Nadif, seorang pria tampan berusia 30 tahun yang hidupnya miskin dan hancur akibat keputusan-keputusan buruk di masa lalu, tiba-tiba ia terbangun di Stasiun Tugu Yogyakarta pada tahun 2012- tahun di mana hidupnya seharusnya dimulai sebagai mahasiswa baru di universitas swasta ternama di kota Yogyakarta. Diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan masa lalunya, Nadif bertekad untuk membangun kembali hidupnya dari awal dan mengejar masa depan yang lebih baik.
Karya Asli. Hanya di Novel Toon, jika muncul di platform lain berarti plagiat!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernicos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nadif - Bab 14: Akhirnya Jadian
“Nih, makan dulu, pasti kamu laper kan?”
Nadif mengambil kantong itu dan membukanya, melihat isi makanan yang masih hangat.
"Thanks, Jess, tapi lo bener-bener nggak perlu repot-repot kayak gini."
Jessy tersenyum lembut, tetapi ada sedikit ketegangan di matanya.
“Aku nggak merasa repot kok, Nadif. Aku cuma pengen memastikan kamu makan dengan baik. Lagipula, nggak salah kan kalau aku care sama kamu?”
Nadif terdiam sejenak, merasakan ada sesuatu yang tidak terucap di antara mereka.
“Jessy, gue ngerti lo mau baik sama gue, tapi... kenapa sekarang? Kenapa tiba-tiba gini?”
Jessy menundukkan kepalanya, jari-jarinya bermain dengan ujung bajunya yang ketat, baju yang memamerkan tiap sisi tubuhnya yang tampak menggoda.
“Nadif, aku tahu aku salah. Seperti yang aku udah bilang tadi pagi di Hotel. Dulu aku sering nyakitin kamu, ngehina kamu, dan sekarang aku nyesel. Aku nyesel banget karena dulu aku nggak lihat kamu sebagai orang yang berharga.”
Nadif menatap Jessy dengan tatapan kosong, mencoba mencerna kata-kata yang keluar dari mulutnya.
“Kenapa dulu lo ngelakuin itu, Jessy? Kenapa lo harus ngehina gue di depan teman-teman lo, kalau sebenarnya lo nggak benci sama gue?”
Jessy mengangkat wajahnya, mata yang biasanya penuh percaya diri kini tampak penuh dengan rasa bersalah.
“Karena... karena aku nggak tahu cara lain untuk menyembunyikan perasaan aku. Aku suka sama kamu, Nadif, tapi aku nggak bisa terima kalau kamu lebih suka sama Vonzy, sahabat aku sendiri.”
Nadif mendesah panjang, rasa penyesalan dan kebingungan bercampur menjadi satu.
“Lo suka sama gue, tapi lo malah milih untuk hina gue, dan sekarang ngejebak gue? Jess, itu nggak masuk akal.”
Jessy menggeleng, air mata mulai membasahi sudut matanya.
“Aku tahu... aku bodoh. Aku terlalu takut kehilangan sahabat aku, tapi aku juga nggak mau ngeliat kamu sama cewek lain. Makanya aku bertindak kayak gitu, walaupun sekarang aku sadar itu salah.”
Nadif terdiam, tak tahu harus berkata apa. Perasaan marah, kesal, dan simpati bercampur aduk di dalam dirinya.
“Jess... semua ini rumit banget buat gue. Gue nggak tahu harus gimana ngadepin semua ini.”
Jessy mengusap air matanya dengan cepat, mencoba mempertahankan ketenangannya.
“Aku ngerti, Nadif. Aku nggak berharap kamu bisa maafin aku sekarang. Aku cuma mau kamu tahu, aku bener-bener nyesel sama semua yang udah aku lakuin.”
Nadif terdiam di kursinya, memandangi Jessy yang duduk di sofa di depannya. Suasana di ruang tamu kontrakannya terasa sunyi, hanya terdengar suara jarum jam yang berdetak pelan di dinding. Nadif tahu, ada sesuatu yang belum terucap di antara mereka. Akhirnya, dia memutuskan untuk memulai pembicaraan.
"Jessy," kata Nadif perlahan.
"Gue nggak bisa berhenti mikirin tentang apa yang terjadi semalam. Jujur aja, gue nggak inget apa-apa."
Jessy menundukkan kepalanya, menggigit bibir bawahnya seolah sedang menahan sesuatu.
“Nadif... Semalam bukan cuma kamu yang kehilangan sesuatu. Aku juga... Aku juga masih perawan sebelum ini.”
Kata-kata itu membuat Nadif terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa. Perasaan bersalah, bingung, dan terkejut bercampur aduk di dalam dirinya.
“Jess... gue nggak tahu harus bilang apa. Gue juga nggak inget apa-apa soal semalam, dan itu Lo yang jebak gue.”
Jessy mengangguk pelan.
“Aku ngerti, Nadif. Tapi aku nggak mau hal ini cuma berakhir gitu aja. Aku..terpaksa lakuin ini karena selama ini kamu gak pernah bisa suka sama aku, aku mau kamu jadi milik aku Nadif .”
Nadif merasa terjepit. Di satu sisi, ia tahu walau dia tidak sepenuhnya salah, tapi dirinya juga punya tanggung jawab atas apa yang terjadi. Namun di sisi lain, perasaan yang dia miliki terhadap Jessy tidak sekuat itu.
“Jess... gue ngerti lo pengen serius. Tapi, jujur aja, gue nggak yakin ini adalah keputusan yang benar.”
Jessy menatap Nadif dengan mata yang penuh harap.
“Nadif, aku suka sama kamu sejak lama, sejak pertama kali liat kamu nyanyi di acara ospek Fakultas. Aku tahu aku salah karena dulu ngehina kamu, tapi sekarang aku mau berubah. Aku mau kamu jadi pacar aku, dan aku janji nggak akan pernah nyakitin kamu lagi.”
Nadif merasa semakin terdesak. Dia tidak ingin menyakiti perasaan Jessy, tapi dia juga tahu bahwa perasaannya sendiri masih sangat campur aduk. Setelah merenung sejenak, akhirnya dia mengambil keputusan.
“Jess, kalau itu yang lo mau, gue bakal coba. Gue bakal jadi pacar lo.”
Jessy tersenyum lega, meskipun Nadif bisa merasakan ada sedikit keraguan di balik senyuman itu.
“Makasih, Nadif. Aku janji aku nggak akan ngecewain kamu.”
Nadif mengangguk pelan.
“Gue cuma berharap kita bisa melalui semua ini dengan baik, Jess. Gue nggak mau ada drama atau masalah di antara kita, juga ga mau kuliah dan karir gue terganggu.”
Jessy tersenyum lagi, kali ini dengan lebih tulus.
“Aku juga, Nadif. Aku juga pengen kita baik-baik aja.”
Setelah itu, Nadif dan Jessy duduk dalam keheningan, masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri. Nadif masih berusaha mencerna semua yang baru saja terjadi, sementara Jessy berusaha menyembunyikan kecemasan di balik senyumnya. Akhirnya, Jessy berbicara lagi, mencoba mencairkan suasana.
"Nadif, kamu tahu nggak? Dari dulu aku selalu penasaran, kenapa kamu nggak pernah deketin cewek lain selain Vonzy?"
Nadif tersentak dari lamunannya, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu.
"Gue... gue nggak tahu, Jess. Mungkin karena dulu gue merasa Vonzy adalah satu-satunya cewek yang bener-bener ngerti gue. Tapi sekarang gue sadar, mungkin gue cuma salah paham soal perasaan gue sendiri."
Jessy menatapnya dengan lembut. "Aku ngerti, Nadif. Kadang kita bisa salah paham sama perasaan kita sendiri. Tapi yang penting sekarang, kita punya kesempatan untuk mulai dari awal. Aku harap kamu bisa ngasih kesempatan itu ke aku."
Nadif mengangguk pelan. "Gue bakal coba, Jess. Gue bakal coba ngasih kesempatan buat kita berdua."
Jessy tersenyum, merasa sedikit lega meskipun masih ada keraguan di hatinya.
“Aku nggak akan ngecewain kamu, Nadif. Aku janji.”
Nadif membalas senyum Jessy, meski di dalam dirinya masih ada perasaan yang sulit dijelaskan.
“Gue juga berharap kita bisa jalanin ini dengan baik, Jess.”
Waktu berlalu, dan Jessy akhirnya pamit untuk pulang. Nadif mengantarnya sampai ke pintu, melihat Jessy masuk ke mobilnya dan melambai sebelum menghilang di balik tikungan jalan.
Setelah Jessy pergi, Nadif berdiri di depan pintu kontrakan, termenung memandangi langit yang mulai beranjak senja. Pikirannya penuh dengan berbagai pertanyaan yang belum terjawab.
"Apakah ini keputusan yang benar?" pikir Nadif dalam hati.
"Apa gue bener-bener bisa ngasih kesempatan buat Jessy? Atau gue cuma mencoba kabur dari kenyataan?"
Nadif kembali ke dalam kontrakan, berjalan menuju kamarnya dengan langkah berat. Di dalam hati, dia tahu bahwa hubungan ini tidak akan mudah. Ada banyak hal yang masih belum jelas, dan dia tidak yakin apakah dia bisa menjalani semua ini dengan baik. Tapi untuk saat ini, yang bisa dia lakukan hanyalah mencoba dan melihat bagaimana semuanya berjalan.
Kita sebagai pembaca seolah dibawa oleh penulis buat ngerasain apa yg Nadif alamin. Keren bangettt 🌟🌟🌟🌟🌟
semangat berkarya ya thor🙏🏽
#Gemes aku bacanya klw MC-nya Naif kaya gini.
Harusnya MC lebih Cool dan benar2 fokus memperbaiki diri, bahagiain keluarga, memantapkan karirnya. Jangan diajak2 RUSAK, malah mau...🙄