Menikah di usia muda sungguh bukan keinginan ku. Namun aku terpaksa harus menikah di usia muda karena perjanjian kedua orang tuaku.
Aku dengannya sekolah di tempat yang sama setelah kami menikah dan hidup bersama namun rasa ini muali ada tapi kami tidak saling mengungkapnya hingga suatu hari terjadi sebuah kecelakaan yang membuat kami.... ayo simak lanjutan ceritanya di novel Benci jadi cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pelangi senja11, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Kerumah Azuhra Lagi
Lidia menatap Rangga lekat-lekat, gadis itu merasa heran dengan perubahan pemuda yang disukainya itu.
Biasanya Rangga akan menghindar kalau dia dekati, namun sekarang malah Rangga yang mendekatinya.
"Gue bentar lagi dijemput oleh sopir." Jawab Lidia, karena memang dia dijemput oleh sopirnya.
"Ayo gue antor Lo!" Rangga ingin mengantar Lidia, karena Rangga ingin membuat Nana marah. Rangga sampai saat ini belum tau kalau gadis yang dijodohkan dengannya adalah Rena, bukan Nana.
Mendengar Rangga ingin mengantarnya, Lidia menyunggingkan senyum, dalam hatinya begitu senang, Lidia sudah sangat lama menunggu yang seperti ini.
Namun walaupun senang, Lidia juga berfikir kalau nanti Rangga akan menurunkan dirinya di tengah jalan seperti tempo hari.
Lidia ingin pura-pura menolak, dia ingin melihat Rangga, apakah Rangga akan bersikeras mengantarnya.
"Gak usah, nanti malah Lo turunkan gue ditengah jalan lagi." Ucap Lidia berpura-pura menolak.
"Gak usah takut, kali ini gue akan mengantar Lo sampai kerumah." Ucap Rangga, namun matanya melirik Nana dan Rena yang sedang berjalan kearah pintu keluar.
Rangga menyeringai saat Nana melihat kearahnya. Namun melihat Nana tidak bereaksi apa-apa, Rangga merungut, dia sungguh kesal, karena Nana tidak cemburu dan marah padanya.
Nana dan Rena berjalan keluar hingga sampai di tepi jalan dimana Pak Dadang sudah menunggu keduanya.
Sedangkan Rangga, berdecak, niat hati ingin membuat Nana marah, tapi malah dia yang jadi kesal sendiri.
"Tidak mungkinkan dia tidak marah dan cemburu, apa dia juga tidak menyukai gue, atua dia juga tidak ingin dijodohkan sama seperti gue. Kalau begitu, gue harus bicara dengannya." Gumam Rangga dalam hati.
Kemudian Rangga melihat ke Lidia lagi, dia berfikir kalau mengantar Lidia hanya buang-buang waktu saja. Lagi pula Nana sudah pulang.
"Tidak jadi, gue baru ingat kalau gue ada urusan sama Mama gue dirumah, Lo pulang dengan sopir aja, by." Rangga segera menghidupkan motornya dan pergi dari hadapan Lidia.
"Eh, kok--" Lidia tidak melanjutkan kata-katanya lagi, karena Rangga sudah duluan pergi.
Lidia menghentakkan kakinya, dia sungguh sangat kesal karena dirinya gagal diantar oleh Rangga.
Sedangkan Azam dan Ilham yang masih berada diparkiran, keduanya tertawa meledek.
"Sorry ya, gue ada urusan Sama Mama gue." Sindir Azam meniru seperti yang Rangga ucapkan tadi.
Setelah itu Ilham dan Azam langsung melajukan motornya. "Sialan kalian, awas aja kalau gue bisa dapat hati Rangga, gue akan balas kalian berdua." Lidia sungguh malu dan emosi pada Azam dan Ilham.
Lidia menghentakkan kakinya lagi, kemudian dia berjalan ke mobil yang sudah ditunggu oleh sopir keluarganya.
Tidak lama kemudian, mobil yang membawa Rena dan Nana tiba dirumah mewah itu.
Rena dan Nana menyalami dan mencium punggung tangan Azuhra yang sedang bersantai diteras depan rumah.
Azuhra melihat Rena mencium punggung tangannya, wanita paruh baya itu tersenyum, hatinya menghangat, setelah beberapa tahun, ini yang pertama lagi Rena mencium punggung tangannya.
"Ya Allah, apa Putriku sudah sadar, terimakasih ya Allah." Doa Azuhra dalam hati karena melihat Putrinya sudah bersikap seperti dulu lagi.
"Mak, kita ganti baju dulu ya?" Ucap Rena pada Mamanya. Azuhra mengangguk dan tersenyum pada putrinya itu.
Azuhra sangat senang kalau Rena sudah tidak seperti waktu di Malaysia yang suka keluyuran.
"Nak, sebentar lagi kita kerumah Tante Zuhra, Papa sama Mama ingin menentukan hari pernikahanmu dengan Rena." Ujar Vina pada Rangga Putranya setelah makan siang.
Rangga diam tidak menjawab apa-apa, dia sangat tidak suka kalau Mamanya membicarakan tentang pernikahannya.
Saking kesalnya dia, hingga Rangga tidak begitu peduli dengan nama Rena yang disebut oleh Mamanya tadi.
Rangga hanya duduk didepan Mamanya, semangatnya telah hilang, dia tidak sanggup membayangkan kalau dia menikah dengan Nana.
"Gue benci dengan perjodohan ini, bukan hanya perjodohan, tapi gue juga sangat benci Lo, gara-gara Lo, masa depan gue hancur." Gumamnya dalam hati
Rangga berpikir kalau dia menikah pasti dia tidak sebebas seperti sekarang ini.
Sementara dirumah Azuhra. Wanita paruh baya itu duduk berhadapan dengan kedua Putrinya.
"Rena, kamu sudah tau'kan kalau kamu sudah dijodohkan? Jadi nanti teman Mak kesini, mereka ingin membicarakan hari pernikahan mu dengan Anaknya." Azuhra berharap Rena tidak melupakan apa yang Ayahnya katakan semasa masih hidup.
Azuhra juga tidak mau kalau Rena mengingkari amanah suaminya.
Rena mengangguk, dia pasrah dengan perjodohan ini, Rena hanya berharap kalau lelaki yang menjadi suaminya, akan mencintainya dan sayang padanya, walau di antara keduanya belum saling kenal, dia yakin suatu hari keduanya akan saling mencintai.
"Aku terserah Mak aje lah, janji die baik dan bertanggung jawab, dan tidak melarang ku melanjutkan sekolah." Rena sudah berpikir kalau dia akan menjadi istri yang baik untuk suaminya nanti.
Rena akan meninggalkan kebiasaanya waktu di Malaysia, dia harus bersikap layaknya wanita yang patuh dan lembut.
Mendengar jawaban Rena, hati Azuhra sangat senang karena Rena Putrinya tidak menolak perjodohan ini.
Azuhra semakin yakin kalau Putrinya ini sudah berubah menjadi wanita yang lembut dan penurut.
"Wah, selamat ye Kak, sebentar lagi Akak akan jadi bini orang. Semoga Kakak bahagia nanti." Nana juga sangat antusias melihat Kakaknya menikah.
Waktu terus berlalu, malam pun telah tiba. Terdengar suara orang memberi salam dan juga ketukan pintu dari luar.
Semua orang yang berada didalam rumah menoleh pada pintu utama yang di ketuk dari luar.
Nana yang duduk dekat dengan pintu, gadis yang sedikit gembul itu langsung bangkit dan membuka pintu itu.
Setelah pintu terbuka, nampak lah tiga orang sedang berdiri di depan pintu dan tersenyum padanya. Nana juga menyebarkan senyum manisnya membalas senyuman dari wanita paruh baya didepannya.
Namun pemuda di belakang kedua orang paruh baya itu, terlihat wajahnya sungguh sangat tidak bersahabat.
Pemuda yang tidak lain adalah Rangga, tetap melirik Nana yang dia pikir gadis yang dijodohkan dengannya secara melototkan matanya.
Nana tidak peduli dengan lirikan Rangga, gadis itu tetap mempersilahkan Vina dan Pak Andi masuk kedalam rumah.
"Mak cik, Pak cik, silahkan masuk, Mak udah menunggu didalam." Nana hanya mempersilahkan Vina dan Pak Andi saja masuk kedalam rumah.
Nana tidak menganggap Rangga ada disana, dia hanya melirik Rangga dengan ekor matanya.
Vina dan Pak Andi langsung masuk kedalam rumah. Sedangkan Rangga menarik tangan Nana dan mengajaknya bicara berdua didalam.
"Lepaskan, awak mau apa? Lepaskan tanganku!" Nana menarik tangannya agar terlepas, namun Rangga menggenggamnya dengan erat, hingga Nana tidak bisa melepaskan tangannya.
"Ikut aja sebentar, kita harus bicara." Rangga terus menarik tangan Rena dan menjauh dari teras rumah itu.
Nana hanya pasrah mengikuti Rangga yang menarik tangannya. "Apa yang mau awak bicarakan?" tanya Nana, dia ingin cepat-cepat masuk kedalam rumah lagi.
Bersambung