Aksa harus menelan pil pahit saat istrinya, Grace meninggal setelah melahirkan putri mereka. Beberapa tahun telah berlalu, tetapi Aksa masih tidak bisa melupakan sosok Grace.
Ketika Alice semakin bertumbuh, Aksa menyadari bahwa sang anak membutuhkan sosok ibu. Pada saat yang sama, kedua keluarga juga menuntut Aksa mencarikan ibu bagi Alice.
Hal ini membuat dia kebingungan. Sampai akhirnya, Aksa hanya memiliki satu pilihan, yaitu menikahi Gendhis, adik dari Grace yang membuatnya turun ranjang.
"Aku Menikahimu demi Alice. Jangan berharap lebih, Gendhis."~ Aksa
HARAP BACA SETIAP UPDATE. JANGAN MENUMPUK BAB. TERIMA KASIH.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Delapan
Dokter mengatakan jika kesehatan Ghendis semakin membaik. Hanya dibutuhkan pemulihan saja. Aksa meminta izin membawanya ke makam. Awalnya dokter keberatan takut tak akan kembali lagi, padahal masih perlu perawatan intensif selama seminggu ke depan. Namun, Aksa menjamin jika dia akan membawa gadis itu untuk di rawat lagi
Aksa menggendong tubuh Ghendis. Gadis itu hanya diam atas apa yang dilakukan suaminya. Hari ini dia akan membawa istrinya ke makam Dicky seperti janjinya.
Saat diperjalanan air mata Ghendis tak berhenti turun membasahi pipinya. Tangannya terkepal seolah menahan emosi.
"Tuhan, kenapa kau memanggil Dicky, bukannya aku. Jika aku yang pergi, tak akan ada yang merasa kehilangan. Aku sudah lelah, Tuhan," ucap Ghendis dalam hatinya.
Satu jam perjalanan, sampai mereka di tempat pemakaman umum. Kembali Aksa menggendong istrinya dan mendudukkan di kursi roda. Tubuh itu terasa sangat ringan. Jauh kurus dari pertama mereka menikah. Aksa menarik napasnya dengan berat. Dia merasa sangat bersalah.
Melihat tanah yang masih basah dan bunga yang masih tampak berserakan di makam Dicky, dada Ghendis terasa sesak. Tanpa Aksa duga, gadis itu menjatuhkan tubuhnya ke tanah. Dia tersungkur di kuburan kekasihnya. Menggenggam tanah yang masih basah itu.
"Dicky, maafkan aku. Semua ini salahku. Seharusnya aku yang dipanggil Tuhan, bukan kamu. Siapa lagi tempat aku mengadu. Siapa lagi yang akan mengerti aku. Dicky, tolong katakan pada Tuhan, jemput aku," ucap Ghendis.
Aksa tak bisa juga menahan air mata melihat Ghendis yang meratap di kuburan kekasihnya itu.
"Buat apa aku hidup. Tak ada yang peduli. Satu-satunya orang yang mengerti aku, adalah kamu. Kenapa kamu pergi tanpa aku? Jemput aku, Dicky. Jemput sekarang. Aku mau pergi!" ujar Ghendis lagi.
Ghendis memeluk batu nisan yang bertuliskan nama kekasihnya itu dengan erat, seolah memeluk tubuh Dicky. Dia memukul dadanya untuk mengurangi sebaknya. Melihat gadis itu yang menyakiti dirinya, Aksa mendekati.
"Ghendis, jangan sakiti dirimu. Kamu pasti tahu, itu tak boleh," ucap Aksa.
Ghendis tak peduli. Dia terus memukul dadanya. Aksa akhirnya meraih kedua tangan gadis itu dan memegangnya agar tak menyakiti dirinya lagi.
"Jika kamu ingin marah, pukul saja aku. Jangan dirimu," ucap Aksa.
Ghendis berusaha melepaskan tangannya yang dipegang Aksa. Dia memeluk gundukan tanah kuburan dan meletakan kepalanya di tanah itu. Tangisnya kembali terdengar menyayat hati.
"Tuhan, raga nya tak lagi bisa ku peluk. Suaranya sudah tak bisa lagi ku dengar. Senyumnya tak lagi terlihat. Pertemuan tak lagi bisa terjadi. Tapi kenangannya tak pernah pergi. Kebersamaannya akan menjadi cerita nanti. Kebaikannya akan menjadi pelajaran bagi diri ini. Meski rindu tak lagi terbalas, tapi aku tahu rindu ku akan tersampaikan jelas melangit tanpa batas. Tuhan, jika aku boleh meminta, jemputlah aku segera!" ucap Ghendis lagi.
Cukup lama Ghendis menangis di kuburan Dicky. Aksa tak bisa menahannya lagi. Dia akhirnya membiarkan gadis itu menangis untuk meluapkan semua kesedihan di hatinya.
Dua jam Ghendis di kuburan, tak lupa dia juga membacakan ayat suci untuk Dicky. Akhirnya setelah merasa capek, dia mau kembali ke rumah sakit.
"Aku tak mau ke rumah sakit. Aku mau pulang!" ucap Ghendis saat mereka dalam perjalanan.
"Dokter meminta kamu harus kembali ke rumah sakit. Kamu masih harus di rawat hingga seminggu ke depan," ucap Aksa.
"Tak ada gunanya aku di rumah sakit. Hatiku telah hancur, mentalku telah rusak, dan ragaku telah cacat. Jadi untuk apa aku di rawat?" tanya Ghendis.
"Untuk menyembuhkan semuanya," jawab Aksa.
"Aku tak ingin sembuh, aku ingin mati," balas Ghendis.
"Jangan bicara begitu Ghendis. Alice mengharapkan kesembuhanmu," ujar Aksa. Dia sengaja membawa nama putrinya agar Ghendis semangat lagi.
"Alice pasti masih hidup tanpa aku, tapi apa artinya aku hidup tanpa Dicky. Hanya dia yang mengerti aku. Selain dia, tak ada orang yang memahami aku. Semua hanya bisa menyalahkan aku saja!" ucap Ghendis.
Aksa tak menjawab ucapan gadis itu. Dia tak ingin menambah lukanya. Lebih baik dia diam, dari pada salah bicara.
Ghendis duduk termenung dengan bersandar dan air mata jatuh membasahi pipinya.
"Tuhan, terima kasih sudah mempertemukan aku dengan seseorang yang sudah menitipkan rasa sayangnya di hatiku untuk sedalam-dalamnya. Meski akhirnya aku harus kehilangan, aku harus tertatih demi menuju keikhlasan. Terlepas bagaimana akhirnya, tentang takdir yang kau gariskan sebagai penghujung cerita, aku hanya ingin meminta kembalikan segalanya seperti sebelum aku jatuh cinta padanya, agar aku bisa ikhlas melepaskan dirinya," gumam Ghendis dalam hatinya.
***
Pagi hari setelah perawat membersihkan tubuhnya, Ghendis minta dibantu untuk duduk di kursi roda. Dia memilih duduk di dekat jendela. Memandangi suasana di luar. Gadis itu tampak termenung, pandangannya menerawang entah kemana.
Tahukah kamu, momen paling menyedihkan setelah di tinggal meninggal adalah ketika kamu terbangun dari tidur. Kenapa? Karena saat itu kamu sadar bahwa kamu sudah tidak bisa lagi menatap wajah orang yang kamu sayangi selamanya.
Tuhan, aku ingin memeluknya. Biasanya saat aku tersungkur akan beratnya ujian hidup, dan ketika ada yang menyakiti aku, ada seseorang yang sangat ingin aku peluk. Sayangnya saat ini dia telah pergi dan sudah berpulang. Tak lagi bersamaku.
Kembali air mata jatuh membasahi pipi Ghendis. Teringat kejadian kecelakaan itu. Dia selalu menyalahkan dirinya atas kepergian sang kekasih hati.
Saat ini Aksa sedang pergi mencari sarapan. Dia menghubungi sang mama untuk menjaga Ghendis dan meminta Ibu Novi menjaga putrinya. Walau sebenarnya Alice kurang suka dengan neneknya itu.
"Semua salahku, seandainya aku tak meminta Dicky untuk menerobos lampu merah, pasti saat ini dia masih hidup. Maafkan aku, Dicky. Jemput aku ...," ucap Ghendis.
Gadis itu menghapus kasar air mata di pipinya. Napasnya terasa sesak setiap ingat kepergian Dicky karena kesalahan dari dirinya.
"Aku kehilangan dunia ku, saat aku tahu dia telah pergi meninggalkan aku. Tidak, aku tidak menyalahkan Tuhan atas semua yang terjadi. Hanya saja aku belum menerima sepenuhnya takdir yang aku miliki. Saat rindu itu datang, aku tidak bisa lagi bertemu dengannya. Hanya bisa menatap gundukan tanah dengan batu nisan yang tertulis namanya. Banyak kenangan yang selalu hadir dalam ingatan. Membuatku lagi dan lagi terpuruk dalam ruang kelam. Aku berusaha menghapus luka akibat kehilangan. Namun, nyatanya berkali-kali aku coba, rasa sakit itu justru semakin mendera. Lalu apa yang harus aku lakukan? Ingin ku hampiri dia dalam dunia yang berbeda, tapi Tuhan belum mengizinkan aku kembali kepangkuannya," gumam Ghendis dalam hatinya.
Aksa yang baru datang dari kantin, melihat Ghendis yang menangis menjadi iba. Tapi dia tak tahu harus melakukan apa untuk menghiburnya.
Aksa lalu mendekati Ghendis dan duduk di sofa yang berada di samping kursi roda yang diduduki gadis itu.
"Kamu mau sarapan. Biar aku suapi," ucap Aksa.
Ghendis bergeming, dia tak mau memandangi wajah suaminya itu. Dia tetap memandang keluar.
"Mas, kamu pernah mengatakan jika aku bisa melakukan audit keuangan perusahaan, kamu akan mengabulkan apa saja permintaanku, apakah itu masih berlaku?" tanah Ghendis dengan suara pelan.
"Tentu saja. Kamu mau apa?" tanya Aksa. Dalam hati pria itu berkata, jangankan satu, berapa pun kamu minta akan aku kabulkan.
"Aku ingin kita berpisah ...," ucap Ghendis.
...----------------...
cantik gini ko di jahatin to Aksaa..
awas yoo.. nanti bucin looh
handuk mana hajduuuk😫😩😩😩😩😩
baca cerita Gendist ...
terasa semakin sakit di hati
hatiku ikut sakit