Krystal Berliana Zourist, si badgirl bermasalah dengan sejuta kejutan dalam hidupnya yang ia sebut dengan istilah kesialan. Salah satu kesialan yang paling mengejutkan dalam hidupnya adalah terpaksa menikah di usia 18 tahun dengan laki-laki yang sama sekali belum pernah ia temui sebelumnya.
Kesialan dalam hidupnya berlanjut ketika ia juga harus di tendang masuk ke Cakrawala High School - sekolah dengan asrama di dalamnya. Dan di tempat itu lah, kisah Krystal yang sesungguhnya baru di mulai.
Bersama cowok tampan berwajah triplek, si kulkas berjalan, si ketua osis menyebalkan. Namun dengan sejuta pesona yang memikat. Dan yang lucunya adalah suami sah Krystal. Devano Sebastian Harvey, putra tunggal dari seorang mafia blasteran Italia.
Wah, bagaimana kisah selanjutnya antara Krystal dan Devano.
Yuk ikuti kisahnya.
Jangan lupa Like, Komen, Subscribe, Vote, dan Hadiah biar Author tambah semangat.
Salam dari Author. 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icut Manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 21 : KRYSTAL & HUJAN
"Jangan dekat-dekat!" Kesal Krystal.
"Kenapa nggak boleh dekat-dekat? Aku suami kamu." Balas Devano santai, diselingi dengan menggoda Krystal.
"Ihhh Devano!!"
"Apa? Jangan teriak-teriak. Nanti orang-orang nggak di undang pada datang lagi ke sini."
"Siapa?"
"Siapa aja."
Krystal memperhatikan Devano yang meraih salah satu bola basket di dalam keranjang. Mengernyitkan dahinya heran.
"Kapten tim basket putri vs kapten tim basket putra. Mau taruhan?"
"Maksudnya duel? On by one kayak gue sama Metanol itu?" Ucapan Krystal mengundang kekehan pelan dari Devano.
"Yang menang boleh minta apa aja sama yang kalah. Tapi nggak boleh minta cerai." Devano menatap lamat-lamat ke mata Krystal. sembari membawa langkahnya dengan pelan ke arah istrinya itu dan berbisik dan mendaratkan kecupan singkat di bibir Krystal. Karena ia sudah bisa membaca isi otak istri kecilnya itu.
Tampak berpikir sejenak.
"Apapun?" Tanya Krystal.
"Yes, baby. Everything."
"Promise?"
Devano terkekeh melihat jari kelingking Krystal yang begitu mungil.
"Janji, Sayang" Mengamit nya lembut.
"Oke. Setuju." Krystal mengulas senyum lebarnya.
"Oke. Kita mulai, ya."
"Eh tunggu dulu. Belum siap."
Krystal berlari ke pinggir lapangan, menaruh ponselnya agar tidak terjatuh saat ia bermain basket nanti. Tidak lupa juga menguncir rambutnya.
Dan semua gerakan Krystal itu tidak lepas dari pandangan mata Devano. Ia sampai tidak bisa menahan senyumnya melihat bagaimana lucunya Krystal kembali berlari ke tengah lapangan. Jika Krystal sedang mode manja seperti ini, Devano akan lupa jika istrinya ini adalah bad girl banyak tingkah dan juga baddas di waktu lain.
"Kita mulai ya 1,2..."
"Tunggu dulu tunggu."
"Apalagi, Sayang?" Devano mencoba bersabar. Bukan karena marah, tapi ia gemas dengan tingkah istrinya ini.
"Iket tali sepatu dulu. Nanti kalau gue jatuh gimana? Kalah dong ntar! Gue nggak mau kalah."
Krystal berjongkok untuk mengikat tali sepatunya dengan kencang. Sesekali melirik Devano yang memantul-mantulkan bola oranye garis-garis tersebut. Lalu saat waktunya sudah tepat, Krystal bangkit dengan cepat dan menyambar bola tersebut. Mendribble nya menuju ring dan... shot... satu poin Krystal dapatkan dengan mudah.
Tidak tinggal diam, Devano mulai bergerak untuk merebut bola dari Krystal kembali mendribble. Sebelah tangan gadis itu sengaja di rentangkan demi menghalangi Devano yang berusaha merebut dari belakang.
Devano juga tidak hilang akal, ia rengkuh pinggang ramping istrinya dari belakang sehingga konsentrasi Krystal terpecah, saat itu lah Devano merebut bola dan mendribble nya, hanya sekali shot, bola oranye itu masuk dengan mulus ke dalam ring.
Devano terkekeh pelan, melihat Krystal berdiri cemberut di sana. Berjalan mendekat lalu menoel hidung istrinya dengan gemas.
"Makanya jangan curang." Ujarnya.
Permainan kembali di mulai. Poin keduanya mulai saling kejar-kejaran. Terlebih Krystal sangat kompetitif sekarang, karena ia sudah memikirkan ingin meminta pada Devano kalau menang nanti. Sedangkan Devano lebih santai, namun serangannya pasti dan cukup membuat Krystal kewalahan.
15:15
Poin terakhir, maka itu pemenangnya.
Ketika melihat Devano pergi mendekati ring, Krystal dengan cepat ikut berlari ke sana dan menginjak kaki Devano. Ketika suaminya meringis kesakitan, ia merebut bola dan memasukkannya ke dalam ring.
"YESS KRYSTAL MENANG!!" Krystal berteriak lalu melompat-lompat kegirangan. Sebelum akhirnya merebahkan tubuhnya di lantai lapangan.
"Gue bisa minta satu permintaan! Dan lo harus ngabulin nggak mau tahu!" Ujar Krystal menunjuk Devano.
Sementara Devano masih menetralkan nafasnya yang memburu sembari berkacak pinggang dan terkekeh pelan Dadanya ikut menghangat melihat bagaimana istrinya tertawa dan mengekpresikan senangnya.
Devano menjatuhkan dirinya untuk duduk di samping Krystal, menatap istrinya yang masih berbaring.
"Sengaja biar kamu senang aja."
"Alasan! Bilang aja mainnya nggak sejago gue." Ledek Krystal.
"Nggak ah. Nanti kalau aku menang. Kasihan kamu nanti sama permintaan aku."
Krystal bangkit dari posisi rebahannya. Lalu menatap Devano.
"Emang lo mau minta apa kalau menang."
"Yakin mau tahu? Sini coba deketan." Krystal mengangguk penasaran.
Krystal patuh dan beringsut mendekat pada Devano. Lalu suaminya itu berbisik tepat di samping telinganya.
"Minta anak boleh nggak?" Bisik Devano, menggoda Krystal dengan kecupan sensual di leher istrinya.
Tidak selang lima detik, Devano sudah di hadiahi pukulan bertubi-tubi dari Krystal.
"Dasar mesum!!"
"Sakit! Sakit! Beneran sayang, sakit." Devano menghindari pukulan bertubi-tubi Krystal yang semakin brutal.
"Biarin! Biar lo tahu rasa!"
Tidak ada pilihan lain untul menghentikannya, selain Devano menggenggam kedua pergelangan Krystal kembali lalu menariknya. Awalnya hanya untuk Devano peluk, namun tubuhnya ikut limbung dan terjungkal ke belakang. Alhasil posisi mereka sekarang Krystal berada tepat di atas tubuh Devano. Dengan kedua tangan Devano yang sudah berpindah melingkari pinggang ramping Krystal.
Devano mengangkat sedikit kepalanya demi bisa melihat wajah Krystal. Mata mereka bertemu. Krystal yang masih berada di atas Devano dengan menumpu tangannya di dada suaminya. Membuatnya bisa merasakan detak jantung Devano yang kencang dan begitu sangat terasa.
"Detak jantung lo kencang banget." Gumam Krystal masih menatap Devano.
"Kenapa?" Tanya Devano, bukan karena detak jantung itu melainkan karena deru nafas Devano yang terdengar memberat.
"Lo asma? Atau punya penyakit jantung?" Tanya Krystal dengan heboh.
"Krys, jangan gerak-gerak, please." Bahkan suara Devano juga ikut memberat dan tercekat.
"Kenapa? Lo keringetan. Sakit ya?" Tanya Krystal polos.
Shit!
Devano menahan nafasnya sejenak. Sebelum akhirnya menarik tengkuk Krystal dan menyambar bibir istrinya tanpa izin. Melumatnya dengan menggebu-gebu, tanpa ampun. Membiarkan Krystal meremas pundaknya dengan kencang.
Apa istrinya tidak sadar jika posisi seperti ini membuat Devano semakin tidak bisa menahan gairah dalam tubuhnya. Jika tidak mengingat ini adalah sekolah dan usia mereka yang masih sangat muda untuk memiliki momongan, sudah dipastikannya Krystal akan hamil anaknya sekarang juga.
Ya, Krystal pasti akan hamil anaknya suatu saat nanti. Dan Devano pastikan Krystal tidak akan pernah lepas dari nya apapun yang terjadi.
Krystal hanya miliknya, milik Devano Sebastian Harvey.
"So, kesayangan aku mau minta apa?" Tanya Devano setelah melepaskan tautan bibir mereka. Menatap lekat mata Krystal sembari mengusap bibir ranum yang bengkak karena ulahnya itu.
Melihat Krystal hanya diam, membuat Devano terkekeh lalu menoel ujung hidung Krystal dengan ujung hidung miliknya. Hanya sekali, namun sukses membuat pipi dan telinga Krystal memerah. Rasa malu sekarang menggerogotinya.
Krystal menarik tubuhnya untuk bangkit dari atas tubuh Devano, dibantu oleh suaminya itu. Krystal lebih dulu berdiri dan merapikan bajunya. Sama sekali tidak ingin menatap Devano, ia sangat ingin melesat pergi secepat mungkin dari lapangan indoor ini.
Tapi tidak mudah saat Devano justru menahan tangannya. Lengan kekar itu merengkuh pinggang nya dalam sekali hentakan.
"Mau kemana, hm? Belum juga di jawab. Gugup ya? Tanya Devano menggoda. Mengulas senyum kecilnya.
"N...nggak, siapa yang gugup. Biasa aja." Elak Krystal.
"Udah mulai suka? Jantungnya udah berdebar, hm?"
"Ck! Apa sih?! Bel udah bunyi dari tadi, gue harus masuk kelas." Jawab Krystal mengalihkan pembicaraannya.
"Jawab dulu, mau minta apa?"
"Iya nanti gue kasih tahu."
"Kapan?"
"Nanti. Udah ah! Gue mau masuk kelas, bye!" Geram Krystal tertahan.
Kali ini Devano benar-benar melepaskan Krystal. Membiarkan istrinya berlari keluar lapangan indoor setelah mengambil kembali ponselnya di pinggiran lapangan. Devano mengulas senyumnya, gemas melihat tingkah Krystal.
Bertepatan dengan Rangga yang datang. Dan melirik heran pada Krystal yang berlari secepat kilat melewatinya.
"Lo apain?" Rangga berjalan mendekati Devano melipir ke pinggir lapangan.
"Ada apa?" Balik bertanya, mengabaikan pertanyaan tidak penting Rangga tadi. Tidak mungkin bukan, ia bilang habis ciuman sama Krystal?
Tanpa suar Devano menangkap lemparan ponsel dari Rangga itu. Menatap layar nya yang menyala.
"Kapan?" Tanya Devano dingin.
"Malam ini." Balas Rangga.
"Siapin semuanya!"
Devano mengangguk, kembali melemparkan ponsel tersebut pada Rangga. Lantas menyugar rambutnya dan berlalu keluar lapangan indoor.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Krystal membasuh wajahnya berulang kali di toilet lantai 1 Cakrawala High school. Ia memang melipir ke tempat ini untuk menenangkan degup jantungnya yang mendadak jadi gila seperti ini.
Menghela nafas perlahan, di pandanginya wajahnya di cermin wastafel. Lalu menangkupkan tangannya di kedua belah pipi, meneliti nya sebaik mungkin apakah begitu jelas ia tadi terlihat gugup di dekat laki-laki yang sudah sah menjadi suaminya.
"Arghhh! Kok bisa sih muka gue jadi merah kayak gini?! Arghhh mau di taruh dimana ntar muka gue kalau ketemu Devano!!" Krystal merengek seorang diri dengan menghentakkan kakinya.
"Nggak-nggak! Gue nggak boleh baper sama cowok mesum itu! Iya nggak boleh. Ingat misi lo Krystal! Lo harus bisa bikin Devano cerai lo secepatnya." Meyakinkan dirinya. Dan kembali membangunkan tekadnya.
Namun sedetik setelah itu pundaknya kembali melemas. Lantas mengacak-acak rambutnya.
"Tapi gimana caranya coba? Mana dia lebih pintar lagi dari gue. Semua kelakuan absurd gue bakalan kebaca dengan mudah. Yang ada ntar gue lagi yang sial."
CLEK!
Pintu dari salah satu bilik toilet yang ada di sisi kanan terbuka. Seseorang yang juga Krystal kenal keluar dari sana dan sempat melempar senyum hangat ke arahnya. Sebelum berjalan ke arah wastafel di samping nya untuk mencuci tangan.
Lenna.
Krystal tidak ambil pusing. Jangankan dekat, berkomunikasi dengan Lenna saja ia hampir tidak pernah. Jadi tidak ada kewajiban juga untuk Krystal menyapa atau berbasa-basi yang sudah basi juga kan? Namun, sesekali Krystal tidak bisa menghindari lirikan matanya pada gadis cantik itu. Ya, Krystal akui Lenna itu memang cantik. Attitude nya yang baik, sopan, pintar, lembut dan juga ramah menjadi nilai plus dalam diri Wakil Ketua Osis ini yang tidak dimiliki oleh Krystal.
Nih ya, dalam posisi seperti ini saja. Di saat sama-sama berdiri di depan cermin, mereka itu seperti dia pantulan yang berbeda. Diibaratkan Lenna malaikat bergaun putih, Krystal si iblis bergaun hitam dengan eyeliner yang tebal.
Kran air dimatikan.
"Duluan ya, Krys." Tuh suaranya saja selembut sutra.
"Lenna!"
"Iya? Apa ada? Lo butuh sesuatu?" Lenna berhenti dan berbalik menatap Krystal.
Krystal diam sejenak, kembali berpikir sebelum mengutarakannya. Lalu menarik nafas perlahan dan melipat tangannya di depan dada, lantas menatap datar pada lawan bicaranya.
"Gue cuma penasaran ya. Tapi nggak peduli juga sebenarnya. Catat! Cuma penasaran." Ujar Krystal menekankan.
"Iya. Ada apa, sih?" Membuat Lenna terkekeh pelan.
"Hm, lo kenapa sih mau ngerelain kamar lo buat gue?" Iya, ini yang ingin Krystal tanyakan. Sebenarnya ia sudah lama penasaran juga.
"Oh itu. Ya nggak papa. Karena memang dari awal gue pakai kamar strata satu. Cuma karena dipindahkan sama pihak sekolah ke VIP, ya gue terima-terima aja. Tapi gue nggak terlalu suka." Lenna tersenyum.
"Kenapa?"
"VIP sendiri. Strata satu berdua. Gue nggak terlalu suka tidur sendiri. Lagian kamar VIP terlalu luas buat gue sendirian."
"Oh gitu... oke." Krystal menganggukkan kepalanya. Sorot matanya tak lagi tertuju pada Lenna, melainkan ke arah lain.
"Ada lagi, Krys?"
"Oh nggak. Berarti gue aja yang suuzonan orangnya. Gue pikir lo pindah karena caper." Krystal melempar senyumnya.
Langkah Lenna kembali terhenti di ambang pintu utama kamar mandi. Tetap berdiri membelakangi asal suara dalam beberapa detik. Sebelum akhirnya memutar poros tubuh menghadap Krystal yang mengulas sebuah senyuman di wajahnya. Senyuman yang manis namun terkesan berbeda.
"Kenapa lo bisa mikir gitu?" Tanya Lenna canggung.
"Oh nggak, nggak. Gue emang gini orangnya, suka suuzonan sama orang lain. Ya biasalah kemakan konten-konten di sosial media. Waktu itu gue pernah lihat ada cewek yang kalau dilihat pakai mata telanjang tu, bersahaja, santun, lembut. Eh tahi-tahunya jadi pelakor. Gue kaget." Kekeh Krystal.
Lenna berdiri dengan canggung. Krystal menghampiri Lenna. Tangannya menepuk pelan bahu Lenna.
"Tapi gue yakin kok lo nggak akan mungkin kayak gitu. Gue aja orang yang suka prasangka buruk sama orang. Gue duluan ya."
Setelahnya Krystal beranjak meninggalkan toilet. Meninggalkan Lenna yang masih terdiam.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Zoey melirik Krystal yang berjalan di sampingnya. Lalu terkekeh dan itu mengundang lirikan aneh dari Krystal.
"Ngapain lo ketawa?" Tanya Krystal heran.
"Nggak papa. Ceritanya sekarang lo lagi kapok pakai yang pendek-pendek, hm? Kenapa? Takut diomelin Devano?" Tanya Zoey sedikit menggoda.
Krystal berdecak. Malam ini ia memang memakai piyama tidur lengan panjang, yang dilapisi juga dengan gardigan putih.
"Atau takut dibikin melendung?" Bisik Zoey kali ini di balas pukulan oleh Krystal. Membuat siempunya terkekeh.
"Gue tu cuma lagi males berdebat aja sama dia. Gue masih kesal." Dengus Krystal.
"Karena masalah tadi siang?"
"Iyalah, apalagi coba?"
"Ya elah, yang dilakuin Devano udah benar kali. Mau sampai kapan backstreet terus?"
"Sampai gue di ceraiin, puas lon?!" Ujar Krystal.
Lagi-lagi Zoey terkekeh. Bertepatan dengan suara ponsel Krystal terdengar.
**My Husband** : Aku ada urusan diluar sama yang lain sebentar. Jangan lupa makan malam. Tanpa micin. Aku udah minta pelayan kantin nyiapin buat kamu. Pakai piyama lengan panjang. Setelah selesai, langsung ke kamar. Tidur. I Love You.
Krystal memdengus membaca pesan dari Devano itu.
"Enak banget bisa keluar. Nah gue, mati mendekam di sekolah ini." Dengus Krystal dalam hatinya.
"Uhuu! Sweet banget sih suami.. Cieee Krystal diperhatiin suami!!" Goda Zoey menoel-noel lengan Krystal hingga si empunya menjerit kesal. Barulah ia berlari menghindar.
"ZOEEEYYY!!!"
"HAHAHA!!"
Suara teriakan Krystal bercampur dengan gelak tawa Zoey setelahnya.
Sampai di kantin.
"Bentar ya, gue ambilin dulu makanan dari suami lo." Tahu Krystal akan mengamuk, Zoey lebih dulu meleset pergi.
"Au ah!"
Sementara Zoey yang pergi mengambil makanan. Krystal melangkah duluan ke salah satu meja kantin yang ada di pojok ruangan. Matanya tidak lepas memandangi luar jendela kantin yang transparan. Mengernyit, tangannya terangkat menyentuh kaca tersebut yang ternyata berembun.
Degh!
Tak berselang lama kaca yang tadi hanya berembun berubah basah karena hujan deras yang mulai turun memantul mengenai kaca tersebut. Hingga kini kaca itu benar-benar berubah buram, sampai Krystal tidak bisa melihat kondisi di luar sana dengan jelas. Kecuali kilatan putih yang sesekali muncul di sertai suara gemuruh.
Krystal meremas kedua tangannya yang mendadak berkeringat. Nafasnya juga mulai memburu tidak beraturan. Menunduk, ketika tiba-tiba kepalanya berdenyut sakit. Hal ini selalu terjadi setiap kali hujan turun. Jantung Krystal akan berdebar dua kali lebih cepat, tubuhnya akan berkeringat, kepalanya akan berdenyut luar biasa sakit dan ia akan di serang panik berlebihan setelahnya.
"*Gue nggak suka hujan. Nggak suka. Nggak suka. Jangan hujan. Jangan." Batin Krystal*.
DUAR!
Hujan deras di sertai petir dan angin kencang membuat listrik Cakrawala High School seketika padam dan menciptakan kegelapan sekaligus kehebohan bagi semua penghuni, terutama kaum hawa yang menjerit ketakutan. Beberapa guru dan pelayan kantin mencoba menenangkan.
"Tenang! Semua tenang! Security sedang melakukan pengecekan! Harap semuanya tetap duduk di tempat masing-masing!" Itu suara Miss Andini.
Penerangan kantin sekarang hanyalah berasal dari lampu-lampu ponsel yang menyala.
Zoey meraba-raba sekitarnya untuk kembali duduk ke meja kantin nya. Dan ketika mengarahkan lampu ponselnya ke kursi yang tadi di duduki Krystal. Jantungnya berdetak cepat saat tidak menemukan Krystal di sana. Ia arahkan lampu ponselnya ke penjuru kantin dan tetap tidak menemukan sosok Krystal.
"Lo nyari, Krys? Gue tadi nggak snegaja lihat dia lari keluar kantin. Sebelum listrik padam." Seorang siswi yang tidak Zoey tahu namanya, menepuk pundaknya.
"Oke. Thanks you."
Zoey langsung saja berlari meninggalkan kantin. Lorong utama sekolah sepi, karena semua murid hampir berkumpul di satu titik. Awalnya ia pikir Krystal di toilet, namun nyatanya kosong, tidak ada siapapun di sana.
Saat akan mengecek ke bagian asrama. Kaki Zoey tanpa senaja menendang sesuatu. Ia menunduk dan menemukan sebuah ponsel tergeletak di lantai. Lalu di jarak yang tidak terlalu jauh ada kunci dengan gantungan minions.
Degh!
Ini ponsel dan kunci kamar Krystal.
Jantung Zoey benar-benar berpacu setelah menangkap bercak darah di lantai.
Kalut.
Cemas.
Panik.
Semuanya menjadi satu.
Zoey berlari meneriaki nama Krystal di sepanjang lorong. Meski suaranya teredam oleh volume suara hujan yang sangat deras dan berisik.
Tanpa memikirkan tubuhnya yang basah kuyup. Zoey mencari Krystal di setiap sudut penjuru sekolah yang gelap total. Ia menyugar rambutnya yang basah, lalu mengusap wajahnya. Berbalik ketika pundaknya di tepuk oleh seseorang.
Mengernyit, melihat kehadiran dua orang gadis yang tidak di kenalnya berdiri di hadapannya sekarang. Sama-sama basah kuyup sepertinya.
"Gue Sasa, dia Carletta. Kami sahabat Krystal." Ujar Sasa seakan menjawab apa yang ada di kepala Zoey.
"Krystal kenapa?" Tanya Carletta cepat.
Penjelasan Zoey setelah itu membuat Carletta mengumpat. Ia sudah mewanti-wanti sejak hujan pertama turun tadi. Masih mencari cara untuk bisa masuk. Sampai akhirnya lampu padam dan dua orang security penjaga gerbang utama melipir masuk ke dalam gedung utama Cakrawala High School. Saat itulah, Carletta dan Sasa samar-samar mendengar seseorang meneriaki nama Krystal. Dan mereka memutuskan menerobos masuk.
Darah? Artinya ini bukan hanya sekedar trauma Krystal yang kambuh. Melainkan ada yang menyerang Krystal.