Pukulan keras yang mendarat dikepala Melin, hingga membuatnya harus segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Namun sayangnya disaat Dia sadar, sakit usus buntu yang dideritanya beberapa Minggu terakhir membuatnya harus tetap dirawat di rumah sakit.
Johan pria yang baru mengenal Melin karena insiden pemukulan akhirnya menolong Melin dengan membayar seluruh biaya operasi, namun dengan sebuah syarat. Melin akhirnya menyetujui kesepakatan antara dirinya dan Johan untuk menikah menggantikan posisi Bella yang lebih memilih mantan pacarnya
Keesokan paginya setelah pesta pernikahan selesai, Johan segera pergi bekerja di luar pulau dan meninggalkan Melin tanpa sebuah alasan.
Tiga tahun berlalu, mereka akhirnya bertemu kembali disebuah pekerjaan yang sama.
Yuk, ikutin keseruan cerita selanjutnya. terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ririen curiens, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Patah
Sepulangnya dari rumah sakit Pak Johan terlihat sangat kecewa dengan jawaban Pak Lana. Pak Johan memang mengharapkan jawaban yang pasti namun Pak Lana seperti menutupi penyelidikannya.
Pak Johan bahkan menyuruh Melin kembali ke kantor sendiri. Meskipun begitu Melin tetap mengikuti perkataan Bosnya karena saat ini mood Pak Johan tiba-tiba berubah.
Pak Johan melajukan mobilnya sangat kencang saat keluar dari halaman rumah sakit.
Ah...... seharusnya Aku tak sekecewa ini. Kenapa rasa penasaranku semakin menjadi-jadi, gumam Pak Johan.
Pak Johan lalu melajukan mobilnya menuju kerumah Rossa. Dia ingin mencari jawaban itu sendiri. Namun hampir satu jam perjalanan tidak membuahkan hasil sama sekali. Rossa sedang tidak ada dirumahnya.
Pak Johan hanya mampu menghela nafas dan segera pulang kembali pulang rumahnya. Sesampainya dirumah Pak Johan duduk termenung diruang tamu.
Entah apa ya g terlintas dibenaknya, Dia akhirnya meminum obat tidur yang pernah dibelinya. Pak Johan lalu merebahkan tubuhnya seharian dikamarnya.
Hampir jam tujuh Pagi Pak Johan akhirnya terbangun dengan sendirinya. Dia melihat handphonenya dengan begitu banyak panggilan tak terjawab. Bahkan salah satunya dari Melin. Namun sedikitpun Pak Johan tidak memperdulikan, Dia hanya segera mandi dan berangkat ke kantornya.
Sesampainya di kantor Pak Johan melewati ruangan Melin.
"Pagi Pak Johan," ucap Melin.
Pak Johan menatap Melin dengan sedikit senyuman sambil menganggukkan kepalanya.
Tumben sekali tidak minta dibuatkan kopi. Mungkin Pak Johan lelah setelah kemaren dari Jogja, gumam Melin.
Namun Melin akhirnya tetap membuatkan kopi untuk bosnya. Melin juga memberikan bekal yang dibawanya.
"Pak, ini kopinya dan ini ada sarapan untuk Pak Johan." ucap Melin.
"Saya lagi tidak ingin ngobrol buat kamu saja saya juga sudah sarapan tadi di rumah dibuatkan mama jadi kamu bawa saja," jawab Johan.
Melin akhirnya keluar ruangan Pak Johan dan membawa kopi serta bekal yang dibawanya.
Tumben cuek sekali, Membuatku tidak nyaman saja, gumam Melin.
Melin akhirnya melanjutkan pekerjaannya. Hingga hampir jam makan siang Pak Johan belum juga keluar dari ruangannya. Namun tak lama Mbak Ema datang dan lewat tepat dihadapan Melin.
"Mbak, ada yang bisa saya bantu," ucap Melin.
"Tidak. Bukan urusan kamu juga,"
Hampir tiga puluh menit berada di dalam ruangan Pak Johan, mereka akhirnya keluar bersamaan. Melin akhirnya memanggil Pak Johan.
"Pak Johan mau kemana, ada beberapa berkas yang harus Bapak ditanda tangani." ucap Melin.
"Taruh saja disitu. Nanti Sy kembali," jawab Pak Johan.
Mbak Ema tersenyum sengit pada Melin, Dia terlihat senang melihat perkataan Pak Johan kepada Melin.
Ini yang aku takutkan. Aku takut jika Pak Johan akan meninggalkan aku jika dia tahu siapa aku. Untung saja Pak Lana tidak memberitahu jika aku wanita yang pernah dia nikahi, gumam Melin.
Tak lama handphone Melin berdering. Sebuah panggilan dari Mas Fathur. Melin segera mengangkatnya, karena dia ingat jika hari Minggu Mas Fathur mengajaknya untuk keluar bersama.
Dugaan Melin benar, Mas Fathur memang. mengajaknya untuk keluar dihari Minggu. Melin menyetujui ajakan Mas Fathur. Melin terlihat senang karena tidak ada yang pernah mengajaknya jalan-jalan sebelumnya.
Hampir jam tiga sore, Pak Johan lalu kembali ke kantornya. Sikap Pak Johan masih tetap dingin kepada Melin. Hingga jam pulang Melin masuk kedalam ruangan Pak Johan.
"Pak, hari Minggu besok sudah tidak ada lagi kerjaan untuk saya kan?" tanya Melin.
"Tidak," jawab Pak Johan dengan singkat.
"Terima kasih Pak.
Perlahan Melin berjalan keluar namun Pak Johan kembali memanggil Melin.
Dia pasti akan keluar dengan laki-laki itu besok pagi, gumam Johan.
"Mel, Hari minggu ikut saya."
"Kemana Pak. Tapi saya ada janji dengan teman saya."
"Batalkan saja, beres kan."
"Tidak bisa pak."
"Maaf Pak, Saya tidak bisa karena sudah terlanjur janji."
"Terserah kamu, besok akan aku jemput jam delapan pagi."
Melin hanya mampu menghela nafas panjang. Dia akhirnya keluar dari ruangan Bosnya. Saat ini Melin sungguh bingung harus memilih yang mana. Melin akhirnya menelpon Mas Fathur dan merubah rencananya.
Melin akhirnya merencanakan untuk keluar makan malam bersama Mas Fathur dan paginya mengikuti rencana Bosnya yang entah kemana.
Tepat jam empat sore, Melin memutuskan untuk pulang karena semua pekerjaannya sudah terselesaikan. Namun saat Melin mengambil tasnya, Pak Johan tiba-tiba keluar dari ruangannya. Melin tersenyum dan segera berpamitan.
"Kamu itu sekertaris saya, Jika saya belum pulang, kamu juga harus menunggu hingga saya pulang," ucap Pak Johan.
"Tapi pekerjaan saya sudah selesai Pak." Jawab Melin.
"Kata siapa?. Masih banyak pekerjaan yang harus kita selesaikan."
Sabar Mel.... sabar. Apa salahku. Sepertinya Dia sangat marah dengnku hingga cara berbicarapun berbeda, gumam Melin.
Pak Johan kembali masuk keruangannya dan membawa begitu banyak berkas untuk dicek oleh Melin.
Sementara itu Melin hanya bisa menggelengkan kepalanya dan menahan marah dalam hatinya. Beberapa karyawan sudah terlihat berjalan pulang sementara Melin masih harus berada di kantor.
"Mbak Mel, ayo pulang." ucap salah satu rekan kerja Melin.
"Coba lihatlah setumpuk berkas ini, Bos meminta selesai semuanya hari ini."
"Wooow..... keren sekali. Yang sabar ya. Aku duluan Mel.
Melin menganggukan kepalanya dan segera menyelesaikan tugasnya agar dia bisa segera pulang. Namun sayangnya semua tidak sesuai harapan Melin. pak Johan tiba-tiba keluar dari ruangannya.
"Mel, tolong buatkan saya kopi," ucap Pak Johan.
Melin tersenyum dan menganggukan kepalanya dengan terpaksa.
Hingga hampir jam enam sore Melin dan Pak Johan masih berada dikantornya. Melin mulai merasa begitu lelah namun Pak Johan masih saja menyuruhnya untuk menyelesaikan berkasnya.
Sungguh tega sekali kamu Pak, gumam Melin.
Melin akhirnya menyerah, Dia menghampiri Pak Johan diruangannya.
"Pak tinggal beberapa berkas lagi namun saya sudah tidak kuat lagi, saya pulang dulu yah Pak?" ucap Melin
"Lanjutkan saja. Saya masih disini kok," jawab Pak Johan.
"Tapi Pak mag saya kambuh."
"Mungkin karena lapar, kamu pesan makanan saja nanti satmya akan bayar."
Melin Mengerutkan wajahnya, antara geregetan dan menahan rasa sakit.
Satu jam berlalu, Pak Johan akhirnya menghampiri Melin dan menyuruhnya untuk pulang. Melin hanya menganggukkan kepalanya karena dia sudah menahan rasa sakit sedari tadi.
Melin berdiri dan berjalan perlahan, sementara Bosnya berada dibelakang Melin sedang mengunci ruangannya. Melin memegangi perutnya dan mulai sempoyongan hingga akhirnya dia jatuh dan pingsan.
Pak Johan yang berada dibelakang akhirnya menolong Melin. Dia terlihat mulai panik dengan kondisi Melin saat ini.
"Mel.... Mel..... kamu kenapa?" ucap Pak Johan.
Karena tak kunjung bangun, Pak Johan akhirnya menggendong Melin dan membawanya diklinjk yang tidak jauh dari kantor Pak Johan.
terimakasih dukungannya kak