenung. Kini, semuanya masuk akal.
Alena kembali tersenyum lembut.
"Tapi setelah aku memberi tanda melalui gigitan, aku tidak perlu lagi bergantung pada kemampuan deteksi biasa. Aku bisa merasakan keberadaanmu, sejauh apa pun kamu berada."
Alberd menatap istrinya, terpesona dengan kemampuan vampir yang semakin ia pahami.
"Itu luar biasa..." gumamnya.
Alena tertawa kecil, lalu melanjutkan,
"Kemampuan deteksi alami vampir hanya terbatas pada radius 500 meter pada malam hari, dan setengahnya saat terpapar cahaya matahari. Tapi... dengan Crimson Tear, jangkauan itu meningkat pesat."
Alberd tersentak, menatap istrinya dengan kaget.
"Jadi, Crimson Tear bukan hanya memperkuat penggunanya?"
Alena mengangguk.
"Benar. Crimson Tear bisa meningkatkan kemampuan deteksi dari 500 meter menjadi 2 mil. Tapi hanya berlaku setelah matahari terbenam hingga terbit."
Alberd tercengang. Ia menatap lurus ke depan, membayangkan betapa dahsyatnya kekuatan tersembunyi dalam warisan keluarga istrinya.
"Ya, aku tahu Crimson Tear hanya aktif saat malam hari..." gumamnya.
"kamu juga pernah mengatakan bahwa vampir melemah hanya saat terkena cahaya matahari, tapi saat dalam ruangan tertutup tidak akan terpengaruh."
Alena menyandarkan kepalanya di bahu suaminya, lalu berbisik lembut,
"Dengan Bloody Rose dan Crimson Tear, jangankan satu Lycan... kita bahkan bisa melawan sepuluh sekaligus."
Alberd hanya bisa menggelengkan kepala.
"Kamu benar-benar luar biasa..." katanya, setengah berbisik.
Alena tersenyum, kemudian merangkul suaminya erat.
"Ada lagi yang mau kamu tanyakan, sayang?"
Alberd menggeleng pelan.
"Tidak, tidak ada lagi..."
Alena tersenyum puas.
"Baiklah... kalau begitu aku akan ke dapur untuk membantu Ibu memasak."
Ia berdiri, lalu mengecup dahi suaminya dengan lembut sebelum melangkah pergi.
Alberd hanya bisa terdiam, masih termenung di sofa, memikirkan semua yang baru saja ia dengar.
Malam ini, ia semakin sadar bahwa kekuatan yang diwarisi istrinya bukan sekedar legenda… tapi kenyataan yang luar biasa.
makasih Thor 👍 salam sehat selalu 🤗🙏
Bagian awal di bab pertama harusnya jangan dimasukkan karena merupakan plot penting yang harusnya dikembangkan saja di tiap bab nya nanti. Kalau dimasukkan jadinya pembaca gak penasaran. Kayak Alena kenapa bisa tersegel di gua. Lalu kayak si Alberd juga di awal. Intinya yang tadi pakai tanda < atau > lebih baik tidak dimasukkan dalam cerita.
Akan lebih baik langsung masuk saja ke bagian Alberd yang dikejar dan terluka hingga memasuki gua dan membangunkan Alena. Sehingga pembaca akan bertanya-tanya, kenapa Alberd dikejar, kenapa Alena tersegel di sana dan lain sebagainya.
Jadi nantinya di bab yang lain nya akan membuat keduanya berinteraksi dan menceritakan kisahnya satu sama lain. Saran nama, harusnya jangan terlalu mirip atau awalan atau akhiran yang mirip, seperti Alena dan Alberd sama-sama memiliki awalan Al, jadi terkesan kembar. Jika yang satu Alena, nama cowoknya mungkin bisa menggunakan awalan huruf lain.
Novel ini adalah karya pertama saya, sekaligus debut saya sebagai seorang penulis.
Mengangkat tema vampir dan bergenre romansa-fantasy yang dibalut berbagai konflik dalam dunia modern.
Novel ini memiliki dua karakter utama yang seimbang, Alena dan Alberd.
Novel kebanyakan dibagi menjadi dua jenis; novel pria dan novel wanita.
Novel yang bisa cocok dan diterima oleh keduanya secara bersamaan bisa dibilang sedikit.
Sehingga saya sebagai penulis memutuskan untuk menciptakan dua karakter utama yang setara dan berusaha menarik minat pembaca dari kedua gender dalam novel pertama saya.
Saya harap pembaca menyukai novel ini.
Selamat membaca dan terima kasih,
Salam hangat dari author.