(Warning !! Mohon jangan baca loncat-loncat soalnya berpengaruh sama retensi)
Livia Dwicakra menelan pil pahit dalam kehidupannya. Anak yang di kandungnya tidak di akui oleh suaminya dengan mudahnya suaminya menceraikannya dan menikah dengan kekasihnya.
"Ini anak mu Kennet."
"Wanita murahan beraninya kau berbohong pada ku." Kennte mencengkram kedua pipi Livia dengan kasar. Kennet melemparkan sebuah kertas yang menyatakan Kennet pria mandul. "Aku akan menceraikan mu dan menikahi Kalisa."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sayonk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 14
"Oh ini, ini foto Kennet. Kenapa kau memiliki fotonya?" tanya Erland. "Jangan bilang kau ..."
"Kau yakin ini foto Kennet?" tanya Anita.
Erland mengangguk mantap, sudah jelas foto di depannya adalah foto Kennet kecil. Mana mungkin ia tidak mengenali wajah Kennet.
"Ini bukan foto Kennet, tapi foto anak Livia. Dia Caesar."
"Livia?" Erland mengulang nama Livia. Ia teringat dengan ucapan Kennet bahwa dia sudah menemukan mantan istrinya dan berniat balas dendam. "Ya Tuhan, jadi yang di bahas Kennet itu ternyata Livia."
"Sayang jangan katakan apa-apa dulu. Besok Kennet akan pulang. Dia pasti sudah memberikan pengawasan. Kennet tidak akan curiga pada mu. Sebaiknya kau katakan dan tanyakan pada Livia. Aku takut terjadi sesuatu pada Livia. Kennet tidak pernah bermain-main dengan ancamannya."
Anita setuju, besok ia akan berbicara dengan Livia. "Baiklah Sayang. Tadi saja Kennet berbicara kasar pada anak-anak Livia." Ia menceritakan semuanya kejadian tadi.
Erland mengusap wajahnya. Kennet keterlaluan telah mengucapkan kata kasar pada anak kecil. Bagaimana kalau anak itu adalah anaknya?
"Kita harus menemui Livia. Kita harus mencari tau. Kita tidak boleh gegabah mengatakan semua ini pada Kennet. Mungkin dia di butakan oleh dendam sehingga dia tidak menyadari wajah anaknya sendiri."
"Sungguh luar biasa Kennet, bagaimana bisa anak yang mirip begini dia tidak menyadari dan Bernad, dia jadi bawahan juga tidak becus. Bagaimana bisa dia membiarkan Kennet ... Aku tidak tau lagi apa yang harus aku katakan padanya?"
Keesokan harinya.
Kalisa dan Bernad menurunkan kopernya. Kalisa melihat jam di lengannya dan kemudian menghubungi Kennet. Entah kemana lagi suaminya, tepat saat subuh ia tidak menemukan Kennet di sampingnya.
"Kenapa Lisa?" tanya Anita. Dia pura-pura tidak tau padahal sebenarnya ia sudah tau.
"Kennet, aku tidak tau dia kemana lagi." Kesalnya. Entah kenapa setelah datang ke Jakarta Kennet selalu saja menghilang bagaikan hantu. "Entah kemana dia?"
Kalisa dan Erland melirik, hari ini ia akan mengantarkan Kennet dan sekaligus mendatangi Livia.
...
Kennet menunggu di seberang jalan. Dia melihat ke arah rumah yang sudah menyala lampunya itu, sepertinya sang pemilik rumah sudah bangun. Dia melihat bayangan di dalam rumah itu, di lihat dari bayangannya itu sedang menyapu.
"Dia sudah bangun." Dia tersenyum tipis melihat Livia membuka pintu rumahnya. Wanita itu menggunakan daster dan membawa sapu. Sepertinya ingin menyapu halaman.
Setelah cukup puas melihat Livia, dia pun menuju ke kediaman Erland. Terlihat Kalisa, Erland, Anita dan Bernad sudah menunggunya di terasa depan.
Erland menatap Kennet yang memasukkan mobilnya ke pekarangan rumahnya. Dia melihat pria itu turun dari mobilnya dan melangkah menghampirinya. Ia yakin Kennet pasti melihat Livia. "Kennet."
"Erland." Kennet memeluk Erland. "Aku pulang. Ayo Kalisa."
Anita menatap mobil Kennet yang mulai menjauh. Dia bersyukur setidaknya Livia mulai tenang. "Sayang sebaiknya kita mendatangi rumah Livia."
"Kita pergi." Erland mengambil kunci mobilnya.
...
Tok
Tok
Tok
"Livia." Anita mengetuk pintu sambil memanggil nama Livia. "Livia ini aku."
"Emm, Anita. Kalian silahkan masuk." Livia memberikan jalan pada Anita dan Erland masuk. Ia bingung dengan kedatangan sepasang suami istri itu.
"Tunggu sebentar aku akan membuat kopi."
"Tidak perlu, ada hal penting yang ingin kami bicarakan." Ucap Anita.
Erland angkat bicara. "Apa kau kenal dengan Kennet?"
Deg
Livia menurunkan pandangannya. Dia tidak boleh mengakuinya. Ia tidak ingin rahasianya terbongkar. "Siapa Kennet aku tidak mengenalinya? Mungkin kalian salah orang." Kilahnya. Dia begitu takut jika membahas Kennet. Hidupnya sudah nyaman. Ia takut Kennet tiba-tiba membawa anak-anaknya dan menjadikannya sebagai anak Kalisa bukan anaknya. Dia berjuang hidup dan mati, melahirkan tanpa ada sosok seorang suami. Seandainya saja waktu itu ia meninggal, ia tidak tau bagaimana kahidupan anak-anaknya. Bisa saja anaknya terlantar dan menderita. Tetapi ia beruntung karena Tuhan memberikan kesempatan padanya.
"Kau tidak menyadari bahwa beberapa hari ini kennet mengawasi mu?" tanya Erland.
Livia terkejut, ia sama sekali tidak merasa di awasi. "Apa maksud mu? Kennet tau keberadaan ku?"
Livia tanpa sengaja mengakui siapa dirinya. Hingga membuat kedua orang itu yakin bahwa memang Livia mantan istri Kennet.
"Berarti kau sudah mengakuinya." Anita menyanggah. "Kau tidak perlu berbohong Livia. Kedatangan kami memastikan bahwa lima anak mu adalah darah daging Kennet."
Livia menggigit bibir bawahnya. Jadi selama ini maksudnya untuk mendekatinya. "Apa kalian sengaja mendekati ku hanya ingin memastikan anak ku adalah anak Kennet. Aku tegaskan mereka bukan anak Kennet." sarkasnya. Dari dulu ia hidup tanpa Kennet, membesarkan anaknya juga tanpa Kennet. Pria itu hanya peduli pada Kalisa. Bahkan ia sudah memberi kesempatan pada Kennet.
Anita melirik Erland. Kedatangannya hanya untuk memastikan bukan untuk menyakiti Livia. "Apa yang kau ingin lakukan selanjutnya? Dia tidak akan tinggal diam Livia. Kedatangan kami hanya tidak ingin kau di sakiti oleh Kennet."
Erland mengingat ucapan Kennet. Dia menyanggah "Apa terjadi sesuatu selama beberapa hari? Aku takut ada kaitannya dengan Kennet."
Livia mengingat kejadian tokonya. Kalau benar yang terjadi di tokonya adalah perbuatan Kennet. Saat bertemu dengannya ia pasti akan menamparnya dan memberikannya pelajaran. Dia tidak akan tinggal diam. Ia tidak boleh takut untuk melawan Kennet. Jika bisa, ia akan mencekik Kennet dan mencakar wajahnya.
Drt
Livia melihat ponselnya dan mendapati nama Alan. "Iya Alan."
Livia menatap Anita dan Erland. "Iya aku akan kesana. Di rumah ku masih ada tamu, tunggulah sebentar." Livia mematikan ponselnya.
"Jadi Livia apa mereka benar anak Kennet. Kami berjanji tidak akan mengatakannya pada Kennet. Kami tidak suka jika Kennet menyakiti mu dan menyakiti anak-anak."
"Benar, mereka memang anak Kennet." Livia berkata dengan nada tegas.
Erland mengusap wajahnya dengan kasar. Temannya itu sangat bodoh, saking bodohnya dia tidak menyadari pertemuannya dengan anaknya. "Kenapa kau tidak mengatakan pada Kennet?"
"Mengatakannya, aku sudah memberi kesempatan. Tetapi karena cinta, dia tidak mau mengakuinya. Jadi aku mohon pada kalian. Aku ingin kalian merahasiakannya."
Erland tidak setuju, Anita pun begitu. Mereka takut Livia dan anak-anaknya terus di ganggu oleh Kennet.
"Sampai kapan kau akan merahasiakannya? Kennet, dia pasti mengganggu mu," ucap Erland. Dia kasihan pada Livia jika mereka di ganggu terus-menerus.
"Livia bagaimana kalau kau pindah rumah saja?" tanya Anita. Dia harus melakukan sesuatu agar Livia dan anak-anaknya bisa hidup dengan tenang.
Livia terdiam, entah kemana ia harus pergi. Ia tidak bisa meninggalkan Alan dan juga pekerjaannya itu. Tapi jika ia tidak pergi, Kennet yang akan tau kebenarannya.