Arya, seorang pria yang memiliki istri yang sangat cantik dan juga memiliki seorang putera yang masih balita harus menelan pil pahit saat mengetahui sang istri dijodohkan oleh keluarganya dengan pria kaya raya.
Hal yang menyakitkannya, sang istri menerima perjodohan itu dan berniat melangsungkan pernikahan meskipun mereka belum sah bercerai.
Semua itu karena Arya dianggap pria miskin dan tak layak mendampingi Tafasya yang cantik dan memiliki body sempurna.
Akan tetapi, dibalik semua itu, ternyata Arya sedang menyembunyikan jati diri yang sebenarmya. Siapakah Arya,?
Bagaimana kisah selanjutnya, maka ikuti novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
luka
Arya merasakan pandangannya semakin gelap, dan perlahan tak sadarkan diri.
Mobil berhenti setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit perjalanan dan wanita itu memasuki garasi pada sebuah rumah yang berukuran cukup besar.
Ia membuka pintu belakang mobil dan ingin mengambil barang belanjaannya, namun ia dikejutkan oleh penampakan yang diluar dugaannya.
"Astaghfirullah...." ia refleks memegang da-danya yang mana hampir saja jantungnya terlepas dari tempatnya.
ia menatap sosok penumpang gelap tersebut dengan seksama, lalu mengatur nafasnya dengan perlahan agar kembali normal.
*****
"Uhuk... Uhuuuuk...," Arya terbatuk dan mengerjapkan kedua matanya meski kepalanya sedikit pusing.
Ia menggerakkan lengannya. Namun terhalang oleh sesuatu dipergelangan tangannya. Saat ia mencoba melihatnya, ternyata jarum dengan beberapa terpasang disana. Lalu terlihat sebuah kantong berisi cairan pekat tergantung disebuah tiang stainles
"Hah! Apa ini?" gumamnya lirih.
"Itu jarum transfusi d-a-r-a-h, jarum tranfusi darah!" sahut seseorang dengan mengeja satu persatu huruf benda yang dipertanyakan oleh Arya.
Pria yang baru saja menduda itu tersentak kaget saat mendengar seorang wanita menyahuti ucapannya.
"Hah! Astaghfirullah," teriaknya kaget sembari beringsut dari duduknya.
Wanita itu mengerutkan keningnya melihat reaksi yang baru saja diberikan oleh pria dihadapannya. "Biasa saja lah, aku tidak memperkaosmu, justru seharusnya aku yang takut karena membawamu masuk dalam ke rumahku!" cibir wanita itu dengan nada dingin.
Tetapi jujur Arya akui, wanita dihadapannya begitu sangat cantik, dengan sepasang dua bola mata yang begitu indah, hidung bangir dan tatapan yang begitu tegas.
Pria itu menundukkan kepalanya, lalu menggelengkannya untuk menghindari tatapan mata jahat yang mungkin saja dapat membuatnya berbuat khilaf.
Ia melirik luka dilengannya yang saat ini dibalut oleh kain kasa, dan diatas meja nakas terdapat sebuah proyektil timah panas dan ia yakini jika itu adalah peluru yang melukainya.
Seketika ia tercengang, lalu menatap wanita itu lagi "Kau mengoperasinya sendiri?" tanya Arya sangat penasaran.
Wanita itu mengangguk dengan tenang. "Ya, kenapa? Apakah aku haru memasukkannya kembali?" tanyanya.
Arya menghela nafas dengan berat. Bahkan ia bingung harus mengatakan apa. "Apakah kau seorang dokter?" tanyanya dengan cepat.
"Ya, kebetulan aku seorang dokter ahli bedah. Insya aku dapat membedah apa saja, keculai hati," sahut sang wanita dengan senyum tipis, tapi cukup membuat kebekuan dihatinya karena sebuah pengkhianatan perlahan mencair.
"Terima kasih atas pertolonganmu. Suatu saat aku pasti akan membalasnya," jawab Arya dan beringsut akan pergi.
"Tidak perlu berterimakasih. Jika kau ingin pergi, pergilah, tetapi setidaknya selesaikan dulu prosedur pengobatan itu, dan aku tidak akan mengganggumu. Setidaknya kau tak kan mati sia-sia, balas dendam itu butuh tenaga!" sahut sang wanita, lalu beranjak pergi meninggalkan Arya dan mengunci pintu kamar tersebut.
Wanita itu bersandar didinding. Menarik nafasnya dengan berat. Hatinya bergemuruh, dan ia baru kali merasakannya. Begitu banyak pria yang datang, tetapi pintu hatinya selalu tertutup rapat.
Akan tetapi, sikap Arya barusan membuatnya meyakini jika pria itu layak ia tolong. Ia melirik arloji ditangannya, waktu menunjukkan pukul 8 malam, dan ia baru menyadari jika ia belum shalat isya, dan melangkah menuju kamarnya untuk ibadah dan beristirahat.
*****
Tafasya berjalan mondar-mandir menunggu kepulangan suaminya. Ia terlihat sangat gelisah. Bagaimana mungkin ia menghadapi hari dsn kenyataan jika suaminya sudah tidak memiliki uang didalam credit cardnya.
Tak berselang lama. Sebuah mobil berhenti didepan halaman rumah. Wanita itu mengintai dari tirai jendela kamar yang berada dilantai dua.
Benar saja, itu Bondan suami barunya yang sudah lama ia tunggu.
Pria itu keluar dari dalam mobil dengan wajah kusut. Tampaknya beban hidup yang begitu besar sedang ia alami.
Ia berjalan dengan sangat lesu dan menuju ruang tengah, lalu menghempaskan bokongnya disofa.
Tafasya bergegas menuruni anak tangga, lalu berdiri menatap pria dihadapannya. "Mas, kenapa uang didalam credit card mu kosong? Kamu udah gak sayang lagi sama aku ya?" hardiknya dengan kasar. Ia begitu penuh amarah, karena merasa Bondan sang suami sudah tak lagi memanjakannya dengan uang.
"Nanti dulu bahasnya ya, Sayang. Mas masih banyak fikiran." pria itu memijat keningnya.
Tafasya yang sudah tak sabar tak terima begitu saja atas jawaban dari pria paruh baya itu. Bagaimana mungkin ia dapat mengalami kejadian memalukan saat diMall siang tadi. Bahkan ia bertemu dengan Arya dalam kondisi yang berbeda.
"Perusahaan mengalami kerugian, dan aku mengalami kebangkrutan," Bondan berbohong tentang penyebab perusahaannya yang diambil alih oleh Arya. Ia tak ingin jujur untuk hal ini pada wanitanya.
Seketika Tafasya merasakan dunianya bagai runtuh. Ia berharap apa yang baru saja disampaikan oleh Bondan hanya gurauan semata.
"Kamu bercanda-kan, Mas?" tanyanya dengan suara yang hampir tercekat ditenggorokannya.
"Aku serius, semua uangku telah dibekukan," jawabnya lemah.
Tafasya terduduk lemah disofa. Ia merasa jika ini sangat tak adil. Mengapa semua menjadi serba terbalik? Saat ia bersama Arya, hidup mereka sangat menderita, dan ketika ia melepaskan pria itu, dalam hitungan hari, sang mantan suami berubah menjadi kaya, dan ini sangat diluar ekspektasinya.
Lalu sekarang, Bondan yang waktu itu kaya raya, kini berubah bangkrut setelah menikah dengannya.
"Tidak, tidak! Aku tak percaya semua ini," jawab Tafasya dengan bulir matanya yang mengalir disudut matanya.
Nafasnya seketiak merasa sangat sesak, ia baru saja membangun impian untuk hidup bergelimang harta, dan yang terjadi adalah mimpi buruk yang menakutkan.
Ia sudah terlanjur mengatakan kepada teman-temannya akan membeli mobil baru dan akan ia perlihatkan pada teman-temannya dalam arisan minggu depan.
Sesaat terdengar suara mobil memasuki halaman rumah, dan terlihat enam orang berpakaian hitam turun dsri dalam mobil dan menunggu didepan rumah, lalu menekan bel berulang kali.
Tafasya yang penasaran, beranjak kedepan pintu dan membukanya. Alangkah terkejutnya ia saat melihat enam orang berpakaian preman menatapnya dengan tatapan sangar.
"Kami diutus untuk memaksa kalian pergi dari rumah malam ini juga, karena rumah dan isinya adalah milik bapak Wijaya!" seorang pria bertubuh tinggi besar memperlihatkan surat-surat kepemilikan dengan jelas dimata Tafasya.
Seketika wanita itu tercengang. "Hei! Ini rumah milik suamiku, enak saja mengaku-ngaku! Suruh bos kalian menghadapi saya, jangan sembarangan membawa berkas, semua bisa dipalsukan! Kau kira aku bisa percaya begitu saja!" wanita itu tampak bengis, namun sejujurnya ia panik.
Bagaimana ia tak panik, jika baru saja mendengar perusahaan bangkrut, kini rumah mewah mereka juga harus disita, ini sangat mengerikan.
Saat ini bukan hanya mimpi buruk yang ia alami, tetapi juga kenyataan yang akan merubah hidupnya dalam waktu begitu singkat.
ini pas banget, ini menunjukkan jika tafasya yg sekr bukanlah tafasya yg dulu
terima kasih thor