"No way! Ngga akan pernah. Gue ngga sudi punya keturunan dari wanita rendahan seperti Dia. Kalau Dia sampai hamil nanti, Gue sendiri yang akan nyingkirin bayi sialan itu dengan tangan gue sendiri. Lagipula perempuan itu pernah hamil dengan cara licik! Untungnya nyokap gue dan Alexa berhasil bikin Wanita sialan itu keguguran!"
Kalimat kejam keluar dengan lincah dari bibir Axel, membawa pedang yang menusuk hati Azizah.
Klontang!!!
Suara benda jatuh itu mengejutkan Axel dan kawan-kawannya yang tengah serius berbincang.
Azizah melangkah mundur, bersembunyi dibalik pembatas dinding dengan tubuh bergetar.
Jadi selama ini, pernikahan yang dia agung-agungkan itu hanyalah kepalsuan??
Hari itu, Azizah membuat keputusan besar dalam hidupnya, meninggalkan Suaminya, meninggalkan neraka berbalut pernikahan bersama dengan bayi yang baru tumbuh di dalam rahimnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maufy Izha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Silahkan Cari Tahu Sendiri
Axel dan Mommy Tamara baru saja sampai di Rumah Sakit tempat Kakek Adhitama berada.
Tamara berjalan tergesa-gesa, sementara Axel lebih tenang dan santai mengekor di belakang Mommy-nya itu.
Sesampainya di ruangan, Tamara dan Axel tak mendapati Kakek Adhitama berada di ruangan itu.
"Papah kemana? Kok kosong"
"Mungkin jalan-jalan Mom, kita tunggu saja"
"Aduh Mommy udah nggak bisa nunggu. Kamu coba tanya suster Xel"
"Mom..." Axel hendak memprotes karena Dia sungguh lelah dan ingin beristirahat, lagipula Kakeknya tidak akan kemana-mana, pasti akan kembali nanti. Dasar Mommy-nya saja yang tidak sabaran.
Jadilah, Axel tidak punya pilihan lain selain keluar mencari Kakek Adhitama.
"Menyebalkan"
Gerutunya seraya berjalan menyusuri koridor Rumah Sakit elite itu.
Wajahnya yang suram sedikit cerah saat melihat suster yang biasa merawat kakeknya berada tak jauh darinya.
"Suster...."
"Oh Tuan Axel, sedang mencari Tuan Adhitama?"
"Ya suster"
"Oh ya.... Beliau sedang ikut senam lansia di halaman belakang"
"Senam lansia?"
"Iya Tuan, Beliau sedang sangat bersemangat untuk tetap sehat, katanya sebentar lagi mau punya cicit hehehe, Istrinya Tuan Axel lagi hamil?"
"What?"
Axel ingin bertanya lagi namun tiba-tiba perawat itu berkata,
"Maaf Tuan Axel, Saya permisi dulu mau memberikan obat kepada pasien"
Belum sempat Axel menjawab, Perawat itu telah berlalu dari sana.
'cicit?'
Axel kemudian segera menuju ke halaman belakang tempat kakeknya tengah bersemangat menggerakkan badannya ke kiri dan kanan mengikuti senam bersama kaum sepuh lainnya.
Benar saja, dari kejauhan Kakeknya terlihat lebih bahagia dan ceria, tertawa bersama pasien-pasien yang seusia dengannya.
Tadinya Axel berniat ingin memanggil kakeknya, tapi Pria itu kemudian berubah pikiran, Dia ingin memberikan kejutan pada sang Kakek.
Axel melangkah perlahan menghampiri Adhitama yang kini tengah berbincang dengan dokter spesialisnya yang juga adalah sahabatnya, Dokter Wiyono.
"Sayang sekali Adhitama, Tamara tidak mengetahui bahwa yang mendonorkan ginjalnya adalah menantunya sendiri, bukan Anak dari si brengsek Bram"
Bram adalah Ayah Alexa, mereka saling mengenal, karena Bram adalah anak dari musuh mereka sejak di universitas dulu, Sadewo.
"Haah biarkan saja, kalau Dia tahu juga percuma, kebenciannya terhadap Azizah tidak akan membuatnya tersentuh hanya karena perkara ginjal. Tamara keras kepala dan tinggi hati. Salahku dulu terlalu memanjakannya"
Adhitama menunduk sedih, Ia merasa gagal mendidik anggota keluarganya.
"Sudahlah, jangan memikirkan hal yang berat, Kamu harus sehat, katanya ingin panjang umur biar bisa ketemu cicit hehehe"
"Lho... Yang mancing-mancing itu Sampean Yon"
"Hahahah, Sepurone..."
Mereka pun tertawa bersama, hingga Dokter Wiyono sadar akan kehadiran Axel disana.
"Lho, Axel ... Sejak kapan kamu di situ nak? Kok nggak kesini?"
Sapa Dokter Wiyono yang tentu saja membuat Adhitama ikut terkejut.
Axel dari tadi disini? Apa Dia juga mendengar semuanya?
Tapi Adhitama sudah tidak perduli. Biarlah, mau Dia tahu atau tidak sudah tidak ada gunanya lagi. Yang terpenting Azizah sudah jauh dari mereka. Jadi Tamara dan Axel tidak akan lagi bisa menyakiti wanita malang itu.
"Axel... Sudah dari tadi?"
Adhitama memasang wajah dingin dan datarnya, berpura-pura seakan Dia tidak membicarakan apapun barusan.
"Hmn..." Axel hanya menjawab singkat, kemudian melanjutkan,
"Mommy menunggu Kakek di kamar perawatan Kakek, ada yang ingin Mommy bicarakan"
"Ya sudah, Ayo. Yon Aku balik dulu ya, jangan lupa besok adakan senam lagi"
"Siap Ndan!"
"Jangan lupa lagunya yang enak, jangan kaya tadi, bisa bikin asam urat kambuh"
"Hahaha, Jangan khawatir, besok Aku suruh Budi buat ganti lagunya"
"Oke!"
Adhitama berjalan lurus tanpa melirik Axel sedikitpun.
Sejujurnya Axel sedikit sakit hati, karena akhir-akhir ini Kakeknya sangat dingin dan cuek kepadanya.
Dia merasa kehilangan, Karena dulu kakeknya yang paling memanjakannya. Tatapannya selalu teduh dan penuh cinta. Tidak seperti sekarang, dingin dan asing.
"Kek..."
"Hmn..."
"Apa benar, yang mendonorkan ginjal ke Mommy itu Azizah? Bukannya Alexa?"
"Tidak tahu... Silahkan Kamu cari tahu sendiri"
"Kek...."
Axel berusaha membujuk Adhitama, namun pria berusia hampir menginjak 75 tahun itu tak memperdulikannya. Adhitama terus berjalan hingga sampailah mereka di ruang perawatan miliknya.
"Ada apa? Mau membicarakan apa sama papa?"
Adhitama bertanya pada Tamara yang sedang fokus memainkan gawainya tanpa meliriknya. Pria tua yang sebagian rambutnya telah memutih itu langsung duduk di ranjang dan mengambil koran serta kacamata baca-nya.
"Pah.... Bagaimana kabar papah?"
Sapa Tamara berbasa-basi. Namun Adhitama malah tersenyum sinis.
"Sudahlah tidak perlu berbasa-basi, langsung saja ke intinya"
Ucap Adhitama ketus. Tamara melirik ke arah Axel yang juga berwajah suram seperti kuburan.
"Papah kenapa? Marah sama Tamara karena jarang menengok papah?"
Tamara menghampiri Ayahnya, akhir-akhir ini Ia memang sangat sibuk. Pergi ke perkumpulan sosialita, arisan, dan tentu saja sebagian mengurus perusahaan di bawah Djaja Group.
"Oh, sama sekali tidak. Lagipula papah sudah terbiasa. Dan juga, papah punya banyak teman disini"
Adhitama sungguh tidak perduli lagi mau anaknya itu datang atau tidak. Ia sudah menerima dengan ikhlas jika di masa tuanya tidak ada yang mengurusnya. Tadinya Ia sangat bahagia memiliki Azizah yang datang hampir setiap hari merawatnya dengan tulus. Tapi dua makhluk durjana yang sayangnya memiliki darah yang sama dengannya telah membuat Azizah pergi.
"Pah..."
"Sudah... Papah butuh istirahat, Kalau ada yang mau di bicarakan, cepatlah"
"Pah.... Azizah telah bersedia bercerai dengan Axel. Tidak mungkin jika wanita itu menyetujui perceraian begitu saja...Apa papah tahu tentang itu?"
Adhitama yang tengah memegang koran seketika terdiam. Wajah dinginnya menjadi semakin beku. Kekesalan memenuhi sanubarinya.
"Bukankah seharusnya kamu senang? Kenapa Kamu malah penasaran tentang alasan Azizah setuju bercerai?"
"Mara yakin, papah pasti memberikan sesuatu pada wanita murahan itu!"
"Cukup Tamara!" Sentak Adhitama tiba-tiba.
Tamara sama berjengkit kaget karena inilah pertama kali ayahnya membentaknya.
"Papah..."
"Sudah cukup. Axel, kemari... Tolong ambil dokumen di laci itu"
Adhitama menunjuk laci yang letaknya tepat di samping Axel.
Dengan cuek Axelpun mengambil beberapa map yang ada di dalam laci itu, kemudian hendak memberikannya pada kakek Adhitama.
Namun belum sampai langkah Axel, Adhitama melambaikan tangannya memberi kode untuk menyerahkan Map itu pada ibunya. Axelpun menurutinya.
"Apa ini pah?"
"Pelajari! Jangan bertanya. Dan jangan suka berburuk sangka serta berpikiran buruk tentang seseorang terus-menerus. Kalau tidak, jika menyesal nanti sudah tidak ada gunanya"
"Tapi pah..."
"Kalian menyakiti orang yang salah. Tanpa keluarga Azizah, keluarga Djaja tidak mungkin berdiri sampai sekarang ini"
"Maksud papah?"
"Pergilah, Minggu besok Aku akan pulang untuk makan malam. Aku akan menceritakan semuanya asal kalian berjanji untuk berhenti mengganggu anak itu. Sudah cukup kalian menyakitinya"
"Pah... Mara hanya ingin..."
"Pergilah, Aku ingin beristirahat. Azizah tidak membawa sepeserpun uang keluarga Djaja walaupun sebenarnya Ia sangat berhak"
Adhitama membaringkan tubuhnya namun membelakangi Tamara dan juga Axel.
Tamara hendak menyentuh punggung Ayahnya itu, namun dengan segera Axel mencegahnya.
"Jangan sekarang Mom, Ayo keluar dari sini"
Walaupun setengah hati, Tamara tetap mengikuti langkah Axel untuk keluar dari ruangan.
"Apa maksud Kakekmu Xel?"
Tanya Tamara, Axel pun ikut berfikir sejenak, kemudian menjawab.
"Nanti Axel cari tahu Mom, lagipula Kakek berjanji akan menceritakan pada kita saat pulang nanti"
Mendengar perkataan Axel, Tamara hanya menghela nafas berat, kemudian mereka pun pergi dari rumah sakit itu....
Bersambung